Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebar Hoaks Termasuk Melanggar Hukum di Malaysia, Bisa Dipenjara 6 Tahun

Kompas.com - 03/04/2018, 09:23 WIB
Yudha Pratomo,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

Sumber Reuters


KOMPAS.com - Pemerintah Malaysia mulai bertindak tegas menghadapi hoaks atau berita palsu/bohong. Mereka kini sudah memiliki "senjata" yang dapat menjebloskan para penyebar berita bohong ke dalam penjara.

Pekan lalu pemerintah Malaysia membuat Rancangan Undang-Undang yang mengatur hukuman pidana bagi yang orang terbukti menyebarkan berita palsu. Kemudian pada Senin (2/4/2018) kemarin, parlemen meloloskan RUU tersebut dan diperkirakan akan mulai berlaku pada minggu ini.

Undang-undang ini tidak hanya mengatur soal hukuman pidana bagi penyebar berita hoaks, tapi juga mengatur soal publikasi digital dan media sosial. Kendati demikian pemerintah Malaysia menjamin aturan ini tidak akan bertentangan dan memengaruhi kebebasan berpendapat.

"Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi publik dari kabar bohong, sembari terus mendukung kebebasan berpendapat, seperti yang telah diatur oleh konstitusi," kata Menteri Hukum Malaysia, Azalina Othman Said sebagaimana dikutip KompasTekno, Selasa (3/4/2018) dari Reuters.

Baca juga: Hoaks di Twitter Lebih Gampang Menyebar dari Klarifikasi, Mengapa?

Dalam praktiknya nanti, undang-undang ini dapat menjerat orang asing maupun lokal. Media yang menyebar berita palsu pun terancam pidana jika memang terbukti bersalah.  

Bagi mereka yang menerbitkan hoaks, pada mulanya akan dihukum 10 tahun penjara dan denda 500.000 Ringgit atau setara Rp 1,7 miliar. Namun setelah dibanjiri kritikan, hukuman penjara diturunkan menjadi 6 tahun.

Dalam undang-undang itu, kabar bohong diartikan sebagai "berita, informasi, data, dan laporan yang seluruhnya atau sebagian salah." Termasuk yang diatur dalam undang-undang ini adalah informasi dalam bentuk visual maupun rekaman suara.

Meski demikian, disahkannya undang-undang ini tetap memunculkan kontroversi dari berbagai pihak. Aturan ini dikhawatirkan akan membelenggu kebebasan berpendapat dan berpeluang disalahgunakan pemerintah untuk membungkam media serta aktivis.

Undang-undang ini juga ditakutkan akan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena bisa digunakan untuk mengkriminalisasi pendapat yang tak sejalan dengan pemerintah. Namun sebelum mulai diberlakukan, undang-undang ini juga butuh persetujuan dari kerajaan. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com