BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Panasonic

Salah Paham Melulu? Belajarlah Lagi dari "Toy Story 4"...

Kompas.com - 05/06/2017, 12:38 WIB
Dimas Wahyu

Penulis

KOMPAS.com - Lima tahun terakhir, Angelina putus bicara dengan temannya. Padahal, keduanya sudah seperti saudara sejak balita.

Mereka kini sama-sama memasuki usia 40 tahun. Itu membuat perasaan Angelina hancur, sampai akhirnya ia tahu alasan sang sahabat tidak mau lagi bicara dengannya.

Angelina diberi tahu orang lain bahwa ia tidak menemani sang sahabat saat suaminya terdiagnosis kanker. Sang sahabat sempat mengontak via e-mail ke Angelina, tetapi rupanya tidak sampai.

Bahasan tanya jawab dalam "How Can a Misunderstanding Lill a Longtime Friendship?" di Psychologytoday.com tersebut menggambarkan betapa salah paham bisa memutus persahabatan puluhan tahun. Salah paham bahkan terjadi hanya karena cara pandang.

"Coba minta rekan Anda mendeskripsikan diri Anda dan buat daftar. Kesamaan antara pendapat mereka dan Anda paling hanya 0,2-0,5. Artinya, cara pandang orang ke Anda, dan apa yang Anda pikirkan tentang diri Anda bisa beda jauh," demikian alasan mengapa manusia kerap salah paham menurut Heidi Grant Halvorson, ahli psikologi sosial di Columbia Business School, dalam artikel "Mixed Signals Why People Misunderstand Each Other" di The Atlantic.com.

Uniknya, meski terus dipelajari dan diantisipasi, salah paham pun terus terjadi dan menjadi faktor dalam kehidupan. Tidak heran, persoalan salah paham karena tiap-tiap manusia bersifat unik membuat film animasi Toy Story terasa lebih hidup meski muncul terus dari generasi ke generasi sejak 1995.

"Kami mulai memopulerkan film ini dengan mengontraskan tipe-tipe karakter, dan kami melihat diri kami pada karakter-karakter ini," kata sutradara Toy Story 1 dan 2, John Lasseter, pada artikel “How 'Toy Story' Changed the Face of Animation, Taking Off 'Like an Explosion'” di LA Times.com.

Toy Story 1 meraih Academy Award for Special Achievement. Film itu mengetengahkan tokoh mainan koboi bernama Woody yang iri dengan kehadiran mainan baru berupa penjaga luar angkasa bernama Buzz Lightyear.

Rasa iri itu awalnya hanya diungkapkan dengan keinginan menunjukkan kegagalan Buzz, tetapi jadi fatal karena Buzz tanpa sengaja terbuang ke luar rumah dan teman-teman lain berprasangka buruk kepada Woody.

Kisah salah paham ini berbuah 362 juta dollar AS dan diacungi jempol karena menjadi film tiga dimensi panjang pertama dengan pengerjaan 4-13 jam di tiap satu adegannya.

Angka 362 juta dollar AS itu menjadi bukti bagaimana masalah salah paham dan penyelesaiannya dibalut animasi kemudian menarik hati anak-anak dan penonton dewasa.

monkeybusinessimages Nonton televisi

Ekspresi tokoh-tokoh juga latar adegan tampil dengan dramatis pada era ketika TV plasma beredar, perangkat tontonan yang cenderung mahal tetapi sudah menyajikan sisi hitam pada gambar secara alamiah sehingga lebih hangat, tidak melelahkan mata, dan tetap detail.

Ekspresi kian terasa

Empat tahun kemudian atau tepatnya pada 1999, Toy Story 2 muncul ketika banyak orang sudah bisa menikmati TV LCD atau liquid crystal display karena harganya terjangkau.

Toy Story 2 berkisah tentang Woody, si koboi yang tak sengaja masuk meja jual barang bekas ibu dari Andy, pemilik Woody, dan berujung pada kisahnya sebagai mainan yang ternyata diincar karena bernilai tinggi sehingga ia pun sedikit pongah.

Woody juga terhasut tokoh mainan The Prospector yang ternyata berniat jahat, di samping ada pula kisah drama temannya, Jessie, sebagai mainan yang ditinggalkan untuk donasi karena pemiliknya beranjak dewasa, seperti juga kekhawatiran Woody terhadap Andy.

"Manusia punya dua sistem berpikir. Yang pertama penilaian cepat, sedangkan yang kedua pikiran panjang untuk mengoreksi penilaian sistem pikiran pertama," ujar peraih Nobel, Daniel Kahneman, dalam buku Thinking Fast and Slow, seperti dikutip The Atlantic.com.

Tidak heran, Woody berpikir layaknya manusia secara empiris bahwa ia sempat memilih ajakan tersebut karena kelak pun akan dibuang Andy.

