Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tahukah Anda Siapa Raksasa Iklan Pemilik WhatsApp?

Hingga akhir tahun ini pun Facebook beberapa kali diguncang isu yang sama, yakni menjual data pengguna demi iklan. Anehnya, disaat pengguna Facebook menurun, pengguna WhatsApp justru menanjak naik di Amerika Serikat.

Padahal aplikasi pesan instan itu dimiliki Facebook sejak tahun 2014 silam. Kejanggalan ini disadari oleh DuckDuckGo, perusahaan search engine yang mengklaim sangat melindungi privasi penggna. 

"Pergeseran itu kurang masuk akal karena kedua layanan dimiliki oleh perusahaan yang sama, jadi kami mencoba mencari tahu", tulis DuckDuckGo dalam sebuah posting blog.

DuckDuckGo menggelar survei pada 16 Agustus 2018 lalu dengan mengumpulkan 1.297 responden yang dipilih secara acak dari penduduk AS usia muda di atas 18 tahun. Sampel ini diyakini mewakili secara umum populasi di Amerika Serikat.

Untuk menggelar survei, mereka dibantu dengan sebuah platform bernama SurveyMonkey, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Tech Crunch, Senin (22/10/2018).

Hasilnya, sebanyak 50,4 persen responden yang menggunakan WhatsApp dalam enam bulan terakhir ternyata tidak mengetahui jika WhatsApp dimiliki oleh Facebook. Tidak hanya minim informasi seputar perusahaan mana saja yang satu payung dengan Facebook.

Selain itu, 56,4 persen dari responsn yang menggunakan Waze dalam enam bulan terakhir juga tidak tahu bahwa aplikasi navigasi itu dimiliki oleh Google.

Hal ini cukup menarik, mengingat kedua perusahaan induk itu (Facebook dan Google) belakngan sama-sama didera masalah terkait lemahnya perlindungan data pengguna layanannya.

Sedikit penasaran, KompasTekno menanyai sejumlah rekan kerja sesama wartawan di kantor. Apakah orang Indonesia juga tak bisa menarik benang merah antara WhatsApp dan Facebook? 

Dari 17 orang yang ditanyai secara langsung, ternyata hanya lima orang yang mengetahui bahwa WhatsApp diinduki oleh Facebook.

Itu pun, dua dari lima orang tadi mengaku sebatas tahu bahwa WhatsApp dan Facebook ada keterkaitan, namun ragu apakah WhatsApp berada di bawah naungan Facebook atau tidak.

Raksasa iklan

Facebook memang perusahaan jejaring sosial, namun medsos terpopuler sedunia ini sebenarnya merupakan raksasa iklan yang hampir seluruh pemasukannya berasal dari penayangan iklan di hadapan pengguna. 

Dalam laporan keuangan kuartal kedua 2018, misalnya, nyaris 100 persen pemasukan Facebook sebesar 13,2 miliar dollar AS disumbang oleh iklan. Dari jumlah tersebut, hanya 193 juta dollar AS pemasukan yang berasal dari luar bisnis iklan. 

Penayangan iklan di Facebook dilakukan secara sistematis. Iklan-iklan yang ditayangkan  otomatis menarget kalangan pengguna yang dikehendaki oleh pengiklan lewat algorimta khusus.

Caranya adalah dengan mengais data pribadi pengguna, mulai dari data demografis umum seperti domisili, jenis kelamin, umur, pekerjaan hingga topik kesukaan, pandangan politik, dan etnisitas. 

Gabungan basis pengguna

Lantas, apa hubungannya dengan WhatsApp? Perusahaan pesan instan yang dicaplok Facebook dengan nilai fantastis -mencapai ratusan triliun rupiah- ini dahulu dikenal anti-iklan.

Duo pendirinya, Jan Koum dan Brian Acton, memegang teguh prinsip anti-iklan itu hingga mereka sendiri hengkang dari Facebook. Alasan kepergian keduanya disinyalir berkaitan dengan kemauan Facebook menayangkan iklan di WhatsApp.

Acton belakangan buka suara melawan Facebook. Dia berkata bahwa dulu memilih mundur dari jabatan sebagai pimpinan WhatsApp karena mengaku jengah dengan tekanan Mark Zuckerberg, sang pemilik Facebook, yang ingin sekali memonetisasi WhatsApp (lewat iklan). 

Menariknya, Acton juga mengungkap bahwa Facebook sempat "menyembunyikan" soal kemungkinan menggabungkan basis penggunanya dengan basis pengguna WhatApp ketika ditanyai oleh komisi Eropa menjelang merger.

Facebook ketika itu berkilah basis pengguna kedua layanan tak bisa digabungkan. Belakangan baru ketahuan bahwa Facebook ternyata memang bisa menyambungkan basis penggunanya dengan basis pengguna WhatsApp.

Data yang bisa didapat dengan penggabungan tersebut misalnya nomor telepon dari WhatsApp, yang bisa dikaitkan dengan akun pengguna di Facebook. Gara-gara ini Komisi Eropa menjatuhkan denda kepada Facebook. Toh, proses penggabungan tetap berjalan.

Iklan di WhatsApp tinggal tunggu waktu

Dengan hengkangnya duo pendiri WhatsApp, penayangan iklan ala di layanan pesan instan itu pun tinggal tunggu waktu. 

WhatsApp dikabarkan tengah menguji coba implementasi iklan di platform iOS lebih dulu. Uji coba yang sama juga disebut mendarat di platform Android.

Mekanisme di kedua platform serupa dengan iklan di Instagram, yakni dengan menyisipkan iklan ke fitur Status WhatsApp yang mirip dengan Stories di Instagram. Untuk Android, pemasangan iklan tersebut sudah ada di WhatsApp beta versi 2.18.305.

Iklan di Status WhatsApp nantinya akan didukung penuh oleh sistem pengiklan yang dibangun oleh Facebook. 

Selain mengumpulkan pundi-pundi lewat iklan, WhatsApp juga merangsek ke area bisnis dengan menawarkan layanan berbayar ke pelaku usaha untuk bisa langsung menghubungi pelanggan via pesan teks.

Alasan mereka pergi kurang lebih sama dengan duo pendiri WhatsApp Jan Koum dan Brian Acton, yakni tekanan Facebook yang ingin menjejali Instagram dengan lebih banyak ikan untuk meningkatkan pendapatan.

Tak kurang Mark Zuckerberg sendiri yang terang-terangan mengungkap niatan menyangkan lebih banyak iklan di Instagram itu, dalam earning calls seusai laporan keuangan Facebook baru-baru ini.

Instagram dipandang sebagai ceruk iklan yang tepat. Pasalnya, layanan berbagi foto ini sudah dipandang sebagi "rumah" bagi konsumen generasi millenial berusia muda. 

Sebab itu, jangan heran apabila nanti WhatsApp mulai menayangkan iklan, sementara Instagram juga makin dipadati pesan sponsor.

https://tekno.kompas.com/read/2018/10/22/11320037/tahukah-anda-siapa-raksasa-iklan-pemilik-whatsapp-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke