Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/08/2016, 21:35 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua operator pelat merah, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) dan Telkomsel, mengaku keberatan dengan hasil penghitungan tarif baru interkoneksi yang dikeluarkan pemerintah pada 2 Agustus lalu. Dua perusahaan "induk-anak" tersebut merasa diperlakukan tak adil karena penghitungannya menggunakan mekanisme simetris.

Menurut Direktur Utama Telkom, Alex Sinaga, penghitungan simetris akan masuk akal jika semua operator sudah seimbang dalam berinvestasi. Jika belum, penghitungan simetris hanya akan merugikan operator yang susah payah membangun infrastruktur hingga ke pelosok.

"Ada yang membangun cuma di kota, ada yang membangun sampai ke pelosok, masa perlakuannya sama?" kata Alex dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 1 DPR RI, Kamis (25/8/2016) di Gedung Nusantara II, Komplek DPR Senayan, Jakarta.

Hal tersebut diiyakan Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah. Ia meminta pemerintah menghitung ulang tarif interkoneksi secara asimetris.

"Harus dipertimbangkan secara komprehensif berdasarkan biaya yang dikeluarkan tiap operator," ia menuturkan.

Menurut Surat Edaran yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), tarif interkoneksi akan turun rata-rata 26 persen menjadi Rp 204 per menit. Angka itu masih bersifat sementara hingga keputusan akhir ditetapkan pada 1 September mendatang.

Biaya interkoneksi adalah komponen yang harus dibayarkan oleh operator kepada operator lain yang menjadi tujuan panggilan penggunanya. Sebelumnya, biaya ini disepakati Rp 250 per menit.

Menurut penghitungan tarif interkoneksi 2016 Telkomsel berdasarkan nilai investasi, tarif interkoneksinya justru harus naik Rp 280 per menit. Jika turun Rp 204 per menit dengan mekanisme simetris, maka Telkomsel akan merugi senilai Rp 76 per menit.

Telkomsel secara resmi telah mengajukan surat keberatan terkait tarif baru interkoneksi yang ditetapkan Kemenkominfo tersebut.

Di lain sisi, XL Axiata, Hutchison 3 (Tri), Smartfren, dan Indosat tak keberatan dengan mekanisme penghitungan pemerintah yang menggunakan sistem simetris. Mereka satu suara bahwa keputusan Menkominfo sudah lebih baik dari ketetapan interkoneksi sebelumnya meski belum sesuai ekspektasi.

"Kami sebenarnya berharap tarif interkoneksi bisa lebih turun di angka Rp 65. Tapi upaya pemerintah menurunkan ke angka Rp 204 sangat kami apresiasi," kata Direktur Utama XL Axiata Dian Siswarini, di sela-sela rapat.

Hutchison 3 dan Smartfren pun seiya sekata. Keduanya percaya Kemenkominfo sudah melakukan penghitungan yang adil berdasarkan 17 kali pertemuan formal dengan semua operator.

Di samping itu, CEO sekaligus Presiden Direktur Indosat Ooredoo tak sependapat dengan penghitungan asimetris versi Telkomsel. Ia mengatakan terminologi asimetris di dunia global seharusnya membuat operator dominan mengalah dengan operator kecil.

"Asimetris di global pada dasarnya menjaga iklim kompetisi agar yang dominan dan kecil tak terlalu jauh gap-nya. Kalau di sini pengertian asimetrisnya beda," kata Alex saat ditemui KompasTekno usai RDP, Kamis petang.

Anggota Komisi 1 DPR dari Fraksi PAN, Budi Youyastri menganalogikan penghitungan interkoneksi sebagai ajang "rebutan kue" antar-operator. Dalam hal ini, Telkomsel punya kue paling besar dengan bantuan backbone dari Telkom.

Sementara itu, operator lain cuma mendapat kue secuil dan ingin merebut porsi berlebih Telkomsel. Alih-alih memandang polemik ini dari segi bisnis, Budi justru mengutamakan dampaknya bagi rakyat.

"Kalau interkoneksi turun, operator kecil harus turunkan tarif retail dan bangun jaringan di pelosok. Kalau Telkomsel merasa rugi, Kemenkominfo lebih baik membeli semua infrastruktur Telkomsel. Supaya semua kembali sama," ia menuturkan.

Biaya interkoneksi sendiri merupakan salah satu komponen yang menjadi dasar tarif ritel yang dikenakan pada pelanggan. Selain interkoneksi masih ada unsur lain, seperti margin keuntungan yang diharapkan operator dan biaya promosi.

Kemarin, Komisi 1 DPR RI sudah memanggil Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara untuk membahas pro kontra interkoneksi. Divisi legislatif tersebut meminta Rudiantara tak buru-buru menetapkan tarif karena harus disepakati semua operator. (Baca: Soal Interkoneksi, Menkominfo Tak Bisa Ikuti Kemauan Semua Operator)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com