Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pramoedya Ananta Toer Jadi Google Doodle Hari ini?

Kompas.com - 06/02/2017, 03:14 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

KOMPAS.com - Bila membuka laman mesin pencari Google hari ini, Senin (6/2/2017), Anda akan menemukan ilustrasi seorang pria berambut putih, berkacamata, dan berkaus. Pria itu digambarkan sedang mengetik di mesin tik manual.

Pria itu adalah Pramoedya Ananta Toer yang dilahirkan pada hari ini pada tahun 1925 silam. Ya, Google Doodle hari ini membuat sebuah perayaan ulang tahun ke-92 baginya. Meski, sastrawan ini telah tutup usia akibat komplikasi diabetes serta penyakit jantung pada 31 April 2006 lalu.

Semasa hidupnya, Pram, demikian dia disapa, menulis berbagai novel, cerita, jurnal, dan kronik sejarah. Dia kerap mengkritik pemerintah melalui karya-karyanya, sehingga kerap bersinggungan dengan penguasa di masanya.

Pemerintah Belanda, di masa masih menjajah Indonesia, pernah memenjarakan Pram. Rezim Soekarno pun tak akur dengan Pramoedya Ananta Toer. Begitu pula rezim Soeharto yang menyensor berbagai tulisannya, menudingnya sebagai komunis, hingga memenjarakannya di Pulau Buru selama 30 tahun.

Di antara banyak karya tulis Pramoedya, satu yang paling terkenal, bahkan hingga ke mancanegara, adalah Tetralogi Buru.

KOMPAS/JOHNNY TG Pramoedya Ananta Toer.

Tetralogi Buru sendiri merupakan novel yang terdiri dari empat judul, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Ceritanya berkutat pada kehidupan Minke, nama lain dari Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, yang dianggap sebagai tokoh pers dan kebangkitan nasional Indonesia.

Proses penulisannya menyisakan sebuah cerita yang menarik. Pasalnya, Pram menulis Tetralogi Buru semasa dia ditahan dan diasingkan di Pulau Buru, Maluku. Bahkan, kala itu Pram sama sekali tidak diberi akses untuk mendapatkan pena, kertas atau alat tulis lain.

Semasa pembatasan akses tersebut, Pram menceritakan garis besar naskah Tetralogi Buru secara lisan pada kawan-kawannya sesama tahanan. Detil-detil Tetralogi Buru baru ditulis oleh Pram saat dia diperbolehkan menulis di tahanan dan mendapatkan akses alat tulis. Saa itu, Pramoedya merupakan satu-satunya tahanan yang mendapat pinjaman mesin tulis.

Pada 1979, Pramoedya Ananta Toer dibebaskan dari tahanan dan dinyatakan tidak bersalah serta tidak terlibat Gerakan 30 September (G-30-S/PKI). Meski bebas, naskah Tetralogi Buru tidak dengan mudah ikut bebas keluar dari Pulau Buru. Pasalnya setiap tahanan yang dipulangkan selalu mengalami penggeledahan.

Naskah tersebut berhasil sampai ke Jakarta dengan selamat atas bantuan kawan-kawan Pram di tahanan. Mereka membantu menyelundupkan dan menyembunyikan naskah tersebut agar terhindar dari penggeledahan tersebut.

Hingga saat ini, empat judul dari Tetralogi Buru itu seluruhnya masih beredar dan bisa dibaca. Begitu juga beberapa karya lainnya, seperti Arok Dedes, Mangir, Bukan Pasar Malam, dan Gadis Pantai.

Baca: Siapa Samaun Samadikun yang Terpilih Jadi Google Doodle?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com