Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Kejar Pajak Google, Facebook, dan Netflix dengan "Omnibus Law"

Melalui Omnibus Law, pemerintah akan mengatur perusahaan digital seperti Google, Netflix, Spotify, hingga Facebook atau Amazon, agar dapat memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Savitri menjelaskan, Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara.

“Omnibus Law itu satu UU yang dibuat untuk menyasar isu besar dan mungkin mencabut atau mengubah beberapa UU,” kata Bivitri kepada Kompas.com.

Undang-undang itu dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah. Selain itu, menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.

Dalam hal pajak digital, pemerintah akan mengubah definisi Badan Usaha Tetap (BUT), dari yang awalnya berdasarkan kehadiran kantor fisik perusahaan di Indonesia (physical presence), menjadi berdasarkan kegiatan ekonomi di Indonesia (economic presence).

“Terkait tarif, tetap sama dengan aturan Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN yang sudah berlaku di Indonesia. Namanya juga menyamakan level playing field, jadi rate tetap sama antara konvensional dan online," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani, dikutip KompasTekno dari Kontan, Selasa (26/11/2019)

Pengenaan PPN dari transaksi-transaksi elektronik ini nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Sebelumnya, Indonesia kesulitan untuk memungut pajak perusahaan digital yang memiliki bisnis di Indoensia tapi tidak memiliki badan usaha di dalam negeri.

Kelak, lewat Omnibus Law, pemerintah akan memasukkan aturan pungutan Pajak Pertambahan Nilai alias PPN dalam Omnibus Law untuk perusahaan, barang, dan jasa dari luar negeri yang menjalankan usahanya di Indonesia.

Konsekuensinya, perusahaan-perusahan seperti Google, Netflix, Spotify, hingga Facebook bisa menjadi objek pajak sekaligus penarik pajak.

Omnibus law menjadi kesempatan Kemenkeu untuk memasukan pasal ini, lantaran undang-undang, perusahaan-perusahaan jenis tersebut bukan bagian dari objek pajak.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, perusahaan tersebut seharusnya menyetor Pajak Penghasilan (PPh). Namun, tak adanya kehadiran fisik perusahaan tersebut di Indonesia menjadikan upaya ini sulit.

"Kalau saat ini, dia mendapatkan penghasilan di Indonesia, seharusnya dia bayar pajak penghasilan. Kami akan sampaikan agar men-justification fisical present but also significant economic present (tidak hanya mempertimbangkan kehadiran fisik tetapi juga nilai ekonomi)," ujarnya.

DJP saat ini tengah melakukan inventarisasi perusahaan sejenis yang memperoleh penghasilan, namun tak menempatkan perwakilannya di Indonesia.

*Artikel ini telah tayang di situs Kontan.co.id dengan judul "Pemerintah kejar pajak Netflix dan Google dengan omnibus law"

https://tekno.kompas.com/read/2019/11/26/10050067/pemerintah-kejar-pajak-google-facebook-dan-netflix-dengan-omnibus-law-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke