Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OpenBTS Terlarang, Balon Internet Google Melenggang

Kompas.com - 30/10/2015, 16:40 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktisi keamanan internet Donny B.U. mengkritik sikap pemerintah yang mendukung Project Loon sebagai akses telekomunikasi di daerah terpencil.

Pemilihan itu dianggap tidak adil. Project Loon dari Google mendapat keistimewaan bisa menggunakan frekuensi 900 MHz sedangkan proyek open source OpenBTS tak diizinkan menggunakan frekuensi tersebut.

Project Loon telah resmi akan bekerja sama dengan tiga operator utama Indonesia, yaitu Telkomsel, XL, dan Indosat. Agar dapat berfungsi, balon internet tersebut mesti mendapat izin untuk memanfaatkan frekuensi 900 MHz yang lisensinya berada di tangan ketiga operator tersebut.

Harapannya adalah mereka akan memakai teknologi itu untuk membuka akses komunikasi dan internet cepat di daerah-daerah terpencil.

Namun sebelum terjadi kerja sama itu, menurut Donny, sudah ada solusi bernama Open Base Transceiver Station (OpenBTS) yang ditawarkan ke pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

OpenBTS ini punya fungsi mirip dengan BTS, tapi bisa dibangun dengan modal lebih murah karena alat pengaturannya berupa software saja. Selain itu, seperti halnya Project Loon, OpenBTS juga membutuhkan kerja sama berupa alokasi frekuensi dari operator telekomunikasi.

"Project Loon Google di Indonesia, yang notabene membutuhkan spektrum frekuensi radio untuk penelitan dan pengembangannya, telah mendapatkan dukungan dari pemerintah  
untuk bekerja sama dengan operator telekomunikasi agar dapat menggunakan 900 MHz. Jika memang demikian adanya, maka ICT Watch kembali mengingatkan pemerintah tentang janji ataupun rencana kerja yang tertulis tentang netralitas teknologi," terang Donny dalam keterangan resminya pada KompasTekno, Jumat (30/10/2015).

"Untuk itu, pemerintah haruslah melakukan upaya yang sama agar teknologi alternatif, semisal OpenBTS, diperkenankan pula menggunakan frekuensi 900 MHz untuk penelitian dan pengembangannya," imbuhnya.

Donny, dalam akun Twitter-nya, mengatakan upaya teknologi OpenBTS sebagai penyediaan alternatif telekomunikasi di daerah terisolir terhambat karena dilarang keras menggunakan frekuensi 900 MHz. Bahkan, OpenBTS malah dianggap melanggar regulasi frekuensi.

Dia memberikan catatan bahwa OpenBTS sudah dibuktikan dapat melayani kebutuhan telekomunikasi di Wamena, Papua. Sejumlah pihak, salah satunya Yayasan Air Putih, telah memakainya sebagai alat komunikasi darurat.

Praktisi IT sekaligus pegiat open source Onno W. Purbo bahkan sudah menerbitkan buku hingga mendorong sejumlah perguruan tinggi untuk memiliki laboratorium OpenBTS sebagai alat penelitian.

"Tidak ada equal treatment atas teknologi yang bisa dibangun rakyat versus teknologi yang sedang dibangun korporasi global. Khususnya dalam kemudahan mendapatkan kerja sama frekuensi," pungkasnya mengkritik kerjasama Project Loon itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com