Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warnet, Riwayatmu Dulu dan Sekarang

Kompas.com - 22/04/2015, 13:14 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar dua dekade sebelum hari ini, internet adalah kemewahan yang hanya bisa diakses di tempat-tempat tertentu. Salah satunya warung internet (warnet). Kala itu, sekitar 1997, warung internet (warnet) tak ubahnya tempat hiburan bagi masyarakat yang baru melek internet. 

Konsepnya sederhanya, kios yang menyediakan banyak komputer untuk disewakan ke pengakses internet. 

Michael Sunggiardi adalah salah satu pionir pendiri warnet pertama di Indonesia. Pada 1995, ia mendirikan "BoNet" di Bogor. Warnet tersebut mendompleng tempat di Cafe Botanicus yang sekarang menjadi Cafe Dedaunan.

Kala itu, Michael iseng menyediakan dua komputer untuk diakses gratis. Kebetulan, kafe yang terletak di tengah Kebun Raya Bogor tersebut digandrungi turis mancanegara. Para turis sering menggunakan akses yang tersedia untuk memeriksa e-mail.

"Semuanya gratis mengacu pada konsep Internet Cafe yang sudah ada di beberapa negara maju," kata Michael pada KompasTekno, pekan lalu.

Melihat antusiasme pengguna internet di Cafe Botanicus, Michael mengambil peluang. Ia mendirikan warnet BoNet yang terpisah dari Cafe Botanicus, yakni di Jalan Raya Pajajaran 88 F, Bogor. Di sana, peminat akses internet bertambah banyak. 

"Porsi pemanfaatan (warnet) nyaris 80 sampai 90 persen. Apalagi BoNet buka terus dari pagi sampai tengah malam," katanya. 

Prospek bisnis warnet akhirnya dilirik investor. Usai krisis ekonomi 1998, banyak pegawai mendapat pesangon dari perusahaan yang gulung tikar. Beberapa di antaranya memutuskan membangun warnet.

Dalam kurun waktu dua tahun, 1998 hingga 2000, jumlah warnet di Bogor mencapai 240 kios. Angka tersebut sekaligus menjadi rekor jumlah warnet terbanyak yang pernah terdata di Bogor dalam satu periode.


Warnet, kini dan nanti

Bagaimana nasib warnet saat ini? Saat akses internet makin mudah didapatkan, mulai dari operator seluler via 3G hingga layanan gratis di ruang publik dan kafe.

Saat ini, masyarakat modern dan internet menjadi satu entitas tak terpisahkan. Gedung perkantoran, ruang publik dan kafe menyediakan akses internet tanpa batas sebagai fasilitas standar. 

"Yang penting ada WiFi," begitu kata Sekar Harum, mahasiswi Ilmu Komunikasi UI, saat ditanya kriteria kafe pilihannya untuk nongkrong. 

Operator seluler pun gencar menelurkan jaringan internet yang bisa diakses dimana pun. Mulai dari 2G, 3G, hingga 4G yang sedang diatur regulasinya. Penguatan jaringan dilakukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat modern. Yakni, akses internet cepat di manapun dan kapanpun melalui perangkat mobile (ponsel pintar dan tablet).

Dari paparan tersebut, praktis warnet tak lagi punya tempat. Apalagi jika konteksnya untuk browsing, chatting, dan main media sosial. 

Banyak warnet yang menyerah dan beralih dari bisnis ini. Ada pula beberapa yang masih setia menjalaninya, namun dengan sasaran yang berbeda. Salah satunya dengan mengalihkan fungsi warnet menjadi arena game online atau penyedia layanan cetak dokumen.

 
"Ke warnet enggak pernah buat internet. Di rumah ada internet. Di smartphone juga pakai internet. Biasanya (ke warnet) buat numpang print doang," kata Catrina, lulusan Ilmu Komunikasi UI. 
 
Hal ini diakui pula oleh Hani Purnawanti, Manajer BoNet Pajajaran yang hingga kini masih mengelola bisnis warnet. Selain tetap menjadi penyedia akses internet, BoNet juga fokus ke area lain. 
 
"(Kami juga menyediakan) jasa digitalisasi data, dukungan teknis seperti titip download, pengetikan dan asistensi untuk penguna. Ada juga jasa pencetakan dokumen sesuai kebutuhan pelanggan," kata Hani, 

Berbeda dengan jalan yang dipilih kebanyakan pengusaha warnet untuk membuka game center, BoNet Pajajaran berpikir untuk mengembangkan warnet menjadi pusat pengetahuan dan pelatihan perkembangan teknologi.

"BoNet tidak akan menjadi game center," kata Manager BoNet Pajajaran Hani Purnawanti. Sampai saat ini, BoNet Pajajaran terbukti masih hidup dengan mengarah pada inovasi tersebut. 

Menurut Michael, era game center juga tak bakal bertahan lama. Warnet ke depannya harus kembali menjadi sumbu yang berkenaan langsung dengan kebutuhan masyarakat.  

"(Warnet) menjadi IT Excellent Center yang dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah untuk dapat menelurkan ide-ide yang berbasis kearifan lokal dan dapat dijalankan oleh orang lokal," katanya.

 
Jika warnet sekarang hanya fokus pada game center dan jasa teknis saja, Michael sanksi bisnis ini masih bisa diminat ke depan, jika tak mengatakan akan mati. Menurutnya, di pedesaan pun bisnis warnet yang tak bergerak maju dengan zaman bakal mencapai titik akhirnya. "Warnet di perdesaan kemungkinan masih akan jalan dua sampai tiga tahun kedepan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com