Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Dewi Sartika Berubah Jadi Dewi Persik di Google Maps?

Kompas.com - 08/08/2017, 06:59 WIB
Oik Yusuf

Penulis

KOMPAS.com - Awal pekan ini, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mencak-mencak. Nama salah satu jalan di daerahnya diubah dari Jl. Dewi Sartika menjadi Jl. Dewi Persik di aplikasi peta Google Maps.

"Itu ada yang usil sehingga jadi Jalan Dewi Persik," gerutu Effendi ketika ditemui Kompas.com di Alun-alun Kota Bekasi, Senin (7/8/2017). Pemkot Bekasi pun melayangkan keluhan ke Google selaku pemilik layanan Maps.

Ketika coba dicari oleh KompasTekno lewat Google Maps, nama jalan yang bersangkutan memang terlihat berubah menjadi Jl. Dewi Persik yang dikenal publik sebagai sosok pedangdut, alih-alih pahlawan nasional Dewi Sartika.

Baca: Jalan Dewi Sartika Bekasi Berubah Jadi Jalan Dewi Persik di Google Maps

Perubahan sudah terjadi semenjak setidaknya hari Sabtu (5/8/2017) pekan lalu, saat laporan tentang nama jalan terkait diterima oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Bekasi.

Kepala Diskominfo Bekasi Titi Masrifahati mencurigai ada hacker yang mengubah nama jalan tersebut. "Bisa jadi ada yang iseng. Tapi motifnya apa, saya belum tahu," kata dia sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Antara.

Tak perlu jadi hacker

Benarkah ada peretas yang mengganti nama jalan Dewi Sartika di Google Maps? Sebenarnya tak perlu jadi hacker untuk melakukan hal tersebut. Layanan pemetaan Google Maps antara lain menerapkan sistem crowdsourcing (menghimpun kontribusi dari pengguna) untuk membangun dan memperbarui basis data peta.

Baca: Semua Orang Bisa Jadi Editor untuk Google Maps

Google, misalnya, hingga awal tahun ini mengoperasikan tool online bernama Map Maker. Menggunakan aplikasi itu, pengguna bisa menambah dan menerapkan perubahan terhadap peta Google Maps. Aneka penambahan dan perubahan tadi kemudian akan dimoderasi sebelum mendapat persetujuan untuk diterapkan di Google Maps.

Map Maker pernah dipakai iseng oleh pengguna untuk membubuhkan gambar kurang senonoh ini di peta Google Maps pada 2015 silam. Kejadian ini sekaligus menandai rawannya fitur editing peta terhadap penyalahgunaan. Google Map Maker pernah dipakai iseng oleh pengguna untuk membubuhkan gambar kurang senonoh ini di peta Google Maps pada 2015 silam. Kejadian ini sekaligus menandai rawannya fitur editing peta terhadap penyalahgunaan.

Di sini terdapat potensi masalah karena tak semua masukan yang diberikan oleh para pengguna Google Maps itu benar adanya. Kadang ada saja yang memberikan informasi keliru, entah karena tidak sengaja atau sebab lain. Keberadaan celah tersebut juga diakui oleh Google.

"Data basemap kami, seperti nama tempat, nama jalan, dan lain-lain adalah kombinasi dari penyedia pihak ketiga, sumber data publik, dan kontribusi pengguna," sebut perwakilan Google Indonesia dalam pernyataan yang dilayangkan ke KompasTekno.

"Kami menyadari adanya kemungkinan untuk untuk munculnya inakurasi dari sumber-sumber ini. Kami memperbarui data kami secara reguler, namun waktu yang dibutuhkan bervariasi," lanjut Google.

Tahun lalu, nama Jalan Margonda di Google Maps sempat berubah menjadi Jalan Telaga Jambu Raya, sebelum dikembalikan menjadi Jalan Margonda. Oik Yusuf/ KOMPAS.com Tahun lalu, nama Jalan Margonda di Google Maps sempat berubah menjadi Jalan Telaga Jambu Raya, sebelum dikembalikan menjadi Jalan Margonda.
Salah satu contoh keisengan yang terkenal adalah kemunculan gambar logo robot Android sedang buang air kecil di atas logo Apple pada 2015 silam di Google Maps. Di Indonesia, kejadian perubahan nama jalan pun bukan kali ini saja terjadi.

Pada November tahun lalu, nama Jalan Margonda, Depok, di Google Maps pernah berubah menjadi Jalan Telaga Jambu Raya.

Google mengaku sudah mengetahui perihal perubahan nama jalan Dewi Sartika menjadi Dewi Persik kali ini dan sedang mengupayakan perbaikan.

 

 

 

Cara lapor kesalahan data di Google Maps

Map Maker sudah di-nonaktifkan pada Maret 2017. Meski demikian, pengguna Google Maps tetap bisa mengusulkan perbaikan apabila menemukan kesalahan informasi lewat mekanisme pelaporan yang bernama "Send Feedback".

Fitur "Send Feedback" ini bisa diakses lewat Google Maps versi desktop (lewat browser) maupun aplikasi Google Maps mobile. Caranya, klik tombol menu yang ditandai dengan tiga garis horizontal di sisi kiri atas layar, lalu pilih opsi "Send Feedback".

Akan muncul sebuah menu baru berisi sejumlah jenis laporan yang bisa dikirim. Untuk melaporkan kesalahan data nama jalan atau tempat, pilih opsi "Edit the map (fix wrong info about places or road)". Selanjutnya tinggal pilih ruas jalan atau tempat yang ingin dilaporkan.

