Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Secercah Harapan untuk Kelahiran Kembali Kodak

Kompas.com - 26/03/2015, 14:58 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

KOMPAS.com - Lahan seluas 4.000 meter persegi di Rochester, Newyork, menjadi saksi bisu jatuh bangunnya perusahaan teknologi legendaris, Eastmen Kodak. Tak kurang dari 200 bangunan dulunya berdiri di komplek bisnis khusus Kodak tersebut. Kini, kebesaran dan kejayaan itu tinggal kenangan.

Tiga tahun lalu, Kodak resmi mengumumkan kebangkrutannya setelah bertahun-tahun tergerus persaingan pasar. Sebagian aset bangunannya telah dirobohkan, sebagian kecil dijual untuk menutupi ongkos operasional perusahaan selama beberapa tahun.

Dengan semua kemelut yang dialami, Kodak kembali menyatakan bangkit pada tahun 2013. Terseok-seok, Kodak mengklaim bakal mulai bisnis dari awal dengan lebih fokus pada digital imaging. Walau tentu saja, bisnis Kodak yang baru tak bisa serta merta sebesar namanya yang dulu.

Sebagian besar pekerja Kodak yang pesimis dengan kebangkitan perusahaan film kamera tersebut memilih hengkang dan mencari penghidupan yang lebih pasti. Namun masih ada beberapa orang yang menyimpan secerca harapan untuk kelahiran baru Kodak.

Terry Taber, pekerja setia Kodak selama 34 tahun, bisa dibilang sosok yang yakin akan kemungkinan harapan itu. Di sisa-sisa bangunan yang dimiliki Kodak, pria 60 tahun ini, bersama-sama beberapa orang yang optimis, melakukan penelitian dan pengembangan untuk Kodak.

Di sebuah laboratorium bawah tanah, ada sekitar 300 ilmuwan dan teknisi yang bekerja dengan Taber. Mereka mempelajari unsur-unsur produk Kodak yang potensial untuk dikembangkan sesuai dengan teknologi saat ini. Disinyalir, telah ditemukan cara untuk membuat sensor murah yang bisa disematkan pada smartphone layar sentuh dengan harga jauh lebih murah.

"Saya mengetahui sejarah perusahaan ini untuk teknologi-teknologi tersembunyinya," kata Jeff Clarke, CEO Kodak yang terpilih tahun lalu. Walau begitu, Clark tak beriming bakal bangkit sendirian. Menurutnya, Kodak membutuhkan kerjasama dengan beberapa perusahaan untuk membuat produk-produk yang mumpuni untuk bersaing kembali.

Menurut Clarke, banyak potensi sumber daya Kodak yang sayang jika tak difungsikan untuk membangun Kodak. Baik itu sumber pekerja, maupun sumber kekayaan intelektual Kodak dari masa lampau.

Jauh sebelum Apple dan Microsoft merajai jagat teknologi, Kodak telah melanglang buana sebagai singa di industri tersebut. Tampaknya, perkembangan fotografi digital merupakan racun bertahap untuk kematian perusahaan ini.

Faktanya, penjualan reguler produk Kodak saat ini hanya terpaut dua miliar dollar AS atau setara Rp 25 triliun. Terlalu jauh jika dibandingkan penjualan reguler Kodak pada 1990 yang berkisar pada angka 19 miliar dollar AS atau setara Rp 246 triliun.

Kala itu, film kamera analog memang menjadi komoditas pasar. Pekerja Kodak pun berkurang drastis mendekati habis. Dulu, pekerja Kodak pernah mencapai 145.000 orang, kini hanya tersisa 8.000 orang.

Bagaimanapun, sesungguhnya produk film kamera analog buatan Kodak memang belum benar-benar ditinggalkan. Masih banyak sutradara dan fotografer yang melestarikan tradisi menggunakan film analog. Walaupun, mereka yang beralih ke digital berjumlah berkali-kali lipat lebih banyak.

Menurut Clarke dan Taber, harapan Kodak saat ini hanyalah ribuan paten yang telah mereka genggam, pengkajian yang terus dilakukan, para ilmuwan yang menggodok penemuan-penemuan baru, dan keyakinan.

"Orang-orang bertanya kenapa saya masih bertahan di sini. Saya bilang karena saya melihat banyak kemungkinan," kata Taber.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com