Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Fenomena Crypto Winter dan Dampaknya, Kapan Akan Berakhir?

Kompas.com - 20/06/2022, 16:15 WIB
Zulfikar Hardiansyah

Penulis

KOMPAS.com - Di dunia mata uang kripto atau cryptocurrency kini tengah terjadi fenomena yang disebut dengan “Crypto Winter”. Fenomena ini ditengarai dapat berdampak buruk bagi ekosistem industri mata uang kripto.

Lantas, apa itu Crypto Winter? Untuk lebih lengkapnya, simak ulasan KompasTekno berikut ini mengenai Crypto Winter dan dampaknya bagi industri.

Baca juga: Bill Gates Sebut NFT dan Kripto sebagai Greater Fool Theory, Apa Maksudnya?

Apa itu Crypto Winter dan bagaimana bisa terjadi?

Crypto Winter adalah penyebutan untuk fenomena jatuhnya harga atau nilai mata uang kripto di pasar secara drastis dan berkepanjangan. Perlu diketahui, beberapa mata uang kripto yang cukup dominan di pasar, kini harganya tengah anjlok.

Misalnya, seperti harga pada Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH). Berdasar pantauan KompasTekno di situs Coin Market Cap, pada Senin (20/6/2022) sekitar pukul 12.30 WIB, harga BTC anjlok sebesar 53,73 persen sejak tiga bulan terakhir.

Kini, harga 1 koin BTC setara dengan Rp 294.795.498. Sementara itu, harga ETH juga turun drastis sebesar 64,71 persen sejak tiga bulan terakhir. Nilai 1 ETH kini setara dengan Rp 15.851.613.

Fenomena merosotnya nilai mata uang kripto ini bukanlah yang pertama kali terjadi di pasar. Istilah Crypto Winter sendiri sudah dipakai sejak awal 2018, untuk menandai merosotnya nilai Bitcoin di pasar lebih dari 80 persen.

Pada 2017, Bitcoin pernah mencapai level harga tertingginya di angka hampir 19.500 dollar AS (Rp 289 juta bila menggunakan kurs saat ini). Memasuki 2018, harga bitcoin anjlok jadi sekitar 3.300 dollar AS (Rp 48 juta).

Crypto Winter di masa itu berlangsung mulai Januari 2018 hingga Desember 2020. Setelah itu, harga mata uang kripto berangsur pulih. Puncaknya di November 2021, harga 1 koin Bitcoin sempat berada di level 68.990 dollar AS (Rp 1 miliar).

Namun, menguatnya nilai mata uang kripto itu tak berlangsung lama. Nilai beberapa mata uang kripto, termasuk Bitcoin dan Ethereum, terus mengalami kemerosotan hingga 70 persen, sejak tujuh bulan terakhir dari November 2021.

Fenomena merosotnya nilai mata uang kripto selama berbulan-bulan itulah yang kemudian diindikasikan pula sebagai Crypto Winters, mirip seperti yang terjadi pada tahun 2018.

Spekulasi bakal terjadinya Crypto Winter jilid dua sebenarnya telah muncul sejak beberapa bulan yang lalu. Dikutip dari laman Forbes, Crypto Winter umumnya diakibatkan ketika terdapat aksi penjualan besar-besaran mata uang kripto dari harga tertinggi.

Selain itu, merosotnya harga mata uang kripto juga timbul akibat sentimen negatif dari pasar. Sentimen negatif itu muncul dari beberapa fenomena, misalnya seperti merosotnya nilai mata uang kripto LUNA lebih dari 90 persen dalam sebulan terakhir pada Mei lalu.

Kemudian, sentimen negatif atas pasar mata uang kripto juga disebabkan karena adanya aksi penangguhan atau pembekuan transaksi kripto dari platform perbankan cryptocurrency Celcius Network.

Aksi itu menyebabkan pengguna tidak dapat menarik mata uang kripto yang disimpan pada Celcius Network. Pembekuan ini dikatakan Celcius Network bertujuan untuk menstabilkan daya tukar kripto (likuiditas) dan operasinya.

Bersamaan dengan pengumuman pembekuan transaksi itu, harga mata uang kripto buatan Celcius Network (CEL) sendiri juga tengah anjlok hingga lebih dari 90 persen dalam satu tahun terakhir.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com