Fitur editing/ pelaporan kesalahan informasi tentang jalanan di peta Google Maps. Selain jalanan, informasi tempat juga bisa diusulkan untuk diubah. Oik Yusuf/ KOMPAS.com Fitur editing/ pelaporan kesalahan informasi tentang jalanan di peta Google Maps. Selain jalanan, informasi tempat juga bisa diusulkan untuk diubah.

Pengguna bisa memilih apabila terdapat kesalahan nama/alamat sebuah jalan atau tempat, berikut menyampaikan saran perbaikan berupa nama/alamat yang benar. Ada juga opsi untuk melaporkan apabila ada kesalahan penggambaran, satu atau dua arah, atau penutupan jalan. 

E-mail dari Google yang menyatakan bahwa usulan perubahan nama jalan sudah diterima dan sedang dalam proses peninjauan sebelum diterapkan. Oik Yusuf/ KOMPAS.com E-mail dari Google yang menyatakan bahwa usulan perubahan nama jalan sudah diterima dan sedang dalam proses peninjauan sebelum diterapkan.
Google kemudian akan mengirim e-mail ke pelapor bahwa laporan sudah diterima dan dalam proses peninjauan sebelum diterapkan di Google Maps. Namun, tidak dijelaskan berapa lama persisnya proses peninjauan dimaksud dan seperti apa proses verifikasinya.

Kembali ke Jalan Dewi Persik, mungkin di sinilah sumber masalahnya. Boleh jadi ada pengguna yang mengusulkan "koreksi" nama Dewi Sartika menjadi Dewi Persik, kemudian usulan itu lolos dan dibubuhkan di peta.

Dari pantauan KompasTekno, Selasa (8/8/2017) pagi, nama jalan tersebut sudah kembali menjadi Jalan Dewi Sartika di kolom keterangan, tapi masih tertera sebagai Jalan Dewi Persik di label jalan di peta Google Maps.

Jadi "guide lokal"

Selain mekanisme pelaporan kesalahan tadi, Google Maps juga memanfaatkan crowdsourcing dengan mengajak para penggunanya agar bersama-sama melakukan proses verifikasi informasi di peta.

Fitur ini bisa diakses lewat opsi "Your Contributions" di menu Google Maps (tombol tiga garis di pojok kiri layar antarmuka Google Maps versi aplikasi dan browser). Sebuah menu baru akan terbuka dan berisi tiga tab, yakni "Contribute", "Reviews", "Photos", dan "Edits".

Sesuai namanya, di sini pengguna Google Maps dapat berkontribusi terhadap kekayaan dan akurasi informasi di Google dengan memberikan laporan kesalahan (Edits), foto-foto suatu lokasi (Photos), dan ulasan tentang sebuah tempat (Review), misalnya tentang kualitas sebuah restoran atau hotel.

Pengguna juga bisa berkontribusi dengan bantu memverifikasi informasi yang masih belum jelas tentang sejumlah tempat di Google Maps lewat opsi "Check the facts" di tab Contribute.

Di sini akan ditampilkan tempat-tempat di sekeliling pengguna yang informasinya perlu dicek lagi dalam hal tertentu. Pada contoh di atas, misalnya, Google masih belum yakin apakah tempat yang bersangkutan memang bernama "Gedung Iklan Kompas". Pengguna selaku warga lokal bisa menginformasikan keterangan tersebut benar atau salah.

Selain nama, ada banyak keterangan lain yang bisa bantu diverifikasi oleh pengguna, seperti misalnya jam buka untuk toko, nomor telepon, hingga ketersediaan akses untuk penyandang disabilitas.

Lewat menu Your Contributions, pengguna Google Maps bisa membantu komunitas (berpartisipasi dalam crowdsourcing) dengan memberikan review, foto, maupun memverifikasi informasi tentang beragam tempat (ditandai dengan tanda plus dalam lingkaran kecil di peta) yang masih perlu dipastikan kebenarannya.Oik Yusuf/ KOMPAS.com Lewat menu Your Contributions, pengguna Google Maps bisa membantu komunitas (berpartisipasi dalam crowdsourcing) dengan memberikan review, foto, maupun memverifikasi informasi tentang beragam tempat (ditandai dengan tanda plus dalam lingkaran kecil di peta) yang masih perlu dipastikan kebenarannya.

Check the facts bekerja dengan mekanisme crowdsourcing. Yang memberi keterangan awal adalah pengguna, kemudian yang memverifikasi keterangan tadi benar atau tidak adalah para pengguna lain.

Begitu jumlah voting yang masuk dinilai mencukupi untuk memastikan akurasi sebuah keterangan, maka keterangan tersebut akan ditampilkan di peta. Dengan begini, Google bisa memanfaatkan bantuan banyak orang untuk memeriksa informasi pada peta, meskipun tetap terdapat celah untuk kekeliruan.  

Google memberikan insentif lewat program “Local Guide” untuk para pengguna yang mau bersusah payah menulis review, mengunggah foto, dan memverifikasi keterangan.

Tiap kontribusi akan diganjar poin yang kemudian bisa ditukar dengan hadiah seperti langganan gratis Google Play Music dan kapasitas ekstra di layanan cloud storage Google Drive, apabila jumlah poinnya sudah mencapai target tertentu.

Baca: 8 Cara Memaksimalkan Google Maps untuk Keperluan Harian

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com