Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Ribu Follower dan Like Tidak Bikin Bahagia

Kompas.com - 04/11/2015, 09:05 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

Sumber ELLE

KOMPAS.com - Saat ini kita memasuki era di mana kehidupan seseorang diukur dari media sosial. Kesuksesan, kekayaan, kecerdasan, kepintaran, kebaikan dan popularitas semata-mata dilihat dari tiga indikator: foto yang diunggah, jumlah follower dan like.

Hal itu tampaknya membuat seleb Instagram Essena O'Neil undur diri dari hingar bingar media sosial. Padahal, banyak orang yang iri melihat kehidupan O'Neil yang sebelumnya gencar ia pamerkan lewat akun Instagram, YouTube, Tumblr dan Snapchat.

"Tak ada yang keren dari dirimu jika yang kamu lakukan hanya mengunggah foto hasil editan ke media sosial untuk membuktikan bahwa kamu keren," kata O'Neil dalam unggahannya di situs bertajuk "Let's Be Game Changers".

Di situs tersebut, O'Neil mengunggah video-video provokatif tanpa sentuhan make-up dan baju-baju mewah. Ia juga mem-posting hal-hal positif tentang musik, buku, kesetaraan gender, teknologi dan makanan sehat.

Keinginan berhenti menipu diri sendiri.

O'Neil yang baru berusia 18 tahun memulai "karir" sebagai blogger fesyen. Kemudian ia merambah ke sektor fitnes dan terakhir sebagai remaja cantik yang doyan pamer foto busana sehari-hari di Instagram.

Ia memiliki lebih 265.000 pengikut di YouTube dan 702.000 pengikut di Instagram. Tapi hal itu, menurut pengakuannya, tak membuat O'Neil bahagia.

Kini, akun-akun tersebut ia gunakan untuk mengkampanyekan gerakan "berhenti menipu diri sendiri lewat media sosial".

Ya, O'Neil mendefinisikan kecenderungan generasinya memanfaatkan media sosial sebagai tindakan penipuan terhadap diri sendiri dan orang lain. Kenapa?

"Saya menghabiskan kehidupan remaja saya untuk status sosial, penerimaan sosial, dan penampakan fisik yang basisnya adalah media sosial. Itu semua tak nyata. Itu semua manipulasi untuk saling membandingkan diri dengan orang lain," ia menjelaskan.

Menurut O'Neil, kecenderungan anak muda menghabiskan waktu berjam-jam menggulir linimasa media sosial menggoreskan luka mental tersendiri. Rasa minder, narsisme, ingin pamer, ingin diakui, hingga pada akhirnya memicu depresi.

Sebab, semua orang berlomba-lomba menunjukkan kehidupan paling sempurna di media sosial. Walau mereka (atau kita) harus berbohong untuk itu. Maniak media sosial ingin menampilkan wajah paling cantik, liburan paling mahal dan prestasi paling gemilang.

Padahal, foto-foto yang diunggah adalah hasil bidikan beratus-ratus kali dengan pengeditan super lama. "Saya dulu seperti itu," ujarnya.

O'Neil tak menyalahkan Instagram atau para pendiri media sosial. Sebab, media sosial seyogyanya lahir dengan itikad mulia: memudahkan komunikasi antar manusia menembus jarak dan waktu.

Hanya saja, pemanfaatannya telah berkembang jauh dari tujuan awal. Setidaknya itu penilaian O'Neil. Saat ini, kata dia, media sosial membuat manusia lupa akan indahnya kehidupan nyata.

Bersosialisasi dengan orang-orang, mengobrol dan berdiskusi tentang hal-hal yang signifikan, berbagi, belajar hal-hal baru dan menemukan ketertarikan-ketertarikan dunia yang mungkin tak terlihat karena manusia modern terlalu fokus dengan kehidupan maya.

"Saya tak sabar melihat orang-orang berhenti membatasi diri mereka dengan kebahagiaan semu di dunia maya. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain berdasarkan media sosial. Mulailah lihat pesona diri sendiri," kata dia.

Sebab, menurut O'Neil, semua orang memiliki keunikan, kreativitas, hasrat dan tujuan masing-masing. Terlalu lama menggulir linimasa media sosial membuat manusia modern kehilangan produktivitas dan ide-ide brilian.

"Jangan biarkan jumlah follower dan like mendefinisikan dirimu," kata dia. Jadi, Anda masih mau "diperbudak" media sosial?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber ELLE

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com