Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/04/2018, 13:01 WIB
Yudha Pratomo,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebanyak 1 jutaan data pribadi pengguna Indonesia dinyatakan bocor dan masuk dalam daftar yang dicuri oleh firma Cambridge Analityca. Angka ini membuat Indonesia berada di urutan ketiga negara yang paling banyak dicuri datanya dalam skandal ini.

Kendati boleh dibilang cukup besar, menurut pakar Digital Forensik, Ruby Alamsyah, bocornya 1 juta data pengguna Indonesia ini tidak memberi dampak yang begitu signifikan.

Pasalnya sebagian besar data yang dicuri oleh firma Cambridge Analityca tersebut digunakan untuk proses kampanye di Amerika Serikat, dan tak bersinggungan langsung dengan pengguna di Indonesia.

"Belum ada dampak besar, karena kita lihat tingkat security awareness di Indonesia ini masih rendah. Biasanya efek dari kejadian seperti ini baru terasa jika sudah mengarah ke tindakan kriminal," ujar Ruby saat dihubungi KompasTekno, Kamis (5/4/2018).

Pemerintah harus proaktif

Ia pun menerangkan, meski sampai saat ini belum ada laporan soal penyalahgunaan data pengguna Facebook dari Indonesia, pemerintah harus proaktif melakukan pencegahan, agar data-data ini tak dimanfaatkan lebih jauh oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Baca juga: Data 1 Juta Pengguna Facebook Indonesia Dicuri Cambridge Analytica

"Pemerintah melalui Kemenkominfo harus maju, minta penjelasan pada Facebook terkait kronologis dan lain-lain. Kemudian investigasi apakah data-data ini digunakan untuk tindakan kriminal atau tidak," lanjutnya.

Dari kejadian ini, Ruby juga kemudian menyoroti statement pemerintah kepada media asing yang menyatakan akan memblokir Facebook jika terbukti bersalah. Selain itu kejadian ini juga bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.

"Ada statement dari Kominfo yang menyatakan siap memblokir Facebook jika terbukti bersalah. Kita tunggu seperti apa realisasinya nanti. Toh, hal ini juga sudah diakui oleh Facebook," ungkap Ruby.  

Grafik negara dan jumlah pengguna Facebook yang mengalami kebocoran data ke Cambridge Analytica.Facebook Grafik negara dan jumlah pengguna Facebook yang mengalami kebocoran data ke Cambridge Analytica.

Peraturan belum kuat

Selama ini, Indonesia memang belum memiliki aturan baku dengan lingkup yang luas mengenai perlindungan data pribadi dalam sistem dan transaksi elektronik. Sejauh ini aturan soal perlindungan data pribadi baru tercantum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016.

Meski memang ada aturan tertulis, Peraturan Menteri ini dirasa belum cukup kuat untuk memberi perlindungan pada masyarakat, karena statusnya secara hukum memang tidak lebih kuat dari Undang-undang.

Maka dari itulah, Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) terus didorong agar bisa segera disahkan. Terlebih jika kejadian seperti ini terulang lagi di kemudian hari.

Baca juga: 3 Faktor yang Bikin UU Perlindungan Data Pribadi Belum Disahkan

Menanggapi masalah ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika pun mengatakan telah berkoordinasi dengan Polri sebagai antisipasi penegakan hukum.

“Penggunaan data yang tidak semestinya oleh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) bisa melanggar Peraturan Menteri (PM) Kominfo, tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) maupun Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada KompasTekno, Kamis (5/4/2018).

“Sanksinya bisa mulai dari sanksi administrasi, sanksi hukuman badan sampai 12 tahun, dan sanksi denda sampai Rp 12 miliar,” ia menambahkan.

Rudiantara sesumbar telah menelepon langsung pihak Facebook sejak 10 hari yang lalu. Ia meminta jaminan Facebook sebagai PSE untuk taat dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com