Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mark Zuckerberg Diberi Penghargaan "Pemberi Informasi Palsu"

Setelah Pemilu AS 2016, MMFA semakin fokus memperhatikan platform media sosial semacam Facebook, Twitter, Snapchat, hingga YouTube. Hasil analisa MMFA kemudian meruncing ke Facebook, utamanya Mark Zuckerberg.

Facebook pertama kali disoroti pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Pasalnya, ada sebuah artikel hoax yang viral di Facebook dan berpotensi memprovokasi masyarakat untuk memilih Donald Trump.

Awalnya Facebook tak terima disalahkan, namun belakangan mulai melunak dan mengakui kelalaiannya. Sejak itu, Facebook pun berkali-kali melontarkan janji untuk memberantas hoax dari jejaring sosialnya.

Ada beberapa upaya yang dilakukan Facebook, mulai dari mempermudah proses pelaporan berita hoax oleh pengguna, memperingatkan pengguna ketika hendak membagi berita-berita yang diperdebatkan, hingga memutuskan insentif bagi penyebar berita palsu.

Kendati begitu, MMFA melihat upaya-upaya Facebook sifatnya masih di permukaan, belum menyentuh akar sistem. Facebook belum benar-benar tulus ingin memberantas hoax, setidaknya begitu menurut Presiden MMFA, Angelo Carusone.

“Apa yang Facebook lakukan pada 2017 lebih kepada upaya public relation (hubungan masyarakat), daripada pendekatan sistemik yang dalam dan substantif,” kata dia, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Jumat (22/12/2017), dari Mashable.

“Peran Facebook dalam Pemilu AS sangat jelas menggambarkan masalah mendasar, yakni memungkinkan informasi-informasi salah tersebar luas,” ia menambahkan.

Angelo Carusone mencontohkan implementasi ikon “trust indicator” di Facebook yang melibatkan pengguna dalam mengukur kredibilitas artikel. Upaya itu diibaratkan seperti sendok kecil yang mencoba mengangkut semen berton-ton.

Program pengecekan fakta pada Facebook juga diyakini tak efektif. Hal yang sama disepakati mitra organisasi media yang digandeng Facebook, seperti Associated Press dan FactCheck.org.

Saat fitur pengecekan fakta diluncurkan, Facebook mengatakan para mitra jurnalis bisa memberikan “tag” pada artikel-artikel yang tak memenuhi standar jurnalistik. Kenyataannya, para jurnalis tak benar-benar diberikan akses tersebut.

Ketidakseriusan Facebook dinilai Angelo Carusone sebagai bentuk kejahatan publik. Pasalnya, sepertiga pengguna Facebook benar-benar menjadikan platform tersebut sebagai sumber informasi.

Penelitian dari Pew Research Center pada 2016 bahkan menyebut Facebook sebagai platform di mana sebagian besar penduduk global melihat dunia.

Facebook tak berkomentar soal penghargaan yang diberikan MMFA ke Mark Zuckerberg, maupun upaya-upayanya memberantas hoax yang dianggap tak efektif.

https://tekno.kompas.com/read/2017/12/22/07180277/mark-zuckerberg-diberi-penghargaan-pemberi-informasi-palsu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke