Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendiri WhatsApp Bicara Libur dan Mati Rasa

Kompas.com - 05/06/2014, 17:27 WIB
Wicak Hidayat

Penulis

KOMPAS.com - Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, muncul di acara StartX. Acton antara lain menyampaikan pengalaman dan nasihatnya soal mendirikan dan mengelola perusahaan rintisan digital.

StartX adalah program nirlaba untuk akselerasi startup di Silicon Valley. Program ini terafiliasi dengan Universitas Stanford, di mana Acton merupakan salah satu lulusan Ilmu Komputer di sana.

Acton mengatakan, setelah dari Stanford ia sempat magang di Apple. Kemudian, yang telah banyak diungkap adalah saat-saat ia bekerja di Yahoo. Di sana Acton bertemu dan menjalin persahabatan dengan Jan Koum.

Libur

Nah, setelah Yahoo, apa yang dilakukan Acton? Acton mengatakan, ia sempat libur selama dua tahun.

Ia menyarankan hal ini bagi mereka yang hendak bertransisi dari karyawan ke pengusaha. Tentunya, ujar Acton, waktu libur itu tak harus selama yang ia lakukan. "Buat kebanyakan orang, mungkin ambil waktu 2-3 bulan untuk libur. Sebelum Anda mulai lagi dengan kesibukan (mendirikan usaha sendiri)," tuturnya.

Tentunya ia lebih menyarankan hal itu pada mereka yang relatif muda. Ketika itu Acton pun belum berkeluarga, sehingga relatif mudah untuk "cuti". "Selama masih muda, gunakan kesempatannya. Setelah tua, itu akan semakin sulit," ujarnya.

Setelah libur, ia melamar (dan ditolak) oleh Twitter dan Facebook. Kejadian yang kemudian menjadi salah satu anekdot menarik saat WhatsApp akhirnya dibeli oleh Facebook.

"Saya tidak getir soal (penolakan) itu. Saya pikir memang saat itu saya tidak pas dengan posisi yang tersedia dan dibutuhkan di Facebook," paparnya.  

Startx/Paul Sakuma
Brian Acton, salah satu pendiri WhatsApp, dalam bincang-bincang santai di StartX, Palo Alto, California, AS.
Lembur

Acton bergabung dengan WhatsApp di saat yang tepat, yaitu saat Koum mengubah arah aplikasi itu menjadi aplikasi pesan dan komunikasi. Era yang disebut Acton sebagai WhatsApp 2.0.

Salah satu yang merepotkan mereka di saat awal adalah mengajak orang lain untuk bergabung. Acton mengatakan ia banyak mengajak kenalan mereka, teurtama para mantan karyawan Yahoo, untuk ikut di WhatsApp.

Salah satu poin yang jadi perhatiannya adalah kultur startup yang gemar lembur. "Saya merasa tidak enak bahwa karyawan startup kami harus lembur malam hari ataupun di akhir pekan," ujarnya.

Acton mengatakan WhatsApp dari awal berusaha membangun kultur pekerjaan di waktu normal. Hal ini membuat mereka yang tertarik bekerja di sana bukan hanya yang berjiwa mahasiswa dan gemar lembur, tapi juga mereka yang sudah lebih mapan dan mungkin berkeluarga.

Tentunya, ini bukan berarti mereka anti lembur. "Kami tidak mengharapkan karyawan untuk selalu lembur, namun jika ada yang lembur akan selalu mendapat apresiasi," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com