Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Cara Sony Pertahankan Bisnis Xperia

Kompas.com - 02/04/2015, 16:31 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak akhir tahun lalu, semua sektor industri di Jepang menurun. Hingga tahun ini, belum ada titik terang atas kelesuan ekonomi Negara Sakura. Sedikit banyak kondisi ini turut berdampak pada industri teknologi Jepang, Sony Corporation.
 
Awal tahun ini, Sony memperkirakan kerugian bersih sebesar 230 miliar yen atau setara Rp 25 triliun. Untuk pertama kalinya, Sony juga menunda pembayaran dividen. Selentingan kabar menyebut, Sony bakal menjual unit bisnis smartphone yang terus merugi.

Pasalnya, di ranah ini Sony menghadapi persaingan sengit. Segmen bawah didominasi perangkat-perangkat murah ciptaan vendor Tiongkok, sementara segmen atas dikuasai Apple dan Samsung yang sulit dikejar.

Pertengahan Februari lalu, CEO Sony Kazuo Hirai sempat mengeluarkan pernyataan yang seakan mengamini isu keluarnya Sony dari pasar smartphone. "Tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkan strategi keluar," katanya kala itu.

Disebut-sebut, fokus bisnis Sony ke depannya menyasar tiga sektor, yakni PlayStation, Entertainment, dan sensor. Pernyataan tersebut kemudian diluruskan oleh Director and Head Market Sony Mobile Indonesia, Jason Smith, di sela-sela peluncuran Xperia E4, pertengahan Maret lalu.

"Itu tidak benar. apa yang dimaksudkan CEO kami sebenarnya mengacu pada upaya untuk lebih fokus mengembangkan bisnis smartphone," katanya. Terbukti, pada pagelaran Mobile World Congress (MWC) 2015 di Barcelona, Sony Mobile masih getol memperkenalkan beberapa produk teranyar.

Sony Mobile andalkan integrasi semua lini bisnis Sony

Bantahan yang sama ihwal ditutupnya lini smartphone Sony Xperia kembali diutarakan President & CEO Sony Mobile, Hiroki Totoki. "No, We don't," ujarnya terkekeh. Rupanya pertanyaan itu belakangan sering ditujukan padanya.

Walau begitu, CEO yang baru menjabat empat bulan ini sadar bahwa industri smartphone memang fluktuatif. "Saya mengerti kondisi bisnis mobile naik turun. Ada beberapa spekulasi, tapi tak akan terjadi (kami menutup bisnis mobile)," katanya, Rabu (1/4/2015) di Kantor Sony Mobile Indonesia, Wisma GKBI, Jakarta.

Ihwal strategi pengembangan, gelagat migrasi beberapa vendor saat ini ke "emerging market" tak diikuti Sony. "Kami tahu posisi kami dan tak berniat mengikuti strategi kompetitor," ia menegaskan.

Totoki San, begitu pria ini kerap disapa, mengklaim Sony Mobile memiliki kekuatan tersendiri dalam persaingan industri teknologi. "Kami punya teknologi unik. Kami punya perusahaan entertainment, musik, game. Kita akan ciptakan pengalaman pengguna yang berbeda," kata dia.

Dengan mengandalkan kaki-kaki bisnis Sony, Totoki San yakin Sony Mobile mampu memanfaatkan integrasi semua teknologi dalam produk-produk pintarnya. Strategi ini sejalan dengan konsep "Internet of Things" (IoT) yang rencananya bakal mulai terealisasi 2020 mendatang.

IoT memungkinkan semua benda terkoneksi satu sama lain. Raksasa teknologi terkemuka saat ini gencar menelurkan produk untuk mendukung IoT. Barangkali, dengan mengandalkan banyaknya kaki bisnis teknologi Sony, pabrikan Jepang ini bisa selangkah lebih mudah.

"Ke depannya kami akan membuat produk-produk yang lebih pintar. Smartphone bisa jadi core-nya. Semua akan terkoneksi satu sama lain," kata Totoki.

Saat ini pula, beberapa produk Sony telah menunjukkan "demo" kehidupan manusia mendatang dalam lingkup IoT. Contohnya integrasi antara Smart TV Sony, PlayStation (PS) 4, dan trio Xperia Z3 (Z3, Z3 Compact, Z3 Tablet Compact).

Sony juga sudah mengembangkan teknologi NFC (Near Field Communication) pada perangkat-perangkat buatannya. NFC memungkinkan berbagai perangkat Sony saling terhubung satu sama lain hanya melalui sentuhan. Speaker, smartphone, headset, TV, lensa kamera, semuanya terintegrasi melalui sensor sentuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com