Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Bos Ungkap "Kebobrokan" BlackBerry di Indonesia

Kompas.com - 10/11/2014, 13:13 WIB
Reska K. Nistanto

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia selalu disebut-sebut sebagai basis pengguna perangkat BlackBerry terbesar dibanding negara-negara lain saat ini. Bahkan, Indonesia mendapat julukan "BlackBerry Nation".

Sekitar lima tahun yang lalu, perangkat BlackBerry mendominasi etalase-etalase gerai penjual ponsel di pusat-pusat perbelanjaan besar di Jakarta. Bahkan, pada tahun 2011, sembilan dari sepuluh smartphone yang dijual di Indonesia adalah perangkat BlackBerry.

Namun, kondisinya kini telah berbeda. Perangkat smartphone Android buatan Samsung, Lenovo, Sony, dan bahkan vendor lokal seperti Andromax, Mito, dan Evercoss lebih mendominasi di gerai-gerai ponsel.

IDC/The Globe and Mail
Grafik data penjualan BlackBerry di Indonesia (sumber: IDC)
Menurut IDC, pangsa pasar BlackBerry memang kian menurun. Pada 2011 lalu, BlackBerry masih memiliki pangsa pasar sebesar 43 persen di Indonesia. Dua tahun berselang, pangsa pasar BlackBerry turun tajam, hanya 13,5 persen untuk pasar smartphone.

Data terakhir yang dirilis IDC, pangsa pasar BlackBerry di Indonesia tinggal tersisa 3 persen saja pada semester pertama 2014.

IDC/The Globe and Mail
Pangsa pasar BlackBerry di Indonesia (Sumber: IDC)
Dikutip KompasTekno dari The Globe and Mail, Senin (3/11/2014), mantan Country Head BlackBerry Indonesia, Andy Cobham mengatakan bahwa ada tiga hal utama penyebab pangsa pasar BlackBerry terus menurun. Yaitu, kesalahan strategi perusahaan, kompetisi yang ketat, serta friksi atau gesekan-gesekan yang terjadi dalam tubuh perusahaan yang berpusat di Ontario, Kanada itu.

Tiga "dosa" utama BlackBerry

Berbicara kepada The Globe and Mail, Cobham bercerita bahwa sepuluh tahun lalu BlackBerry memiliki teknologi yang fantastis. Perusahaan juga bisa menggerakkan bisnisnya di Indonesia secara pintar.

Namun itu dulu sebelum semuanya menjadi berubah. Menurut Cobham, kesalahan BlackBerry saat masih berada di puncak pasar Indonesia adalah menggantungkan segala keputusan yang akan diambil kepada kantor pusatnya di Waterloo, Kanada.

"BlackBerry itu produk kelas dunia, dan Waterloo salah menanganinya," ujar Cobham. "Mereka (perusahaan di Waterloo) itu bukan pemain kelas global, mereka hanya kota kecil."

Kesalahan lain BlackBerry yang diungkap oleh Cobham adalah, BlackBerry terlalu takut dengan hal-hal yang bersifat legal (berkaitan dengan hukum). Cobham mengaku dalam sebuah rapat dengan eksekutif BlackBerry, ia mendengar kata "legal" dua kali lebih sering dibanding saat ia menjabat di Motorola.

BlackBerry, disebut Cobham, juga menolak untuk mengubah materi pemasarannya ke dalam bahasa yang bisa lebih dimengerti oleh orang Indonesia. Alasannya adalah perusahaan tidak mau melanggar hak karya cipta atau copyright.

Seolah belum cukup, kesalahan (blunder) lain diungkap Cobham, kali ini menunjuk mantan CEO, Thorsten Heins. Dalam kepemimpinan Heins, BlackBerry berencana meninggalkan pasar konsumer dan fokus ke pasar korporasi di Indonesia.

Sementara, mayoritas konsumen BlackBerry di Indonesia saat itu adalah berasal dari kalangan pengguna rumahan, bukan kalangan korporat atau enterprise seperti di negara-negara lain.

Mantan orang nomor satu BlackBerry tersebut juga seolah meremehkan peran operator seluler di Tanah Air. Cobham secara khusus menyebut Telkomsel yang saat itu memiliki basis 130 juta pelanggan namun tak dipandang penting oleh Heins.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com