Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kronologi Kasus Dugaan Penjualan Ponsel Ilegal PS Store, dari Penyelidikan hingga Vonis Bebas

Vonis bebas tersebut disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (30/11/2020).

Dalam putusannya, selain dibebaskan dari tuduhan, Putra Siregar juga tidak dikenai sanksi administratif berupa denda senilai maksimal Rp 5 miliar sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) berdasarkan Pasal 103 UU Nomor 17 tahun 2006.

Selain itu, barang sitaan milik Putra Siregar berupa 190 ponsel bekas, rumah, dan uang tunai senilai Rp 500 juta juga dikembalikan.

Untuk diketahui, petugas Bea Cukai mulai mengungkap dugaan penyelundupan ponsel-ponsel ilegal oleh PS Store sejak tahun 2017. Namun, Putra Siregar diciduk oleh Bea Cukai pada Juli 2020 ini. Bagaimana prosesnya?

Penyelidikan

Berawal dari laporan masyarakat, Bea Cukai mulai melakukan penyelidikan pada 2017 lalu.

Kala itu, pihak Bea Cukai menyelidiki toko PS Store yang berlokasi di Jalan Raya Condet, Jakarta Timur. Saat ditelusuri lebih lanjut, ponsel yang diduga ilegal tersebut juga ditemukan di toko PS Store yang berada di Depok dan Tangerang.

Kemudian pada 2019, Kanwil Bea Cukai Jakarta berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dan berkas dinyatakan lengkap. Panjangnya proses hukum itu mengundang pertanyaan sejumlah pihak.

Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Kehumasan Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta, Ricky M Hanafie, mengatakan bahwa panjangnya proses hukum tersebut disebabkan Bea Cukai mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Ditetapkan sebagai tersangka

Setelah melalui proses penyidikan, Putra Siregar pun ditetapkan sebagai tersangka, namun, tidak ditahan.

Pada Kamis (23/7/2020), penyerahan tahap kedua (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada Kejari Jakarta Timur baru dilaksanakan setelah tiga tahun kasus bergulir.

"Tahun 2019 proses penyidikan kami dianggap oleh Kejaksaan sudah lengkap. Di situ penyerahan tahap pertama," kata Ricky.

Adapun barang bukti yang berhasil dikumpulkan oleh pihak Kejaksaan diantaranya yaitu 190 ponsel bekas dan uang hasil penjualan sebesar Rp 61,3 juta.

Ricky mengatakan bahwa smartphone yang disita pihaknya diduga sebagai barang selundupan lantaran tidak ada dokumen kepabeanannya.

Namun saat itu, pihak Bea Cukai belum bisa mengidentifikasi apakah ratusan ponsel yang disita tersebut merupakan barang bekas (second), impor ilegal (black market/BM), rekondisi, atau refurbished.

Alasan tidak ditahan

Putra Siregar kemudian menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 10 Agustus 2020.

Perbuatan Putra Siregar pun diduga memenuhi unsur dalam Pasal 103 Huruf D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 10/1995 tentang Kepabeanan, yakni menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Berdasarkan Pasal 103 UU No 17/2006, ancaman hukuman bagi Putra Siregar adalah penjara selama 2-6 tahun dan/atau denda Rp 100 juta-Rp 5 miliar.

Namun, meski ada potensi ia dihukum penjara lebih dari lima tahun, tidak ada penahanan terhadap Putra Siregar. Ia dianggap kooperatif dan juga menyerahkan jaminan berupa uang tunai Rp 500 juta, rumah senilai Rp 1,15 miliar, dan rekening bank senilai Rp 50 juta.

Dalam dakwaan juga dijelaskan bahwa pada 2017, Putra Siregar membeli ratusan ponsel di Batam dari seseorang bernama Jimmy.

Ponsel itu lalu dikirim ke toko milik Putra Siregar di Condet, Jakarta Timur. Ratusan ponsel itulah yang dinyatakan ilegal oleh pihak Bea dan Cukai.

Tanggapan soal penjualan ponsel ilegal di Indonesia

Penetapan tersangka pemilik toko ponsel PS Store ini pun mengundang perhatian banyak pihak. Salah satunya adalah Erajaya Group (Erajaya), selaku peritel yang menjual smartphone resmi di Indonesia.

Erajaya pun mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberantas para penjual ponsel ilegal.

"Penjualan barang illegal akan merugikan pemerintah dari segi penerimaan pajak dan perlindungan kepada konsumen, terutama dalam kaitan dengan penerapan IMEI kontrol yang diberlakukan saat ini," ujar Head of Marketing Communications Erajaya Group, Djunadi Satrio kala itu.

Penangkapan Putra Siregar sendiri dianggap sebagai salah satu upaya Bea Cukai untuk melindungi masyarakat dari peredaran barang-barang ilegal.

Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa hingga kini masih banyak penjual ponsel ilegal yang "berkeliaran" di pasar smartphone Tanah Air.

Menurut Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), Hasan Aula, populasi penjual ponsel ilegal (black market/BM) di Indonesia masih tinggi meski aturan blokir ponsel BM lewat IMEI sudah diberlakukan.

"Masih banyak penjual produk ilegal (BM) di hampir semua marketplace yang ada di Indonesia. Ini membuat banyak pihak yang merasa bahwa aturan IMEI ini belum berjalan," kata Hasan, Rabu (24/6/2020).

Imbauan Bea Cukai

Menyangkut kasus penjualan ponsel ilegal, Ricky juga mengimbau para pelaku usaha, terutama penjual smartphone, untuk melakukan kegiatan jual-beli dengan cara yang sehat dan sesuai aturan.

Ricky juga mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan tidak terpengaruh dengan tawaran yang menjajikan harga murah. Sebab, barang tersebut bisa saja merupakan produk ilegal alias BM.

"Jangan termakan iming-iming harga murah, karena barang-barang ilegal sudah pasti tidak ada garansinya," kata Ricky, Kamis (29/7/2020).

Toko PS Store sampai saat ini masih terus beroperasi dengan normal. Begitu juga dengan akun Instagram @pst0re dan @pstore_jakarta yang masih aktif mengunggah berbagai unggahan, seperti promo dan giveaway.

https://tekno.kompas.com/read/2020/12/01/17030077/kronologi-kasus-dugaan-penjualan-ponsel-ilegal-ps-store-dari-penyelidikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke