JAKARTA, KOMPAS.com - Selama empat tahun beroperasi di Indonesia, layanan video on demand, Netflix belum pernah membayar pajak. Hal itu membuat pemerintah harus mencari cara untuk mengejar pajak Netflix dan perusahaan over the top (OTT) lainnya.
Sebab, hingga saat ini, aturan pajak untuk perusahaan OTT belum ada di Indonesia. Padahal, proses pembuatan undang-undang bisa memakan waktu yang lama.
Bobby Rizaldi, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, pun mengusulkan agar presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menjadi jalan cepat menarik pajak Netflix dkk.
Baca juga: Sejak 2016, Netflix Belum Pernah Bayar Pajak di Indonesia
"Ada celah hukum di situ, kiranya berkenan, presiden bisa membuat Perpres," kata Bobby, dalam acara diskusi Media dan Publik bertajuk Polemik Netflix: Antara Bisnis, Regulasi, dan Norma Sosial yang berlangsung di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Apabila enggan menerbitkan Perpres, menurut Bobby, alternatif lain adalah menyisipkan aturan baru di lembaga publik, seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Selain untuk mempercepat penarikan pajak, Perpres juga bisa menjadi jembatan untuk mengakomodasi kementerian yang berbeda kepentingan soal Netflix. Sebelumnya, beberapa menteri memberikan sikap yang berbeda soal keberadaan Netflix.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, misalnya sempat mengkritik Netfilx agar memperbanyak konten lokal di platformnya.
Namun, sikap lebih ramah ditunjukan oleh Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan yang justru menggandeng Netflix, untuk membuat program pelatihan penulisan skenario film untuk sineas Indonesia. (Baca juga: Netflix Investasi Rp 14 Miliar untuk Pengembangan Sineas Indonesia)
Belum lagi Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang ingin memburu pajak dari Netflix dan perusahaan sejenisnya.
Baca juga: Indonesia Mengejar Pajak Netflix
"Perpres bisa menutup semuanya. Ini adalah celah hukum yang bisa dilakukan untuk bisa mengatur semua digital services," jelasnya.
Saat ini, pemerintah sedang menggodok Omnibus Law untuk bisa mengejar pajak Netflix. Melalui Omnibus Law ini, pemerintah akan memasukkan aturan pungutan PPN untuk perusahaan, barang, dan jasa dari luar negeri yang menjalankan usahanya di Indonesia.
Namun, Boby mengatakan, dalam Omnibus Law tersebut belum diatur soal konvergensi.
"Kalau item konvergensi belum dirumuskan di dalam Omnibus Law harus ditutup levelnya lebih cepat," ujar Bobby.
Baca juga: Pemerintah Kejar Pajak Google, Facebook, dan Netflix dengan Omnibus Law
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.