Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budaya Kerja seperti Apa yang Cocok untuk Startup?

Kompas.com - 15/04/2015, 15:33 WIB
Yoga Hastyadi Widiartanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Budaya kerja bukan perkara sepele. Agar perusahaan rintisan digital (startup) yang sedang dibangun jadi tempat yang nyaman untuk berkarya, aspek budaya kerja mesti sangat diperhatikan.

Apalagi ketika orang-orang yang bekerja di dalamnya berasal dari berbagai negara. Pendiri startup, tentu tidak ingin jika masing-masing orang merasa tidak saling memiliki dan acuh terhadap rekannya.

Nah, budaya kerja seperti apa yang cocok untuk diterapkan di perusahaan startup?

CEO Tickled Media Roshni Mahtani dari atas panggung konferensi startup Echelon, Rabu (15/4/2015), membagikan pengalamannya soal budaya kerja ini. Salah satu yang dia lakukan adalah mendorong terjadinya interaksi atau komunikasi, baik online maupun offline.

Secara online, Roshni mencontohkan, masing-masing departemen di perusahaan rintisan digitalnya bisa saling berkomunikasi menggunakan platform Facebook Chat, Line, atau Slack. Selain itu, bagian tertentu, seperti editorial pun kerap didorong untuk saling bertukar pikiran secara langsung.

"Kita tidak mau orang di dalam perusahaan, ketika isinya berasal dari beberapa negara berbeda, lalu ada yang berpikir, 'Hei saya orang indonesia, dia orang Singapura jadi saya tidak akan membantu'," terangnya.

"Lalu kami dorong mereka untuk berkomunikasi. Kami tidak saling berkirim e-mail, tapi tim editorial kami misalnya, mereka saling bertukar pikiran secara langsung, sedangkan tim sales menggunakan Facebook Chat, Line, atau Slack," imbuh Roshni.

Selain soal komunikasi yang merekatkan anggota tim, Tickled Media yang dipimpin Roshni juga meminta para karyawan untuk selalu memperbarui informasi tentang pekerjaannya. Hal semacam ini, menurutnya penting untuk mempertahankan budaya yang sedang dibentuk dalam sebuah perusahaan rintisan digital.

"Setiap minggu, setiap orang mesti mengirimkan rencananya, kemajuan pekerjaan, dan apa yang sedang dia kerjakan hari itu. Hanya perlu tiga menit untuk ini. Jadi mereka punya rencana yang akan dikerjakan minggu ini," pungkas Roshni.

Pandangan serupa juga diungkap pendiri Tokopedia William Tanuwijaya. Pengusaha muda ini mengaku terinspirasi dari dua raksasa teknologi, Google dari Amerika Serikat, dan Alibaba dari Tiongkok.

"Saya mengagumi Google dan Alibaba lalu coba mencari kemiripan. Saya pun menyimpulkan kedua perusahaan tersebut punya budaya kerja yang sangat kuat," paparnya.

"Di Tokopedia, kami pun mewujudkan budaya itu dalam istilah Nakama. Ini adalah istilah Jepang untuk menyatakan teman yang dekat dan menyerupai keluarga," imbuh William.

Satu hal lain lagi yang penting dalam mendirikan perusahaan rintisan digital, ujarnya, adalah mindset yang mengacu pada kemajuan. Tanpa pikiran yang terpatok ke usaha untuk terus maju, sebuah startup sama saja kehilangan alat untuk bertahan hidup di lingkungannya.

"Tantangannya adalah untuk tetap mempertahankan budaya kerja. Budaya kerja ini bukan soal slogan perusahaan. Mendirikan perusahaan (startup) sebenarnya tentang mewujudkan sebuah budaya kerja," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com