Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asia, Medan Perang Messaging Paling Sengit

Kompas.com - 02/03/2014, 09:32 WIB
Reska K. Nistanto

Penulis

KOMPAS.com - Perusahaan pemilik WhatsApp telah diakuisisi Facebook. Besaran nilai transaksi yang mencapai Rp 223 triliun tersebut membuat WhatsApp menjadi aplikasi pesan instan terbesar saat ini. Lalu bagaimana dengan aplikasi lain yang serupa?

Saat ini, WhatsApp memiliki pengguna aktif 450 juta per bulannya. Jumlah pengguna barunya pun bertambah 1 juta tiap hari. Hal tersebut bisa membantu Facebook berekspansi di negara-negara berkembang di luar Eropa. Namun, walau menjadi aplikasi populer, belum tentu juga pengguna di luar pasar Amerika Serikat menggunakan WhatsApp.

Perlu diingat juga bahwa WhatsApp bukanlah aplikasi messaging dominan di dunia. Menurut The Next Web (20/2/2014), walau menjadi aplikasi yang banyak digunakan, WhatsApp belum memiliki basis yang kuat di negara-negara kunci Asia, seperti China, Jepang, dan Korea, di mana layanan messaging lokal seperti WeChat, KakaoTalk dan Line masih merajai.

Belakangan, aplikasi-aplikasi tersebut juga mulai banyak diadopsi dan menggerogoti pangsa pasar WhatsApp.

Tren di dunia instan messaging yang terjadi saat ini adalah pengguna yang mulai beralih dari aplikasi messaging dasar, ke layanan yang lebih canggih dan variatif, seperti Line dan WeChat yang menawarkan game gratis, sticker, dan kemampuan berkomunikasi dengan brand.

Walau saat ini pasar layanan pesan instan di Asia masih terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok, namun nama-nama besar mulai muncul dan mengerucut. WeChat misalnya yang saat ini memiliki 272 juta pengguna aktif per bulan, masih mendominasi di pasar China. Bahkan tahun lalu, dalam tiga bulan saja aplikasi tersebut diadopsi 100 juta pengguna di luar China.

Sementara layanan pesan instan lain, KakaoTalk saat ini menguasai pangsa pasar Korea sebesar 95 persen. Jumlah penggunanya pun telah mencapai lebih dari 100 juta di negeri Ginseng tersebut.

Line, di sisi lain memiliki 350 juta pengguna di pasar Jepang, dan dominan di Thailand dan Taiwan. Bahkan di Indonesia dan India, dua negara yang notabene pengguna WhatsApp terbesar, adopsi Line diklaim bertumbuh pesat.

Perang sengit di Asia

Dengan melihat data tersebut, maka Asia akan menjadi ajang pertarungan sengit antar penyedia layanan pesan instan. Tentu saja, WeChat yang dimiliki oleh raksasa Internet Tencent dan Line yang dimiliki oleh perusahaan web besar Korea, NHN, tidak akan berdiam diri menghadapi invasi WhatsApp.

Tahun lalu keduanya melakukan ekspansi dari pasar domestik yang menyasar ke negara-negara Asia Tenggara. Hasilnya, pengguna Line bertambah 100 juta menjadi total 300 juta di tahun 2013. Sementara WeChat memiliki 272 juta pengguna aktif tiap bulannya, walau sebagian besar masih berbasis di China.

Line sendiri telah melampaui pasar WhatsApp di Taiwan (20 juta pengguna) dan Thailand (30 juta pengguna) tahun lalu. Hingga akhir 2014, Line menargetkan mampu menggaet 500 juta dan gencar melakukan promosi di Indonesia dan India.

Tencent memiliki modal besar untuk ditanamkan di WeChat. Baru-baru ini, Tencent menginvestasikan 50 juta dollar AS untuk menggarap segmen e-commerce. Sementara Line berencana melakukan IPO di luar Jepang dan mengincar dana sebesar 10 miliar dollar AS. Di tahun 2013 lalu, revenue Line juga telah mencapai 338 juta dollar AS.

Namun, bagaiamanapun juga, WhatsApp masih memiliki daya tarik tersendiri sebagai layanan pesan instan yang sederhana dan tanpa iklan.

Jika dibandingkan dengan Line atau WeChat, keduanya memiliki banyak fitur dengan tampilan dan iklan yang membuatnya menjadi kurang menarik. WeChat juga menghadapi kendala karena sebagai perusahaan Internet di China, banyak yang meragukan privasinya, walau Tencent mati-matian membawa aplikasi ini ke tingkat global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com