Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dia, Menkominfo Ideal Menurut Akademisi TI

Kompas.com - 14/08/2014, 20:05 WIB
Aditya Panji

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam waktu dekat Indonesia akan memiliki Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) baru setelah pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2014. Banyak masukan dari berbagai pihak soal figur yang mereka percaya dapat menjalankan amanat industri teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) di masa depan.

KompasTekno turut meminta pendapat dari para pebisnis dan pengamat industri TIK soal Menkominfo baru.

Kami meminta pendapat tentang masalah TIK terbesar yang perlu segera diatasi dan kriteria Menkominfo mendatang. Tak lupa, kami juga meminta pendapat mereka tentang figur yang layak menjabat sebagai Menkominfo untuk melakukan tata kelola TIK, menciptakan ekosistem digital yang sehat, dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.

Pada kesempatan ini, kami bertanya kepada 10 narasumber yang terdiri dari para penyedia data center, pendiri perusahaan rintisan (startup) berbasis digital, akademisi, jurnalis, blogger, hingga aktivis di bidang TIK.

Ada narasumber yang berharap Menkominfo baru fokus pada infrastruktur, regulasi, hingga mengembangkan industri TIK dalam negeri agar tak bergantung pada produk TIK asing. Menariknya, ada pula yang berpendapat agar kementerian ini tak lagi mengurus penyiaran, media massa, dan publikasi sehingga kementerian fokus pada TIK serta aplikasinya. Berikut pendapat mereka:

Berikut adalah pendapat narasumber dari kalangan akademisi teknologi informasi yang kami hubungi:

Dimitri Mahayana
(Dosen Sekolah Teknik dan Informatika, Institut Teknologi Bandung)

Masalah terbesar TIK yang perlu segera diatasi
Ada lima permasalahan industri TIK yang amat mendesak.

Pertama, lemahnya ketahanan informasi nasional yang berdampak merajalelanya cyber-crime, cyber-attack, dan cyber-espionage. Juga, merebaknya kasus kriminalitas terkait pelecehan seksual anak (mulai dari balita, SD, SMP, SMA/SMK) maupun dewasa tidak lepas dari pertukaran informasi melewati internet dan smartphone yang sedemikian bebas, boleh dikata praktis tanpa sensor dan kontrol.

Karena itulah, Indonesia perlu segera menemukan terobosan dalam hal monitoring serta kontrol lalu lintas informasi di internet. Hal ini juga untuk menurunkan risiko Indonesia mengalami cyber-attack. Pun demikian, pemerintah tidak terjebak pendekatan great firewall murni yang menghilangkan privasi informasi dan kebebasan bertukar informasi.

Kedua, industri TIK nasional terancam kolaps karena kekuatan over the top (OTT) semakin meningkat dan besarnya belanja TIK ke luar negeri.

Pertumbuhan industri TIK nasional diperkirakan mencapai 8 persen, operator telekomunikasi sebagai salah satu motor penggerak industri ini. Namun, operator mulai mengalami penurunan growth, salah satunya disebabkan tekanan layanan OTT. Kedua layanan tersebut saat ini masih merupakan sumber utama pendapatan operator. Bagaimana jika ini terus terjadi, siapkah kita jika operator telekomunikasi mengalami penurunan pendapatan hingga 50 persen?

Kebangkrutan terutama karena peningkatan kebutuhan bandwith yang di-generate OTT meningkat, namun justru ARPU menurun karena persaingan. Operator terpaksa investasi dalam jumlah besar, namun revenue yang didapatkan tertekan.

Masih terkait dengan pertumbuhan industri TIK nasional, belanja TIK Indonesia baik enterprise maupun personal sangat tinggi, yaitu mencapai ratusan triliun rupiah, baik hardware, software, dan lain-lain. Permasalahan utamanya, ke manakah uang belanja ini banyak mengalir? Kami memprediksi mayoritas mengalir ke perusahaan global, dan hanya sebagian kecil masuk ke perusahaan nasional. Ketergantungan kita terhadap industri global khususnya hardware dan software sangat besar. Dalam kondisi seperti ini, mengapa ketertarikan investasi pemain global untuk membangun pabriknya di Indonesia sangat rendah? Lalu, mengapa pula industri manufaktur TIK khususnya hardware kurang berkembang di Indonesia? Dan akhirnya, mengapa banyak perusahaan besar yang mengambil vendor global untuk kebutuhan TIK mereka? Padahal, Indonesia punya pasar yang sangat-sangat besar.

Pemerintah perlu memiliki kebijakan yang terpadu dalam rangka mencegah kebangkrutan industri TIK nasional, dan mendukung pertumbuhan industri TIK nasional, serta mengimplementasikan kebijakan ini secara konsisten.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com