Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara Agar Sekolah Indonesia Bisa Bersaing di Dunia Sains Internasional

Kompas.com - 15/05/2016, 14:49 WIB
Reska K. Nistanto

Penulis

PHOENIX, KOMPAS.com - Sekolah-sekolah di Indonesia diharapkan mulai mengadopsi kultur riset dan penelitian dalam kegiatan akademisnya. Selain itu, sekolah-sekolah juga harus melakukan afiliasi dengan universitas-universitas atau kampus dalam melakukan penelitian sains dan teknologi.

Hal ini diperlukan agar pelajar-pelajar di Indonesia memiliki penguasaan materi yang lebih dalam serta daya saing yang lebih di tingkat internasional.

Ditemui seusai gelaran Intel ISEF 2016 di Phoenix, Arizona, Jumat (13/5/2016) siang waktu setempat, Rizal Alfian, analis pengembangan peserta didik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan, kultur itu yang saat ini belum banyak dimiliki sekolah-sekolah.

"Kita berharap budaya penelitian tetap terus kita kembangkan sejak usia muda," papar Rizal kepada wartawan KompasTekno, Reska K. Nistanto, yang langsung menghadiri acara tersebut.

Sementara Rino R. Mukti, dosen Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung yang menjadi pendamping 15 pelajar Indonesia di ajang Intel ISEF 2016 mengatakan, sebaiknya sekolah-sekolah menggandeng pihak akademika atau universitas dalam melakukan penelitian.

"Kenapa anak-anak (peserta Intel ISEF) Amerika bagus-bagus (penelitiannya), karena mereka kerja (magang) di kampus-kampus," kata Rino.

Di sisi lain, pihak universitas juga diharapkan bisa "turun gunung" dalam memberikan bimbingan ke peneliti-peneliti muda, sebab menurut Eino, itu adalah bagian dari Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian.

"Nah, bimbingan itu jadi bagian dari pengabdian," tutur Rino.

Jika melihat proyek-proyek penelitian yang dilakukan oleh pelajar-pelajar lain di ajang Intel ISEF 2016, mereka memang mendapatkan fasilitas dan bimbingan yang lebih dibanding pelajar dari Indonesia.

Hal itu juga diakui oleh salah satu finalis asal Indonesia, Sepvina Mutikasari. Siswi kelas XI SMA 3 Yogyakarta itu mengatakan, "Kalau dibandingkan dengan kita kan sama-sama masih SMA, mereka (peserta negara lain) sudah kayak tingkat kuliah, bisa uji lab, ambil sampel DNA, utak-atik robot."

"Kita harusnya juga bisa seperti itu (mendapat fasilitas dan bimibingan lebih)," imbuhnya.

Dengan mendapat fasilitas yang komplit dan bimbingan yang mendalam, hasil penelitian merka diakui Sepvina lebih mendetail dan mendalam.

Melibatkan swasta

Keterlibatan pihak swasta juga sangat diharapkan dalam proyek-proyek penelitian sains dan teknologi. Sebab, swasta juga memiliki kepentingan dan biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan pemerintah.

"Uang itu sebenarnya lebih banyak di swasta, mereka juga pasti kan punya kepentingan, penelitiannya bisa dipakai," terang Rino.

Sementara Rizal menambahkan, untuk mengadakan lomba penelitian sains dan teknologi setingkat Intel ISEF ini dibutuhkan dana paling tidak Rp 100 miliar.

"Negara mana ada dana sebesar itu untuk pameran sains, Rio Haryanto (pebalap F1 dari Indonesia) saja butuh Rp 100 miliar dan kesulitan nyarinya," kata Rizal.

Pada akhirnya, dibutuhkan keterlibatan semua elemen untuk meningkatkan daya saing pelajar Indonesia di bidang sains dan teknologi.

Kompetisi sains dan teknologi seperti Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) dan Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) harus diperbanyak lagi dengan format yang lebih matang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com