Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jay, Anak Depok yang Berjaya di Silicon Valley

Kompas.com - 27/05/2016, 19:06 WIB

SAN FRANCISCO, KOMPAS.com - Nama pemuda yang satu ini harusnya akrab di telinga penggiat perusahaan rintisan digital di Indonesia. Jika belum, coba kenali lagi sekali lagi namanya: Andreas “Jay” Senjaya.

Bukan bermaksud untuk menjadikannya pesohor atau motivator, yang rajin tampil di layar kaca. Namun memang dari Jay ada sesuatu yang menarik untuk dipelajari bagi pelaku tech startup Indonesia.

(Untuk tahu kisah awalnya, simak dalam VIK berikut ini: http://vik.kompas.com/indonesiadipuncakdunia/ )

Jay baru saja menyelesaikan sebuah program akselerasi bersama 500 Startups, salah satu akselerator/inkubator ternama asal Silicon Valley. Kontributor Kompas.com, Wicak Hidayat, berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Jay di San Francisco, 20 Mei 2016 lalu.

Berikut adalah catatan singkat dari pertemuan tersebut:

Program akselerasi itu diikuti Jay bersama iGrow, perusahaan rintisan digital yang dibangun bersama kawan-kawannya di Depok. Selama sekitar 5 bulan, Jay dan Jim Oklahoma, rekannya di iGrow yang juga berasal dari Depok, berkantor di sebuah co-working space di San Francisco.

Setiap startup di program itu, ujar Jay, akan dipasangkan dengan dua pihak yang terbukti sangat penting.

Pertama, adalah person in charge yang berlaku semacam Bapak Asuh bagi para startup. Satu orang akan menangani sekitar lima startup. Tugas “Bapak Asuh” ini adalah menjadi poros program akselerasi. Mulai dari memompa semangat, menegur hingga membantu fasilitasi berbagai kebutuhan si startup.  

Pihak kedua adalah seorang konsultan pertumbuhan. Semua startup dalam program akselerasi memang fokus pada pertumbuhan dari startupnya, jadi bukan lagi pada pembuatan awal produk.

“Selain mereka, di sini kerap digelar office hour (semacam jam praktek dokter-red.) dengan mendatangkan  ahli bidang maupun entrepreneur yang sudah berpengalaman,” tutur Jay.

Hal pertama yang ditekankan pada semua startup yang mengikuti program akselerasi adalah: tentukan metrik (pengukuran) utama yang paling penting. Setelah itu, semua yang dilakukan peserta program adalah untuk meningkatkan metrik tersebut.

Untuk iGrow, ujar Jay, mereka memilih gross merchandise value (GMV) sebagai tolok ukur utama. GMV adalah tolok ukur yang digunakan peritel online untuk menunjukkan nilai penjualan (dalam mata uang tertentu) untuk produk yang dijual melalui marketplace tertentu selama waktu tertentu.

Lalu, apa hasilnya program akselerasi ini untuk iGrow? Boleh dibilang cukup luar biasa. Selama 5 bulan, iGrow berhasil mencapai GMV yang sama dengan periode 13 bulan sebelumnya. Artinya, apa yang sebelumnya butuh waktu 13 bulan untuk dicapai, di-akselerasi hingga bisa tercapai dalam 5 bulan saja.

Pelajaran penting

Beberapa hal penting dipelajari Jay dalam dari program akselerasi itu. Bukan hanya soal teknis yang terkait iGrow, hal-hal itu tentunya ada dan bisa dibaca di blog pribadi Jay di Senjaya.net. Ada hal lain yang juga patut diketahui umum, terutama untuk perusahaan rintisan asal Indonesia yang ingin mengikuti jejak Jay.

Hal pertama yang ditekankannya adalah soal sosialisasi. Peserta program ini harus bisa sosialisasi dengan sesama peserta lain, apapun latar belakangnya. “Kalau pemalu, tidak bisa sosialisasi dengan yang lain, solusinya adalah cari partner yang baik yang bisa membangun network,” tutur Jay.

Hal itu menjadi penting karena, program yang mencakup 52 startup itu dirancang sedemikian rupa agar terjadi peer support. Para peserta akan saling mendukung dan membantu. Jay mengaku banyak sekali masalah yang dipecahkan bersama-sama.

“Di sini, mereka tidak sungkan untuk saling membantu atau meminta bantuan,” tuturnya.

