Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Damar Juniarto
Praktisi Demokrasi Digital

Executive Director SAFEnet, alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online, pendiri Forum Demokrasi Digital, dan penerima penghargaan YNW Marketeers Netizen Award 2018.

kolom

Menguak Perang Siber dalam Pilpres AS dan Cara Menghadapinya

Kompas.com - 22/10/2018, 09:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Apa yang membuat Kathleen terkenal adalah pendekatannya yang berbasis data untuk menjawab pertanyaan yang oleh banyak orang dianggap mustahil: benarkah Pilpres AS di tahun 2016 disusupi oleh kepentingan Rusia lewat serangan siber dan mobilisasi troll dan bot lewat media sosial?

Dalam buku baru ini, Kathleen bukan saja menjawab, tetapi ia mampu membeberkan cara kerja kampanye yang dijalankan oleh Rusia.

Kampanye Rusia

Menurut Kathleen, kampanye Rusia sangat menentukan karena tiga alasan utama. Pertama, rilis strategis dokumen yang dicuri melalui WikiLeaks, yang diperkuat oleh media AS, membantu Rusia memanipulasi siklus berita dengan cara yang mengurangi kepercayaan pada Hillary Clinton dan mengalihkan perhatian dari kesalahan Donald Trump.

Kedua, email palsu yang mengaku berasal dari Jaksa Agung Loretta Lynch, di mana ia berjanji untuk memalingkan diri dari kasus Hillary Clinton dalam penyelidikan ke server email pribadinya, memimpin Direktur FBI James Comey untuk menjadi nakal dan mengadakan konferensi pers dramatis yang menyebut tindakan Hillary Clinton “ceroboh". Email yang memicu konferensi pers itu tampaknya adalah bukti disinformasi yang dilakukan Rusia.

Ketiga, ada banyak masalah disinformasi di jejaring sosial yang banyak dibicarakan di sini.

Kathleen percaya bahwa dokumen pemodelan pemilih yang dicuri akan berguna bagi peretas Rusia karena mereka bekerja untuk menabur perpecahan di negara-negara medan perang utama.

Campur tangan Rusia sangat menentukan dalam menyebarkan postingan media sosial yang memecah belah warga.

Kathleen mengambil contoh akun troll yang diciptakan oleh Internet Research Agency (IRA) Rusia dari peternakan troll di St. Petersburg.

Analisa harian Wall Street Journal mengungkap bahwa akunTwitter buatan Rusia dengan follower sepuluh ribu dibuat pada akhir tahun 2015 saat kampanye presiden sedang gencar-gencarnya.

Bahkan sejak tanggal 21 Juli 2015, dua hari setelah Donald Trump resmi menjadi kandidat presiden dari Partai Republik, jumlah akun troll ini makin bertambah banyak.

Mempengaruhi pemilih

Bagaimana cara Rusia bekerja memengaruhi pemilih?

Ada 5 hal yang dilakukan oleh peretas dan mata-mata Rusia. Pertama, agenda setting dan framing. Tidak hanya mengintervensi laporan media dengan konten hasil peretasan dari Democrat National Committee/DNC, konten yang dibuat juga diarahkan untuk memunculkan sikap antipati pada Hillary Clinton.

Kedua, melebih-lebihkan bobot dari pesan yang sesungguhnya. Dengan informasi yang beredar di Wikileaks, Rusia menambah-nambahkan alasan lain untuk memperburuk Hillary Clinton.

Ketiga, mendorong penegakan hukum. Dengan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan sebelumnya, akun-akun troll dan bot ini meminta aparat penegak hukum untuk segera menangkap Hillary Clinton dan menggulirkan kampanye "Hillary4Prison".

Keempat, membuka pintu. Di tahap ini, akun troll dan bot Rusia makin intens bekerja mendekati hari pemilihan umum pada para pemilih yang teridentifikasi sebagai swing voters.

Kelima, mengubah suara swing voters di hari pemilihan sehingga terarah pada Donald Trump.

Klasifikasi pemodelan pemilih didapat dari apa yang dikerjakan oleh Cambridge Analytica dari basis data Facebook.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com