Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny B.U., mengatakan, RPM ini punya makna bahwa seluruh akses internet di Indonesia harus lolos dari pemblokiran dalam daftar alamat situs web (database) bermuatan negatif yang dikelola oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Donny berpendapat, hal ini sama saja membiarkan pemerintah mengontrol secara ketat informasi di internet. Pada praktiknya, hal macam ini rentan mencederai hak berekspresi dan berinformasi sebagaimana diatur konstitusi Indonesia, UUD 1945 pasal 28F.
Selain itu, masih menurut Donny, RPM juga tidak menjelaskan bagaimana pengelolaan database yang diberi nama Trust Positif tersebut. Sehingga, ada potensi disalahgunakan. Padahal, database ini akan wajib digunakan penyelenggara jasa internet di Indonesia untuk memblokir konten yang dinilai negatif.
Dalam pasal 7 dan 8 RPM tersebut, juga disebut aturan yang memungkinkan setiap penyelenggara internet memakai beragam jenis layanan database pemblokiran yang ada di pasar untuk melengkapi database Trust Positif yang wajib dipakai.
“Ini ujungnya berakibat setiap penyedia internet memiliki beragam jenis database pemblokiran masing-masing. Suatu situs bisa jadi diblokir oleh sebuah penyedia internet tertentu, tetapi tidak di penyedia internet lain,” tegas Donny kepada KompasTekno, Selasa (4/3/2014).
Tata kelola pemblokiran ini dapat menimbulkan keresahan dan kerugian bagi konsumen sebuah perusahaan penyedia jasa internet, belum lagi jika ada penanganan atas kesalahan blokir sebuah situs yang tidak langsung ditemukan solusinya secara cepat. Dikhawatirkan, akan terjadi saling lempar tanggung jawab antara perusahaan penyedia jasa internet dengan Kemenkominfo.
Sementara itu, organisasi masyarakat Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta agar RPM ini dibatalkan. Mereka meminta pemerintah agar fokus menyusun Undang-undang (UU) untuk mengatur prosedur pembatasan situs internet.
Karena, hanya melalui UU lah, rakyat melalui wakilnya di DPR dapat terlibat menentukan prosedur hukum yang adil untuk menjamin kebebasan berekspresi di Indonesia, khususnya di ranah internet.
Ketua Badan Pengurus ICJR, Aggara, menolak peran Menteri Kominfo dalam menentukan apakah sebuah situs internet mengandung muatan yang diduga melanggar hukum nasional. Menurutnya, penegak hukum tertinggi yang berhak menilai apakah sebuah situs internet melanggar hukum atau tidak hanyalah Jaksa Agung.
ICT Watch mengajak para pemangku kepentingan dan pemerintah untuk meninjau ulang RPM Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. “Kita perlu berdialog lagi untuk mencari solusi dan mewujudkan tata kelola internet yang lebih baik,” tutur Donny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.