Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meluncur Bebas 120 KM per Jam

Kompas.com - 11/06/2015, 21:05 WIB
Wicak Hidayat

Penulis

KOMPAS.com - Dimulai dengan sentakan, lalu kereta pacu itu meluncur 120 kilometer per jam bersama 12 penunggangnya, melaju melewati rel-rel baja dalam jalur menanjak, meluncur dan berpuntir hingga pada klimaksnya berusaha menanjak jalur terjal 90 derajat, gagal, lalu kembali meluncur mundur melewati kelak-kelok, naik-turun dan puntiran yang sama.

Begitu kurang lebih pengalaman menaiki wahana kereta pacu di salah satu taman hiburan ternama di Kota Bandung. Tegang, seru dan agak membuat pusing. Tapi, memang itu kan sensasi yang dicari?

Wahana kereta pacu, umum disebut roller coaster, adalah salah satu wahana yang paling disukai di taman hiburan. Untuk menggambarkan sensasi yang dialami penikmatnya, wahana jenis ini kerap disebut dengan frase "bikin jantung copot".

Menurut situs Learner, kereta pacu bisa dilacak ke tahun 1600-an sebagai permainan tradisional di Russia. Keretanya berupa balok es  yang diluncurkan di sebuah jalur dengan pasir sebagai rem di ujung lintasan.

Namun dalam bentuknya yang modern, wahana kereta pacu pertama ada di taman hiburan legendaris (yang mungkin bisa disebut sebagai eyangnya taman hiburan dunia) di Coney Island, Amerika Serikat, sejak 1880-an.

Sedangkan cikal bakal bentuknya yang populer saat ini pertama kali diperkenalkan di Disneyland pada 1995, taman hiburan yang boleh jadi adalah panutan seluruh taman hiburan di dunia.

Sejak saat itu, roller coaster terus bertahan sebagai bentuk hiburan bagi pencari sensasi "copot jantung". Mesin pencipta teriakan itu terus bermunculan dengan rekor baru seperti tertinggi, terbanyak putarannya, terlama dan lain-lain.

Wahana kereta pacu adalah contoh sebuah benda yang hingga saat ini belum bisa digantikan sepenuhnya oleh teknologi digital. Sensasi "jantung copot" yang bersumber dari gerakan fisik saat melaju di atas kereta tanpa mesin itu tak bisa (atau belum bisa?) digantikan sensasi digital apapun.

Salah satu wahana yang juga ada di taman hiburan tadi adalah "teater 4D". Sederhananya, ini adalah wahana menyaksikan film dengan kacamata 3D di atas kursi goyang.

Jauh sekali sensasinya dari wahana kereta pacu. Bahkan, teater 4D itu hanya berhasil membuat penonton pusing, minus sensasi "jantung copot" yang didambakan.

Nah, selain kereta pacu, banyak hal lain --yang mungkin dianggap oleh pelakunya tak akan bisa digantikan oleh teknologi digital, kemungkinan besar bakal tergantikan.

Di sini butuh semacam kewaspadaan bagi para pelaku. Jangan terlena pada industri yang dulu, atau sekarang, terasa begitu besar dan tak tergoyahkan.

Ketika sudah "diganggu" oleh teknologi baru, jangan sampai salah bereaksi. Karena kalau terlena, bisa-bisa bagaikan naik wahana roller coaster yang relnya tiba-tiba putus.


Tulisan ini adalah bagian dari seri kolom bertajuk Kolase. Sadar sih, kalau di Twitter tulisan di atas bisa dikategorikan sebagai kode keras. 

Tulisan ini menampilkan opini pribadi dari Editor KompasTekno, Wicak Hidayat. Opininya tidak menggambarkan opini perusahaan. Penulis bisa dihubungi lewat blog wicakhidayat.wordpress.com  atau twitter @wicakhidayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com