Drama ini pun terbangun dramatis karena Bill Cone dan Jim Pearson dari Studio Pixar yang membuat Toy Story menggarap 18 set dengan 1.200 paket model, terdiri dari properti, gedung, dan lainnya sehingga menarik saat tayang di TV LCD pada masa itu, sekalipun gambarnya tidak sehangat tampilan TV plasma.

"Gambar dalam film ini punya desain yang lebih mendalam dengan banyak sekali tekstur sehingga masih memberikan kejutan bagi para penoton Toy Story," ujar Thomas Schumacher, Presiden dari Walt Disney Feature Animation, kepada Pixartalk.com.

Kesalahpahaman juga menjadi akar cerita Toy Story 3 (2010) ketika teman-teman mainan Buzz Lightyear dan Woody dimasukkan ke kantong untuk disimpan di loteng karena Andy akan kuliah, tetapi malah dikira kantong sampah dan dibuang.

Woody, yang tahu kesalahpahaman ini, coba menerangkannya. Namun, hal itu malah membawa cerita baru ketika mereka menjadi mainan di tempat penitipan anak.

Gambar-gambar dari petualangan menjernihkan kesalahpahaman itu menjadi kian dramatis karena detail dalam film lebih tinggi lagi dibandingkan Toy Story 2.

"Sebenarnya sulit sekali saat mengkreasikan adegan dengan benda-benda bersifat organik (untuk mengekspresikan bentuk yang kotor dan membangun drama dalam film), seperti saat di truk sampah, di jalur pengolahan sampah, dan sampah-sampah itu terpotong menjadi bagian kecil," kata Darla Anderson, produser film Toy Story 3 dalam "The Groundbreaking Tech of Toy Story 3" di Cnet.com.

Detail-detail itu ditampilkan lebih menarik sebab ditonton pada TV LED atau light emiting diode yang beredar luas pada masa itu. Aksi di tempat sampah dalam adegan di film tersebut sebenarnya gelap tetapi tetap jelas didukung backlight dari LED yang menghasilkan gambar dengan keterangan dan kekontrasan lebih baik serta tingkat kehitaman lebih dalam dibanding LCD.

Cerita dalam Toy Story 3 yang ramai warna karena berlatar taman bermain anak-anak atau lebih suram juga kian terasa pada era TV OLED atau organic light-emitting diode, generasi pasca-LED.

Ini adalah TV sejenis LED yang lapisan bercahayanya terbuat dari semacam senyawa organik (karbon) dan akan memancarkan cahaya bila dialiri listrik sehingga tak heran TV ini bisa dibuat setipis mungkin.

Menunggu Toy Story 4

Salah paham yang diselesaikan di dalam kisah-kisah Toy Story menjadi semacam ruang belajar untuk anak, sekaligus menjadi ruang introspeksi bagi orang-orang dewasa yang menontonnya.

Kisahnya selalu ditingkahi dengan perbaikan hubungan karena tokoh-tokoh mainan di dalamnya adalah teman lama yang ibarat saudara. Sekalipun salah paham, mereka selalu mendengar hati kecil untuk berusaha berbaikan, sekalipun semuanya terpeleset dalam drama panjang yang justru menguatkan kekerabatan.

"Teman lama bukanlah orang yang cuma tahu identitas Anda, tetapi benar-benar tahu Anda. Berbagi cerita panjang soal hidup membuat komunikasi menjadi lebih mudah. Mereka bisa paham latar belakang, bahkan mungkin jadi saksi momen-momen dalam latar belakang kehidupan satu sama lain," ujar psikolog Irene Levine dalam "5 Secrets Of People With Lifelong Friends" di Huffingtonpost.com.

Thinkstockphotos Ilustrasi

Dalam Toy Story, persahabatan yang pada akhirnya memulihkan kesalahpahaman mengalir mulus berkat animasi dan cerita yang berkembang dari era ke era, dan bagaimana akhirnya semua bisa disaksikan melalui TV dengan perkembangan zamannya karena teknologinya membangun drama yang menguatkan cerita.

Toy Story 4 menurut sutradaranya, John Lasseter, sedang dalam pengerjaan, seperti dituturkannya kepada LA Times.com.

Cerita baru, kesalahpahaman baru yang memicunya, juga adegan yang dibangun dari ide dan kualitas gambar dari teknologi termutakhir pasti jadi menu utama yang akan disuguhkan.

Drama dan aksi Woody, Buzz, serta lainnya dalam Toy Story 4 pun akan lebih detail lagi, lebih akurat lagi, dan natural pada TV era baru setelah LED dan OLED, yakni Hexachroma. TV buatan Panasonic ini memodifikasi warna cyan, magenta, yellow, dan key (hitam) atau disingkat CMYK sehingga bukan lagi menghasilkan 4 warna melainkan 6 unsur warna di samping penguatan pada sistem manajemen warna 3D.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com