Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Satelit Satria Angkat Martabat 26,5 Juta Penduduk 3T

Kompas.com - 13/07/2021, 13:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Moch S Hendrowijono

Lebih tiga perempat abad Indonesia merdeka, dan memiliki jaringan GSM sejak 27 tahun lalu, masih ada 26,5 juta (nyaris 10 persen) dari 271 juta penduduk Indonesia yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi.

Padahal operator seluler selalu mengklaim bahwa mereka sudah melayani 92 persen – 95 persen populasi Indonesia.

Kenyataan ini yang akhirnya pada 2017 ITU (International Telecommunication Union) dalam ICT Development Index, memasukkan Indonesia pada urutan ke-111 berdekatan dengan Timor Leste dan Kamboja, di bawah Filipina dan Vietnam.

Ke-26,5 juta warga negara Indonesia yang kurang beruntung itu memang tinggal di daerah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), yang terbentang dari ujung ke ujung Tanah Air.

Tidak mudah mengejar ketertinggalan tadi, karena Indonesia terdiri dari lebih 17.000 pulau yang sebagiannya memang sulit dijangkau akibat berada di hutan lebat dan pegunungan yang sangat jauh dari pusat kota.

Ny Juinar, kepala sekolah di sebuah SMA di Sangihe, Sulawesi Utara kalau akan ke ibu kota propinsi, Manado, harus naik kapal lebih dari enam jam.

Di tempatnya mengajar memang ada fasilitas telekomunikasi yang dibangun BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika) namun ada murid yang tinggal di pulau lain yang tidak ada jaringan seluler.

Untuk murid yang tinggal di Sangihe dan punya ponsel pintar, pada masa pandemi ini belajar secara daring. Tetapi untuk murid di pulau lain, guru-gurulah yang harus naik perahu 6 jam bolak balik untuk mengajar mereka.

Contoh ini, membuat studi The Boston Consulting Group (BCG) tahun 2017 menyarankan BAKTI menggunakan tiga satelit untuk menghubungkan 150.000 titik di kawasan 3T tadi.

Mustahil menghubungkan titik-titik tadi dengan kabel, serat optik (FO) atau sinyal seluler karena terdiri dari 93.000 sekolah/madrasah, kantor desa-kecamatan sebanyak 47.900. Juga puskesmas dan rumah sakit sebanyak 3.700 buah, Polsek dan Pos TNI ada 3.900 dan kantor-kantor pemerintah lain sebanyak 600, semuanya di daerah terpencil.

Sebagian dari 83.218 desa di Indonesia, menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), ada 20.341 desa berada di wilayah 3T dan 9.113 desa di antaranya belum terjangkau layanan seluler generasi keempat (4G).

Kapasitas internet di desa-desa yang sudah terliput 4G pun, lewat VSAT (very small aperture terminal) baru sekadar 2 Mbps, beda dengan perkotaan yang kini sedikitnya 50 Mbps.

Berdasarkan saran BCG, pemerintah (BAKTI Kominfo) dengan skema KPBU (kerja sama pemerintah dengan badan usaha) kemudian membangun satelit multifungsi berteknologi HTS (high throughput satellite – satelit berkapasitas tinggi).

Satelit yang dinamai Satria 1 (Satelit Republik Indonesia) ini berkapasitas 150 Gbps (gigabyte per second/detik), kapasitas tertinggi satelit serupa di Asia Tenggara, yang kini sedang dibangun di pabrik dan akan diluncurkan tahun 2023 dari Florida, Amerika Serikat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com