KOMPAS.com - Twitter resmi melayangkan gugatan kepada Elon Musk melalui Pengadilan Delaware pada Selasa (12/7/2022) waktu Amerika Serikat.
Orang terkaya di dunia versi Forbes tersebut digugat karena menolak untuk "menghormati kewajibannya" berdasarkan perjanjian akuisisi dengan Twitter.
Melalui gugatan ini, Twitter juga berusaha membuat Elon Musk menyelesaikan kesepakatan pembelian jejaring sosial berlogo burung, senilai 44 miliar dollar AS atau sekitar Rp 652,6 triliun (kurs Rp 14.833).
"Twitter melakukan tindakan ini untuk mencegah Musk dari pelanggaran lebih lanjut, untuk memaksa Musk memenuhi kewajiban hukumnya, dan untuk memaksa penyelesaian merger setelah memenuhi beberapa kondisi yang belum terselesaikan," tulis Twitter dalam gugatan yang diajukan di Pengadilan Delaware.
Baca juga: Elon Musk Batal Beli Twitter
Dalam sebuah twit, ketua dewan direksi Twitter, Bret Taylor, menegaskan bahwa gugatan tersebut diajukan untuk meminta pertanggungjawaban Elon Musk atas kewajiban kontraktualnya atas akuisisi Twitter.
Tak lama setelah Twitter mengajukan gugatan, Elon Musk menanggapinya dengan sebuah tweet yang berbunyi, "Oh, ironi lol (mengakak)".
Setelah ditawar untuk dibeli oleh Elon Musk pada April, harga saham Twitter cenderung anjlok pada Mei hingga Juli ini. Harga saham Twitter turun dari 44,48-50,98 dollar AS pada April ke level 35-40 dollar AS pada Juli.
Dalam gugatannya, Twitter menuduh Elon Musk berusaha membatalkan kesepakatan akuisisi setelah harga saham Twitter anjlok.
Untuk membatalkannya, Musk perlu memenuhi klausa bahwa Twitter menyebabkan "dampak merugikan secara material" atau Twitter telah melakukan pelanggaran kesepakatan.
Nah, dalam gugatan yang diajukan Twitter, Elon Musk disinyalir menggunakan jumlah akun spam dan bot sebagai dalih pembatalan akuisisi Twitter.
Baca juga: 4 Alasan Elon Musk Batal Beli Twitter Rp 652 Triliun
Mulanya, Twitter mengeklaim bahwa total akun bot dan spam yang beredar di platformnya hanya 5 persen dari total 226 juta pengguna aktif harian yang dapat dimonetisasi (monetizable daily active user/mDAU).
Namun, Musk meragukan data tersebut dan memprediksi total akun bot dan spam yang beredar 20 persen dari total pengguna, alias lima kali lebih banyak dari klaim Twitter. Sebab itulah, Musk meminta Twitter membuktikan klaimnya.
Musk mengancam akan membatalkan proses akuisisi Twitter karena Twitter belum juga memberikan data sesuai permintaan Musk.
Hingga Juli, Twitter tidak memberikan data yang diminta Musk. Kubu Musk pun menyimpulkan jumlah akun spam dan bot Twitter tidak dapat diverifikasi.