Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menuju Transparansi Sertifikasi Tanah

Kompas.com - 19/02/2009, 14:45 WIB

Masih ingat kasus sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat beberapa tahun silam (1999)? Ketika itu ramai diberitakan perebutan tanah seluas 44 hektar antara PT Portanigra dan para warga yang sudah memiliki sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Sampai sekarang pun kasus tersebut belum tuntas. Mengerikan bukan?

Andai saja ada transparansi data dan sertifikasi tanah bagi masyarakat, pasti kasus seperti itu bisa dicegah atau dikurangi. Sebab masyarakat bisa mengecek status sebidang tanah dengan mudah dan cepat sebelum memutuskan untuk membelinya. Peluang adanya duplikasi sertifikat tanah pun dapat ditekan. Transparansi seperti inilah yang mulai diupayakan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional).

Tinggal Klik Web
Nantinya jika ingin tahu status tanah yang sudah Anda beli, Anda tidak perlu repot-repot lagi datang ke kantor BPN. Tinggal klik saja http://map.bpn.go.id yang sekarang masih merupakan prototipe, maka peta online akan terpampang di depan Anda. Informasi yang dapat diakses adalah informasi umum, seperti bidang tanah, titik-titik GPS (global positioning system), peta-peta BPN, transaksi tanah, dan foto udara.

Anda tinggal memilih apa yang ingin diketahui. Sebaran transaksi jual beli tanah—tanggal, nilai, luas tanah, nilai pajak—di wilayah tertentu pada kurun waktu tertentu misalnya. Atau wilayah administrasi yang meliputi propinsi, kabupaten, dan kecamatan. Tidak perlu bayar, alias gratis.

Untuk mencari transaksi pertanahan misalnya, pertama-tama pilih propinsi, misalnya DKI Jakarta, kemudian pilih kabupaten (misalnya Jakarta Pusat). Selanjutnya tinggal ikuti petunjuk yang ada. Enak dan cepat bukan? Apalagi visualnya bisa di-zoom.

“Semua disimpan dalam database dalam bentuk vector line. Geodatabase namanya. Sekarang database dalam bentuk koordinat,’ ungkap Suyus Windayana (KaBid. Pengembangan Sistem, Data & Informasi Pertanahan, BPN).

“Secara peraturan beberapa data boleh (diumumkan), kecuali yang berkaitan dengan nama. Misalnya bapak A punya tanah berapa. Di pemerintah masih untuk BPN dan beberapa, misalnya penyidik seperti KPK dan Kejaksaaan. Buat publik belum. Yang kita coba adalah yang boleh-boleh dulu, seperti peta bidang tanah si ini di sini. Sudah diplot-plotkan. Itu yang akan kita coba bagikan ke masyarakat, di Internet,” jelas Suyus.


Jakarta Duluan
Dengan peta di Internet itu, kita bisa mencocokkan apakah benar tanah yang sudah kita miliki sertifikatnya tercantum di peta online tersebut. “Kalau tanahnya sudah ada di peta, berarti pemiliknya sudah tenang, tidak was-was, karena data yang ada di BPN sama dengan yang dimiliki masyarakat,” tandas Suyus. Namun jika data tidak sama, misalnya karena baru dijual, sang pemilik harus segera mengurusnya ke kantor pertanahan sesuai prosedur yang berlaku.

Sementara ini, BPN sedang mengujicobakan peta online di Jakarta. Mengapa Jakarta? Ini, kata Suyus, karena adanya masalah komunikasi data, yakni mahalnya biaya komunikasi (Telkom) jika dilakukan di daerah-daerah.

Prosesnya sendiri terjadi di lima kantor pertanahan di ibukota yang memang memiliki kewewenangan untuk hal ini. “Data kemudian dikirim ke kantor pusat. Kita sedang siapkan server, storage, dan sekuriti. Data-data bidang tanah yang sudah bersertifikat, sudah publish,” ucap Suyus sambil mengatakan bahwa server dan sekuritinya masih dalam tahap pengujian. “Tahun ini Insya Allah sudah siap,” tambahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com