Secara program, ujar Jay, rupanya di antara 52 peserta itu memang tidak ada yang usahanya saling bersaing langsung. Dengan demikian memang terjadi kolaborasi dan keberagaman.

Meskipun semuanya berbeda-beda, ia mengakui ada semangat kompetisi positif yang tumbuh di antara mereka. “Karena setiap minggu kita melihat, yang lain growth-nya sudah sampai mana. Ini membuat terpacu untuk melakukan pencapaian yang sama atau lebih,” ujar Jay.

Masalah investor

Namun, ada satu hal paling berat yang menurut Jay dialami mereka dalam program akselerasi itu. “Hal yang paling susah buat kami, karena di sini mereka mengharapkan kita melakukan fundraising (pencarian dana investasi -red.),” tutur Jay.

Sebagai perusahaan asal Asia Tenggara, Jay mengatakan kebanyakan investor tidak melirik iGrow. Namun ia melihat hal itu sebagai sebuah berkah, sebuah keunggulan bagi iGrow.

Hal ini karena, sejak awal Jay dkk memang mengikuti program itu bukan untuk mencari investor.  “Karena tidak ada yang tertarik, jadi tidak harus mengejar-ngejar investor. Biarkan produk kami yang menjawab lah,” ujarnya.

Sebagai penutup program diadakanlah Demo Day, yaitu sesi pitching yang menghadirkan berbagai pihak (investor, media, dll). Di sesi itu, iGrow cukup menarik perhatian media-media ternama Silicon Valley. Tak kurang dari Tech Crunch dan Fast Company yang menyebut iGrow sebagai startup yang patut diperhatikan.

Setelah Demo Day, Jay mengatakan ada sekitar 20-an investor yang menghubungi dan menyatakan ingin melakukan investasi. Bayangkan sejenak apa yang terjadi di sini: sebuah perusahaan asal Depok, Indonesia, berada di Silicon Valley dan diminati oleh 20-an investor. Bukan sembarang investor lho, tapi investor di “kiblat”-nya startup.

Apa yang dilakukan Jay dan iGrow? Secara umum, boleh dibilang mereka menolak investor-investor itu.

“Kami lihat visi dan value mereka dulu. Karena kami tidak akan pernah menjanjikan (ke investor) adanya seri-seri (penggalangan dana) berikutnya atau exit strategy dan lain-lain. Kalau kamu mau ikut, ya karena kamu memang mau ikut mengembangkan produknya,” ujar Jay.

Pandangannya mirip dengan apa yang dikatakan co-founder Kickstarter, Yancey Strickler, dalam acara Founders Forum di New York. “Kami tidak akan pernah menjual perusahaan kami. Selamat buat Anda yang telah melakukannya, tapi persetan lah dengan semua itu,” ujar Yancey di hadapan investor ternama dan pakar merger & acquisition.

1000 Startup

Apa yang akan dilakukan Jay setelah cukup berjaya di Silicon Valley? “Setelah ini pulang dong, ngapain di sini terus?” ujar Jay riang.

Jay mengatakan ia akan kembali ke Depok, melanjutkan apa yang sudah dipelajari iGrow dan menerapkannya juga ke Badr Interactive, perusahaan IT yang dibangunnya sejak lama dan telah melahirkan berbagai perusahaan rintisan lainnya selain iGrow.

“Salah satu pelajaran penting buat saya selama di sini adalah, saya jadi belajar bagaimana caranya sebuah program akselerator berjalan. Saya belajar cara membuat akselerator,” tuturnya.

Ia pun mengaku gembira dengan adanya gerakan nasional 1000 startup yang akan dijalankan di Indonesia. Menurutnya, gerakan itu harusnya bisa menghasilkan sebuah ekosistem yang lebih baik di Indonesia.

“Karena kalau soal kualitas, Indonesia dan Silicon Valley sebenarnya sama. Tapi ekosistem yang lebih bagus bisa membuatnya lebih bagus,” kata Jay.

Gerakan 1000 Startup, tuturnya, diharapkan bisa menjadi sebuah lompatan besar bagi Indonesia. “Apalagi dilakukan pemerintah dengan melibatkan banyak pihak,” ia menambahkan.

Saat ditanya apakah ia ingin terlibat dalam gerakan itu, Jay menjawab dengan tegas: “Oh, iya! Tentu saja!”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com