Jakarta, Kompas -
Hal ini mengemuka dalam seminar ”Roles, Command, and Control of the Air Force in Modern and Irregular War” yang diadakan TNI AU, Air Power Center of Indonesia (APCI), dan Persatuan Purnawirawan TNI AU, Selasa (10/4).
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, dinamika lingkungan strategis saat ini mengarah pada perang nontradisional yang bersifat asimetris serta mengandalkan soft power dan smart power. Oleh karena itu, tugas pokok TNI AU menjaga wilayah udara harus didukung persenjataan, diplomasi militer, serta teknologi informasi dan komunikasi.
Kepala Staf TNI AU Marsekal Imam Sufaat mengatakan, saat ini terjadi perubahan paradigma ancaman. Perang modern tidak lagi bersifat teritorial, tetapi langsung menghancurkan infrastruktur dan elemen-elemen yang vital. Oleh karena itu, kekuatan udara kini maknanya meluas. Misalnya, aset pertahanan tidak saja yang bersifat militer, tetapi juga yang komersial, seperti radar penerbangan sipil.
Dalam paparan berbagai pihak mengemuka bahwa perang modern menuntut teknologi informasi yang canggih. Sejak awal, teknologi informasi canggih ini yang mengumpulkan data atau informasi.
Hal tersebut dicontohkan oleh Kolonel Lim Tuang Liang dari Angkatan Udara Singapura. Dia mengatakan, Angkatan Udara
Sanu Kainikara dari APDC Australia mengatakan, perang modern saat ini membutuhkan angkatan udara yang cepat, presisi, efektif, dan punya mobilitas yang sangat tinggi.