Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jarang "Upload", Orang Indonesia Tidak Kreatif?

Kompas.com - 20/03/2016, 12:11 WIB
Oik Yusuf

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Saat memaparkan data dari lembaga riset OpenSignal yang dirilis Februari 2016, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara turut menggarisbawahi temuan unik soal kebiasaan penggunaan internet di Indonesia.

Keunikan dimaksud adalah rasio upload yang relatif rendah dibandingkan dengan download, yakni hanya 33 persen upload (mengunggah data ke jaringan internet), sementara sisanya didominasi oleh download alias mengunduh data dari jaringan internet.

“Jadi, setiap orang (Indonesia) tiga kali download, dia upload satu kali dari sisi data,” ujar Rudiantara dalam kunjungannya ke redaksi Kompas.com, Kamis (17/3/2016) lalu.

Menurut dia, keadaan ini berbeda dari sejumlah negara lain. Rudiantara mencontohkan warga kota Los Angeles di AS yang 76 persen kegiatan berinternetnya didominasi oleh upload, atau dua kali lebih giat mengunggah dibandingkan orang Indonesia.

“Entah orang Indonesia ini malas upload atau tidak kreatif. Entahlah, tapi ini fakta,” imbuhnya.

Antara konsumsi dan kreasi

Seperti yang disebutkan Rudiantara, penyebab pasti timpangnya perbandingan antara upload dan download di kalangan netizen Indonesia tidak diketahui pasti.

Yang jelas, download identik dengan kegiatan konsumsi konten, misalnya menonton video dari situs video sharing. Sebaliknya, upload kerap diasosiasikan dengan content creation, sebuah proses yang berkebalikan dari konsumsi konten, misalnya mengunggah video ke situs video sharing.

Penyedia layanan internet selama ini lebih memprioritaskan jalur download dibandingkan upload. Sebabnya, pola penggunaan internet oleh pelanggan sejak dulu memang lebih berkisar pada konsumsi konten.

Kecepatan downlink (download) pun sengaja dibuat lebih tinggi dibanding upload karena downlink juga menentukan kecepatan akses layanan online di sisi pengguna (misalnya ketika membuka sebuah situs), di samping speed download file individual.

Ada juga kendala teknis. Teknologi ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line) yang umum dipakai oleh penyedia layanan fixed cable broadband, misalnya, memang memiliki kecepatan downstream yang lebih tinggi dibanding upstream (asimetris).

Pergeseran

Belakangan, keadaan mulai berubah dengan munculnya layanan-layanan yang memungkinkan pengguna awam menciptakan dan berbagi konten, seperti dalam kasus situs video sharing tadi.

Pola penggunaan internet bergeser. Siapa pun kini bebas berkreasi. Orang awam tak perlu lagi hanya menelan sajian yang dibikin kalangan profesional. Mereka bisa membikin konten sendiri dan mengunggahnya ke internet.

Dari sisi teknis, teknologi FTTH (Fiber to the Home) mulai menggantikan ADSL dan FTTC (Fiber to the Cabinet, paduan serat optis dan kabel tembaga). FTTH menyediakan kecepatan transfer data yang lebih tinggi dibanding teknologi broadband sebelumnya, termasuk untuk uplink.  

Di Indonesia, salah satu penyedia jasa fixed broadband FTTH bahkan berani menjanjikan kecepatan uplink yang sama dengan downlink, mencapai kisaran gigabit per detik. Namun, sebagian besar masih menawarkan kecepatan donwlink yang jauh lebih besar dibandingkan uplink.

Perlu ditambahkan bahwa kebanyakan ISP di luar negeri pun menerapkan kebijakan yang sama, dengan lebih memprioritaskan downlink dibanding uplink. Hanya saja, mungkin pola penggunaan konsumennya yang berbeda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com