Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Layanan Google Search di Australia Bakal Disetop?

Sebagaimana dihimpun dari The Verge, undang-undang ini mengharuskan perusahaan teknologi seperti Google untuk membayar sejumlah uang kepada organisasi media untuk setiap artikel berita yang muncul di cuplikan (snippet) dan tautan Google Search.

Jika rancangan undang-undang itu disahkan, Google mengaku tidak punya pilihan lain, selain menghentikan layanan Google Search di Australia.

"Setelah melihat undang-undang ini secara rinci serta mempertimbangkan risiko keuangan dan operasional, kami tidak menemukan cara alternatif untuk dapat terus menawarkan layanan kami di Australia," kata Mel Silva, Wakil Presiden Google Australia dan Selandia Baru kepada Komite Legislasi Ekonomi Senat Australia.

Menanggapi ancaman Google tersebut, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan undang-undang itu dibuat untuk mengatur apa saja yang boleh dilakukan di Australia.

"Kami berterima kasih kepada orang-orang yang ingin bekerja dengan Australia. Tapi kami tidak menanggapi ancaman," kata Morrison sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Reuters, Sabtu (23/1/2021).

Google berisikukuh menolak draf undang-undang tersebut, karena dinilai memiliki konteks yang sangat luas. Anak perusahaan Alphabet ini menilai bahwa membayar konten yang muncul di snippet atau tautan di mesin pencarian  akan merusak kerja web.

Beberapa pihak sependapat dengan argumen Google tersebut. Salah satunya adalah penemu world wide web (WWW), Tim Berners-Lee.

Lee mengatakan bahwa undang-undang tersebut berisiko melanggar prinsip dasar web dengan meminta pembayaran untuk menghubungkan antara konten tertentu secara online.

"Preseden pengenaan biaya untuk tautan (berita) dan cuplikan adalah ancaman mendasar bagi internet terbuka, bukan hanya Google," ungkap Scott Farquhar, salah satu pendiri perusahaan teknologi Australia, Atlassian, sebagaimana dihimpun dari blog Google.

Google beri alternatif

Karena konteksnya yang terlalu luas dan dinilai mengancam kerja web, Google meminta Australia merevisi draf undang-undang tersebut.

Google juga menawarkan alternatif untuk mendukung organisasi media dan para jurnalis, yakni melalui Google News.

Google News adalah agregator berita yang dimiliki Google. Di situ, pengguna Google Search bisa membaca berbagai artikel berita dari berbagai situs berita di seluruh dunia.

Google memiliki program global bernama News Showcase dengan nilai investasi mencapai 1 miliar dollar AS (kira-kira Rp 14 triliun).

Program ini didedikasikan untuk membantu organisasi berita menerbitkan dan mempromosikan berita mereka secara online selama tiga tahun ke depan.

Jika bergabung dengan program tersebut, organisasi media itu akan mendapatkan imbalan bayaran atas keahlian jurnalis mereka. Saat ini sudah ada hampir 450 organisasi media di sejumlah negara di dunia yang telah mendaftar, termasuk enam penyiar asal Australia.

Menurut Google, dengan alternatif ini, Australia tetap bisa memberlakukan News Media Bargaining Code law namun terbatas pada Google News saja, bukan Google Search secara keseluruhan.

Sebenarnya, draf undang-undang News Media Bargaining Code law ini bukan hanya menargetkan Google, tetap juga jejaring sosial populer Facebook.

Bulan lalu, Australia mengumumkan undang-undang tersebut setelah penyelidikan menemukan Google dan Facebook menguasai industri media.

Dari hasil investigasi tersebut, Australias juga menduga Google meraup keuntungan besar dari iklan online, padahal sebagian besar konten Google berasal dari organisasi-organisasi media.

Australia menilai ini menimbulkan potensi ancaman bagi demokrasi di negaranya.

https://tekno.kompas.com/read/2021/01/23/19040037/layanan-google-search-di-australia-bakal-disetop-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke