Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Bangkrut, "Content Provider" Harus Cari Akal

Kompas.com - 07/12/2011, 07:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis content provider (CP) semakin suram setelah adanya surat edaran dari pemerintah terkait penghentian bisnis SMS premium tersebut. Untuk menghindari kebangkrutan, pelaku bisnis penyedia konten diminta untuk diversifikasi usaha.

Selama ini, bisnis CP memang bergerak di bisnis konten SMS premium baik dari SMS melalui nomor empat digit atau registrasi mengunduh konten melalui mengetik kode tiga angka. Padahal bisnis CP bisa dikembangkan ke arah usaha lain seperti bisnis aplikasi mobile hingga layanan korporasi.

Ketua Indonesian Mobile & Online Content Provider Association (IMOCA) A Haryawirasma menjelaskan diversifikasi usaha tersebut dimaksudkan agar pemilik bisnis CP memiliki pemasukan lain di luar bisnis intinya. Masalahnya, bisnis utama CP sekarang sedang dihentikan sehingga tidak bisa mengandalkan bisnis tersebut sebagai pemasukan utama.

"Selama ini omset bisnis CP rata-rata setahun sekitar Rp 3 triliun. Sejak dihentikan, pemasukan mereka nihil," kata Haryawirasma selepas Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR Jakarta, Selasa (6/12/2011).

Hingga saat ini, keuntungan bisnis CP dengan pihak operator dibagi berdasarkan kelasnya. Ada kelas dengan bagi hasil 60:40 untuk operator lebih besar, 50:50 atau 40:60 untuk CP lebih besar. Namun, Haryawirasma menginginkan pihak CP mendapatkan porsi bagi hasil lebih banyak, misalnya 80:20.

Model tersebut juga diterapkan di AppStore terutama bagi aplikasi yang sering diunduh. Model aplikasi tersebut berarti diminati konsumen sehingga bagian untuk CP harus diperbesar karena pemasok utamanya adalah CP.

"Jika tidak diversifikasi, maka perlu waktu tiga sampai empat tahun untuk bisa bangkit lagi dari industri content provider ini," jelasnya.

Executive Vice President Chief Technology Officer Jatis Mobile, Ferrij Lumoring menjelaskan pihaknya sudah melakukan diversifikasi usaha sebelum kasus pencurian pulsa terjadi atau tepatnya 2007. Hal itu dilakukan agar bisnisnya terus berlanjut meski ada peluang bisnis satunya sedang mengalami kemunduran.

"Kini bisnis konvensional kami berupa ring back tone (RBT) atau konten SMS premium hanya 10 persen. Jadi kami tidak terlalu banyak kena efeknya," kata Ferrij.

Sisanya, Ferrij telah melakukan diversifikasi usahanya ke corporate service sebesar 50 persen dan sekitar 40 persen berupa aplikasi mobile. Diversifikasi usaha ini dinilai berhasil karena aplikasi mobile sedang marak dipakai oleh beberapa provider baik di Apple iOS maupun Android. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com