Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wicak Hidayat

Penulis teknologi yang saat ini terjun bebas ke dunia startup digital. Ia aktif di Code Margonda bersama komunitas lainnya di Depok. Juga berperan sebagai Tukang Jamu di sebuah usaha rintisan bernama Lab Kinetic.

kolom

Kerja Itu Bukan Cuma Spanduk Lho!

Kompas.com - 25/08/2016, 11:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorReska K. Nistanto

Presiden Jokowi menamakan kabinetnya sebagai Kabinet Kerja. Untuk ulang tahun kemerdekaan ke-71, slogan yang muncul di berbagai spanduk di instansi pemerintah adalah: Kerja Nyata!

Soal spanduk itu, sebenarnya agak membuat berpikir sih. Kenapa semua sibuk menampilkan spanduk dengan tulisan Kerja Nyata, ya? Bukankah, kalau memang sudah melakukan kerja yang nyata, nggak butuh lagi spanduk?

Ah, sudahlah. Di sisi lain, sepertinya ini saat yang tepat untuk kembali berpikir (dan menulis) soal kerja. Tentunya, dalam lingkup kolom ini adalah kerja yang terkait dengan teknologi, startup dan dunia digital.

Soal kerja ini memang agak pelik dan, untuk beberapa orang, sensitif. Kenapa? Coba bayangkan saat baru lulus kuliah kemudian datang ke kumpul keluarga atau halal bi halal Lebaran, apa pertanyaan yang muncul ketika berjumpa handai taulan, sanak saudara dan para kerabat?

“Kerja di mana?”

Syukur kalau sudah dapat kerjaan. Nah, kalau belum. Kadang rasanya ingin mengubur diri dengan kue nastar atau lompat ke kolam sirup rasa jeruk saja kan?

Untungnya, sekarang ada berbagai alternatif pekerjaan yang bisa dilempar ke muka orang yang bertanya tadi.

Misalnya: “Aku sekarang bikin startup Om, ya siapa tahu bisa jadi kayak Mark Zuckerberg, atau minimal kayak Nadiem Makarim laah!”

Abaikan dulu bahwa ada kemungkinan yang diajak bicara tidak paham soal startup itu apa. Paling tidak, bisa membuat orang itu buru-buru mengambil kastengel agar punya alasan untuk tidak berkomentar.

Tapi, serius nih, sudahkah kita benar-benar mempertimbangkan apa saja opsi karir selain melemparkan surat lamaran ke dalam amplop coklat lalu berdoa tujuh kali sehari?

Cari dulu tujuannya

Sesungguhnya, di zaman serba digital ini, terbuka banyak pilihan pekerjaan atau karir yang bisa diambil. Sebut saja kerja lepasan alias freelance, hingga yang itu tadi: membuat startup sendiri.

Tentu saja, semua ada pertimbangannya. Baik-buruknya harus dilihat dengan jernih dulu. Tanyakan ini dulu: apa sih tujuan sesungguhnya kita bekerja?

Dalam sebuah diskusi bersama Student Job Indonesia dan Kelas Muda Demokrasi Digital, pertanyaan itu coba saya lontarkan. Jawaban yang muncul hampir seragam: kita bekerja untuk mendapatkan gaji.

Betul, gaji memang penting. Memiliki gaji artinya bisa bayar utang di warung pecel ayam yang sudah bertahun-tahun ditagih; atau bisa disimpan untuk beli Macbook; atau bahkan ditabung untuk modal nikah!

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com