Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amanat TIK untuk Pemerintahan Mendatang

Kompas.com - 18/06/2014, 14:31 WIB
Oleh: Dr Dimitri Mahayana*

KOMPAS.com - Dalam debat kandidat Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, isu keamanan dan kedaulatan negara kerap disinggung calon, sekalipun masih dalam tataran normatif. Perdebatan belum menyinggung bahasan besar yang berpotensi membahayakan kita ke depan.

Penulis meyakini, seiring meningkatnya literasi teknologi informasi komunikasi (TIK) masyarakat Indonesia (pengguna internet Indonesia hampir 100 juta dan kelak 50% aktivitas keseharian kita ada di dunia maya), tema besar berisiko tersebut yakni cyber security serta over the top (OTT) dan ketahanan industri.

Oleh karenanya, sebagai sebuah catatan, siapapun presiden terpilih nanti dan terutama Menteri Komunikasi Informatika/Menkominfo mendatang, sudah sepatutnya memiliki variabel program kerja berikut: Terukur, tegas, serta sedikitnya mengacu kepada dua amanat penting dunia TIK tadi.

Cyber security menjadi isu pertama, sebab Akamai (vendor terbesar asal Massachusetts, Amerika yang menangani 15-30% trafik internet dunia) dalam survey di akhir 2013 mencatat, Indonesia menduduki urutan nomor satu sebagai sumber serangan siber tahun 2013 dengan 42 ribu serangan per hari.

Maka dengan sendirinya, negara kita juga dianggap sebagai negara yang paling berisiko mengalami serangan keamanan TIK, termasuk di dalamnya tren cyber intelligence dan cyber spionase yang marak saat ini sekaligus mengancam kedaulatan negara kita maupun korporasi.

Data SophosLab berjudul Security Threats Reports 2013 menambahkan, jika diukur dari persentase komputer personal yang diserang malware baik berhasil ataupun gagal, Indonesia berada di rangking pertama negara beresiko (23,54%) di atas Tiongkok (21,26%), Thailand (20,78%), Malaysia (17,44%), dst.

Cyber spionase sudah jelas menohok ulu hati negeri kita, ketika Australia menyadap seri Nokia Communicator Presiden SBY tahun 2009 lalu, juga beberapa lingkaran dalamnya seperti Kritiani Herawati, Budiono, Yusuf Kalla, Andi Malarangeng, Sri Mulyani, Sofyan Djalil, dst.
Ini belum seberapa jika dibandingkan yang dilakukan kelompok peretas Tiongkok yang mengatasnamakan

PLA (People Liberation Army), yang bertanggung jawab atas berbagai serangan siber terhadap jaringan AS yang mengakibatkan pencurian ratusan terabyte data dari 141 perusahaan sejak tahun 2006.

Sementara cyber intelligence, sebagaimana dipublikasikan sejumlah media massa tanah air per Desember 2012 dan Februari 2013, melalui modus spear phising telah berhasil meretas laman, surat elektronik, hingga menyadap telepon perusahaan tambang milik Bakrie Grup dan koleganya, Samin Tan.

Survey yang kami lakukan kepada 22 perusahaan akhir tahun lalu menunjukkan, 65% mengaku pernah mengalami insiden keamanan TIK dalam 12 bulan terakhir, dimana intensitas serangan 1-5 kali, hal ini membuat 82% responden melengkapi dirinya dengan IT Security Procedure.

Situasi ini perlu direspon pemerintahan ke depan antara lain dengan membentuk organisasi lintas departemen (Kemenkominfo, Kemendagri, Kementerian Pertahanan, dst) yang fokus pada keamanan TIK dengan dipimpin langsung oleh  Presiden RI 2014-2019!

Kita bisa berkaca ke Amerika Serikat, dimana organisasi semacam ini sudah dipimpin langsung Presiden Obama. Selain menunjukkan level keseriusan, komando di tampuk tertinggi pun akan memudahkan respon dalam situasi darurat serangan TIK yang sulit diprediksi kapan datangnya.

Sudah terlalu strategis untuk menutup mata, sekaligus sangat berbahaya jika terus kita biarkan manakala keamanan TIK kita serahkan secara parsial dan sektoral (misal keamanan perbankan di Bank Indonesia tapi keamanan konten internet di Kominfo) seperti sekarang ini.

Itulah sebabnya, akan menjadi penting dan mendesak untuk memilih figur yang bisa menyinergikan seluruh potensi hebat di negeri ini. Ingat, semakin banyak orang Indonesia melek TIK, otomatis semakin tinggi resiko, maka mutlak antisipasi keamanan TIK dipikirkan sedari dini.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com