Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi Komunikasi Kita, dari Api Unggun hingga Ponsel Pintar

Kompas.com - 25/09/2014, 08:09 WIB
Oik Yusuf

Penulis


KOMPAS.com
- Mulai dari telepon fixed line hingga koneksi data seluler berkecepatan tinggi, komunikasi jarak jauh atau telekomunikasi saat ini adalah sesuatu yang taken for granted, dianggap sebagai bagian lumrah dari kehidupan manusia modern, termasuk di Indonesia.

Tak terbayang betapa dulu seorang kurir mesti memacu kudanya sekuat tenaga, siang malam menempuh halang rintang, demi menyampaikan sepotong pesan yang kini bisa dikirim dalam sekejap mata lewat instant messenger.

Antara kurir berkuda dan pesan instan itu, terdapat masa peralihan selama lebih dari 150 tahun yang mengantarkan masyarakat Indonesia menuju era telekomunikasi seperti yang kita kenal sekarang.

Huruf demi huruf

Jauh sebelum jaringan telepon -apalagi internet- terpikirkan, manusia berkirim pesan "jarak jauh" dengan isyarat, menggunakan sarana macam asap api unggun, semapur, dan kurir tadi.

Fajar baru telekomunikasi dimulai ketika Samuel Morse menciptakan sistem telegraf listrik pada 1837. Penemuan itu memungkinkan orang-orang mengirim pesan dalam abjad latin, huruf demi huruf melalui jaringan kabel hingga berkilometer jauhnya, bahkan hingga lintas benua.

Telegraf diboyong ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1855, menghubungkan kota Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor). Sejak itu alat pengirim pesan tersebut mulai banyak digunakan, hingga masuknya jaringan telepon pertama di Batavia tahun 1882.

Dua tahun berikutnya, pada 1884, sambungan telepon dibangun di Semarang dan Surabaya. Pengelolanya ketika itu adalah perusahaan swasta “Intercommunaal Telefoon Maatschappij” yang mendapat izin konsesi selama 25 tahun dan hanya membangun jaringan di kota-kota besar karena mencari untung.

Berikutnya, pada 1906, pengelolaan jaringan telepon diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui pembentukan “Post Telegraaf en Telefoondienst”.

Menyatukan nusantara

Hingga beberapa puluh tahun setelah kemerdekaan Indonesia, pada dekade 60-an, jaringan telepon yang kemudian dikelola “Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi” (PN Postel, saat ini PT Telkom) masih mengandalkan teknologi kuno seperti sentral telepon manual dan saluran kawat terbuka yang sering mengalami gangguan.

Lompatan besar terjadi pada 1976 ketika Indonesia meluncurkan satelit pertama, Palapa A1. Sesuai dengan namanya yang diambil dari sumpah Mahapatih Gajah Mada, Palapa A1, wahana antariksa bikinan “Hughes Aircraft Company” itu, mengemban misi mempersatukan nusantara lewat telekomunikasi.

Karena Palapa A1 yang mengorbit di ketinggian 36.000 km inilah, Indonesia dikenal sebagai negara ketiga yang memiliki satelit pemancar domestik (SKSD, Sistem Komunikasi Satelit Domestik) setelah Amerika Serikat dan Kanada.

Satelit mempermudah hubungan antar daerah di Indonesia yang berbentuk kepulauan. Palapa tidak hanya bisa digunakan untuk meneruskan sinyal telepon dari satu wilayah ke yang lain, melainkan juga memancarkan gelombang televisi dan radio ataupun informasi dalam bentuk lain seperti faksimili, termasuk juga keperluan perbankan.

Palapa A1 digantikan oleh satelit-satelit penerus, yakni seri B, C, dan terakhir Palapa D yang menyusul diluncurkan ke orbit pada tahun-tahun berikutnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com