Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun "Start-up" Digital, antara Hasrat Vs Uang

Kompas.com - 15/04/2012, 18:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sukses start-up menjadi sebuah perusahaan bernilai miliaran atau triliunan rupiah menggiurkan banyak pihak untuk ikut membangun start-up.

Sebut saja Instagram, start-up kecil asal San Fransisco yang diasuh 13 karyawan, pada 9 April lalu diakuisi oleh Facebook dengan harga fantastis, yaitu Rp 9,1 triliun.

Namun, merintis sebuah usaha yang berorientasi pada pemanfaatan teknologi informasi ini tak selamanya soal laba. Ibarat seorang seniman, harus ada hasrat kuat yang memberi kepuasan batin tersendiri.

"Passion vs Money" menjadi tema dalam acara Jakarta Start-up Club yang digelar Sabtu (14/4/2012) di GDP Ventures, kantor Merah Putih Incubator, Jakarta.

Para pendiri, pengamat, dan investor start-up berdiskusi soal mana yang harus diorientasikan, passion atau uang?

Menurut pendiri dan CEO Gantibaju.com Aria Rajasa, start-up adalah sebuah bisnis dan bisnis yang mendatangkan uang.

"Jika Anda mengatakan sebaliknya, maka Anda tengah mendirikan lembaga amal," demikian sikap Aria seperti tertuang dalam tulisan opininya di Daily Social.

Baginya, seorang pendiri start-up tidak akan bisa menjalankan perusahaannya jika tidak punya uang.

Namun, Aria tidak mengatakan bahwa passion itu tidak penting. Passion membuat seseorang rela menggunakan waktu akhir pekannya untuk bekerja.

William Tanuwijaya, pendiri Tokopedia.com yang baru saja mendapat investasi besar dari Netprice, memilih untuk mendahulukan passion karena hal ini penting untuk mengarahkan ke mana diri Anda akan melangkah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com