Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Cara "Matahari Buatan" China Bekerja?

Kompas.com - 06/01/2022, 19:02 WIB
Bill Clinten,
Reska K. Nistanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - China kembali menguji coba "matahari buatan" mereka yang bernama Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) awal tahun ini.

Dalam uji coba terkini, para peneliti mengeklaim bahwa matahari buatan mereka kini mampu memancarkan panas selama 1.056 detik (sekitar 17 menit), di suhu sekitar 70 juta derajat Celcius.

Sekadar informasi, inti Matahari asli yang menyinari Bumi sendiri, berdasarkan data Space.com, memiliki suhu sekitar 15 juta derajat Celcius.

Artinya, suhu "matahari buatan" China pada saat uji coba terbaru itu bisa nyaris lima kali lipat lebih panas dari Matahari asli.

Baca juga: Cara Melindungi Mata Saat Menyaksikan Gerhana Matahari

Sebelumnya, pada Mei 2021, EAST menghasilkan suhu 120 juta derajat Celsius selama 101 detik. Kemudian pada Juni 2021, EAST kembali diuji dan menghasilkan suhu 160 juta derajat Celcius, atau sepuluh kali lebih panas dari Matahari.

Lantas, bagaimana cara China membuat "matahari buatan?" Teknologi apa yang digunakan untuk membuat matahari buatan itu?

Cara matahari buatan China bekerja

Perangkat EAST yang bisa meniru cara kerja matahari dan menghasilkan energi panas.ChinaDaily Perangkat EAST yang bisa meniru cara kerja matahari dan menghasilkan energi panas.

Sekadar informasi, EAST dibuat China untuk menghadirkan sumber energi tak terbatas demi masa depan manusia. Sejumlah eksperimen matahari buatan ini dilakukan di ibu kota Provinsi Anhui, Hefei, wilayah timur China.

Nah, untuk menghasilkan energi panas hingga puluhan juta Celcius tadi, EAST meniru sistem penggabungan atau fusi nuklir (nuclear fusion) matahari, menggunakan medan magnet dan bahan kimia yang ada di dalam hidrogen (air), berupa deuterium.  

Baca juga: Kapal Selam Nuklir AS Dikendalikan Pakai Stick Xbox

Berbagai bahan kimia yang berada di dalam deuterium digabungkan dan dipanaskan sedemikian rupa, untuk menghasilkan energi plasma. 

Berkat medan magnet yang ada di dalam EAST, energi plasma tersebut akan menghasilkan partikel-partikel panas lainnya dengan jumlah yang cukup banyak, memungkinkan energi panas yang dihasilkan akan terus meningkat hingga jutaan derajat Celcius.

Kenapa tidak pakai bahan bakar fosil?

Lantas, mengapa EAST tidak menggunakan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi panas?

Hal itu disebabkan karena ketersediaan sumber daya alam tersebut, di mana sebagian besar bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, hingga gas alam jumlahnya memang terbatas, dan bakal habis seiring berjalannya waktu.

Baca juga: Ini Pesawat Pertama yang Terbang dengan Bahan Bakar Limbah Kayu

Di sisi lain, deuterium sendiri disebut tersedia secara luas dalam hidrogen atau air di laut, dan konon jumlahnya tidak bakal habis.

Dengan begitu penggunaan deuterium memungkinkan EAST menjadi alternatif energi panas ideal yang tak terbatas bagi manusia di masa depan, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari ChinaDaily.com, Kamis (6/1/2022).

Saat ini, EAST sendiri belum digunakan secara komersil dan masih dalam tahap uji coba oleh para peneliti China, dengan target perangkat tersebut bisa menyala lebih lama dengan suhu yang cukup tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com