Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Swedia Atasi Konflik "Startup" dengan Perusahaan Tradisional

Kompas.com - 06/09/2016, 16:48 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri teknologi menjadi salah satu penggerak ekonomi di Swedia sejak 2005 lalu. Pada tahun itu, Skype tercatat sebagai startup unicorn pertama yang dicetak Swedia, kemudian disusul Spotify, King, Mojang, dan Klarna. Ibukota Swedia, Stockholm, bahkan dijuluki sebagai Silicon Valley-nya Eropa.

Julukan unicorn sendiri diberikan kepada startup yang memiliki nilai valuasi minimal 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 13 triliun. 

Menurut Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Johanna Brismar Skoog, Indonesia punya potensi yang sama besar untuk mengembangkan industri teknologi, lebih spesifiknya startup. Kemunculan Go-Jek, Tokopedia, dan Bukalapak, dinilai sebagai awal yang baik.

Meski demikian, Johanna tak menampik transformasi digital membawa tantangan bagi pemerintah. Salah satunya dalam menjembatani kemunculan startup dengan industri tradisional yang telah mapan.

"Selalu ada konflik, di Swedia pun seperti itu. Tapi apapun yang terjadi tak ada yang bisa menghentikan perkembangan teknologi," kata dia di sela-sela acara "Indonesian-Swedish Digital Forum 2016" di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (6/9/2016).

Cara mengatasi konflik

Johanna mengatakan hal yang paling krusial untuk mengatasi konflik adalah regulasi yang tegas dan sistem keamanan yang memadai. Selain itu, pemerintah juga perlu sering-sering berdiskusi dengan pelaku startup dan perusahaan konvensional.

Di Swedia, kata dia, pemerintah sudah lebih awal menyadari urgensi pengembangan teknologi. Karena itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan secara penuh mendukung ekosistem startup dan transformasi digital.

"Semua pihak harus berkolaborasi. Para sopir taksi tak mungkin selamanya jadi sopir taksi. Era berubah, industri juga selalu berevolusi. Makanya edukasi teknologi sangat penting," ia menuturkan.

Johanna sesumbar transformasi digital di Swedia tak cuma diarahkan di sektor bisnis. Sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan juga mengimplementasikan inovasi teknologi. Hal tersebut diyakini mampu menyosialisasikan secara otomatis tentang pentingnya penerapan teknologi bagi masa depan.

Dalam perjalanannya di Indonesia, kemunculan startup yang menumpas kemapanan alias "disruptive" menghadapi halangan. Misalnya Go-Jek yang beberapa kali bersitegang dengan para pengemudi ojek tradisional.

Go-Jek menyediakan layanan ojek on-demand berbasis aplikasi untuk mengatasi masalah kemacetan dan kesulitan mendapat ojek di daerah tertentu. Inisiatif itu dianggap sebagian ojek tradisional sebagai perampasan pasar.

Aturan konkrit soal operasi layanan transportasi baru yang disebut ride-sharing ini sedang digodok oleh pemerintah sejak awal tahun ini. Selain Go-Jek yang merupakan startup lokal, aturan itu juga bakal mengikat Grab, Uber, dan layanan serupa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com