Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menelusuri Penyebab Turunnya Trafik Penonton dan Iklan di YouTube

Hal itu tidak hanya dialami YouTuber Indonesia. YouTuber mancanegara juga mengalami masalah yang sama. Mereka beramai-ramai membanjiri laman Support Google dengan keluhan soal trafik dan pendapatan.

Salah satu YouTuber mengaku jumlah penonton turun hingga 90 persen dalam satu malam.
YouTuber tersebut mengaku mengunggah video setiap hari. Jumlah penonton hariannya konstan antara 50.000-60.000 dalam beberapa bulan terakhir.

Namun pada tanggal 2 April, jumlah penonton anjlok, menjadi sekitar 3.000 per hari dan berkisar di angka yang sama hingga hampir sebulan.

"Video baru masih dilihat oleh subscriber saya pada jam-jam awal, tapi setelah beberapa jam tayang sepertinya tidak menjadi video rekomendasi," tulisnya.

YouTuber lain menimpali dengan mengatakan bahwa dia mengalami penurunan jumlah penonton, dari rata-rata awal 2,2 juta per hari pada pertengahan April menjadi 914.000-an per hari. Selain jumlah penonton, YouTuber lain mengeluhkan penurunan pendapatan.

Namun, beberapa di antaranya mengaku jumlah penonton tetap stabil atau malah mengalami peningkatan. Salah satu YouTuber yang juga mengeluh di laman Support Google mengaku pendapatannya menurun pada bulan Maret-April 2020.

"Pendapatan saya turun 85 persen, paling drastis sehingga saya tidak bisa memperoleh pendapatan. Trafik di kanal saya masih sama seperti sebelumnya," tulis sang YouTuber.

Trafik meningkat, iklan malah turun

Belum ada jawaban resmi dari YouTube pusat akan hal ini. Para kreator menduga salah satu penyebabnya adalah berhentinya berkurangnya iklan.

YouTuber antara lain memperoleh pendapatan dari penonton yang melihat iklan (tanpa skip) di videonya. Iklan dihitung berdasarkan CPM (cost per mile) atau komisi per 1.000 penonton).

Para pengiklan akan berlomba-lomba menawarkan harga terbaik agar iklannya terpampang di video tersebut.

Semakin banyak iklan yang masuk, penawaran bisa semakin tinggi karena sengitnya kompetisi. Sebaliknya, semakin sedikti pengiklan, penawaran juga akan berkurang karena minimnya kompetisi antar pengiklan.

Selama pandemi, banyak pengiklan yang  menyetop iklannya. Informasi ini diungkap dalam artikel OneZero Medium yang ditulis oleh Chris Stokel-Walker, pewarta ekonomi lepas untuk media ternama seperti The Guardian, The Economist, dan BBC. 

Salah satu konsultan YouTube bernama Carlos Pacheco yang membantu 180 kanal YouTube dengan total hampir 68 juta subscriber, mengatakan rate pengiklan turun rata-rata hampir 50 persen sejak awal Februari.

"Semua orang menyetop iklan mereka di YouTube," kata Pacheco. Padahal, menurut laporan New York Times, trafik penonton di YouTube justru meningkat sebesar 15 persen terhitung dari Januari-April 2020.

Anjloknya ekonomi global turut berdampak ke berbagai perusahaan besar dunia. Walhasil, banyak brand yang merampingkan ikat pinggang di bisnis iklan.

"Kalau dilihat dari tren dunia memang brand lebih menghabiskan anggaran pemasarannya untuk langsung ke micro influencers, dibandingkan media konvensional karena lebih cost effective," kata Kumar, seorang pengulas gadget di Indonesia di kanal YouTube K2Gadgets

Dari beberapa pengakuan YouTuber kepada KompasTekno, yang kemungkinan berdampak adalah mereka yang fokus pada satu jenis konten tertentu (niche), seperti travel dan otomotif, di mana industri tersebut cukup tergoncang sejak pandemi Covid-19.

Namun soal penurunan penonton secara spesifik, kemungkinan berpengaruh pula terhadap variasi video yang disuguhkan. Seperti yang dilakukan Fitra Eri, seorang YouTuber bidang otomotif.

Menurut Eri, trafik penonton video review mobil baru mengalami penurunan karena permintaan mobil baru juga berkurang. "Otomotif kan luas. Banyak konten otomotif non-review yang saya buat malah views-nya sangat besar bahkan trending," akunya.

YouTube rombak algoritma lagi?

Selain dari YouTuber, faktor eksternal lain juga berpengaruh. Desas-desus yang berkembang, YouTube disebut-sebut merombak algoritmanya. Hal ini juga dirasakan kreator YouTube di belahan dunia lain.

Sejak pertengahan tahun lalu, YouTube membuat resah para kreator karena mengubah kebijakan monetisasi. Kebijakan ini disesuaikan dengan undang-undang pelindungan data anak online Amerika Serikat (Children's Online Privacy Protection Act/COPPA).

Singkatnya, YouTube ingin memastikan para orangtua bahwa platform miliknya aman bagi anak-anak. Sebab sebelumnya, YouTube dihujani kritikan karena banyak video yang tidak sesuai untuk anak, atau berbau eksploitasi anak, berkeliaran di di dalamnya.

Ivy Choi, perwakilan YouTube mengatakan bahwa perusahaannya memang mengotak-atik algoritma. "Kami membuat ratusan perubahan setiap tahunnya untuk memudahkan orang menemukan apa yang mereka cari di YouTube," kata Choi.

https://tekno.kompas.com/read/2020/07/30/15290037/menelusuri-penyebab-turunnya-trafik-penonton-dan-iklan-di-youtube

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke