Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengamat Sebut Drama Xiaomi dan Infinix Untungkan Kedua Pihak

Postingan Infinix di Instagram yang membandingkan keunggulan ponsel Infinix Hot 10s dengan ponsel "Katanya Jawara" mengundang komentar pedas dari Bos Xiaomi Indonesia, Alvin Tse. 

Sebagai informasi, kata "jawara" sendiri kerap digunakan Xiaomi untuk mempromosikan lini ponsel Poco. Namun, dalam postingan yang diunggah Infinix tersebut terlihat tulisan samar "9T" sehingga dianggap sebagai Xiaomi Redmi 9T.

Pihak Xiaomi merasa keberatan dengan postingan tersebut karena menilai ada salah satu spesifikasi produknya yang ditulis keliru dan dinilai menyesatkan. Buntutnya, Xiaomi mengancam akan membawa masalah tersebut ke kementerian.

Menanggapi drama Xiaomi dan Infinix ini, Pengamat Marketing & Managing Partner Inventure, Yuswohady ikut angkat bicara.

Yuswohady mengungkapkan bahwa, membuat konten promosi dengan cara membandingkan produk milik suatu brand dengan produk milik kompetitor itu sebenarnya tidak ada masalah.

"Asalkan, fakta yang disampaikan benar. Kalo membandingkan, tapi ada fitur/spesifikasi yang disembunyikan berarti itu tidak fair dan seolah-olah mendiskreditkan kompetitor," ungkap Yuswohady kepada KompaTekno, Jumat (4/6/2021).

Dalam kasus Infinix dan Xiaomi ini, Alvin menyebutkan bahwa postingan promosi Infinix "sangat buruk dan menyesatkan" karena keliru menuliskan spesifikasi layar yang diduga Redmi 9T.

Spesifikasi keliru yang dimaksud Alvin salah satunya pada bagian spesifikasi layar. Seharusnya, layar Redmi 9T beresolusi "Full HD Plus", bukan "HD Plus" seperti yang tertulis di postingan Infinix sehingga dianggap merugikan.

Menurut Yuswohady, Xiaomi berhak marah dan sah-sah saja bila mempermasalahkan hal itu. Meskipun memang di postingan Infinix tidak secara gamblang merujuk pada ponsel Redmi 9T milik Xiaomi.

"Meski pakai simbol-simbol kan dan tidak straightforward, tapi Xiaomi tahu, Infinix tahu, netizen juga tahu, kalau yang sedang dibandingkan adalah Redmi 9T. Walaupun tidak disebutkan nama model ponselnya," kata Yuswohady.

Yuswohady menggarisbawahi, meski strategi marketing membandingkan produk ini tak ada masalah, praktik promosi juga harus didasari dengan etika berpromosi.

"Ini sekali lagi masalah etika ketika berpromosi. Kalau di luar, menyebut merek kompetitor itu nggak masalah. Asalkan informasi yang disampaikan benar," jelas Yuswohady.

"Cuman kalau di Indonesia, setahu saya belum ada ketentuannya. Makanya masih abu-abu," imbuh dia.

Yang jelas, kata Yuswohady, jangan sampai dalam berpromosi, suatu pihak atau brand menegasikan, menjelek-jelekkan, atau mendiskreditkan pesainnya atau pihak lainnya.

"Jangan sampai praktik promosi yang seperti itu menjadi suatu hal yang mainstream di Indonesia. Karena kita kan negara santun ya, tidak seperti Amerika Serikat yang liberal. Di AS, menjelek-jelekkan pesaing itu hal biasa," imbuh dia.

Menguntungkan Xiaomi dan Infinix

Meski Xiaomi terkesan merasa dirugikan dalam perseteruan ini, menurut Yuswohady, sebenarnya drama ini justru dinilai dapat memberikan keuntungan bagi Xiaomi dan Infinix.

Ia menjelaskan, dengan adanya drama Xiaomi dan Infinix ini, dua ponsel yang menjadi topik utama perbincangan, yakni Redmi 9T dan Infinix Hot 10s, justru semakin mendapatkan perhatian dan semakin diperbincangkan.

Yuswohady mencontohkan, orang-orang yang tadinya tidak tertarik atau tidak peduli dengan spesifikasi dua ponsel itu, menjadi tertarik dan meliriknya.

"Itu kan inti dari pemasaran lewat media sosial, supaya produk dilirik atau dibicarakan. Jadi sebenarnya dua-duanya diuntungkan kalo dari sisi promosi," kata Yuswohady.

Ia mengungkapkan, memang praktik promosi saat ini sudah bergeser dari era media mainstream ke era media sosial.

"Di media sosial, keramaian, viralitas, dan kegaduhan itu menjadi kunci utama melakukan promosi di media sosial," pungkas Yuswohady.

Namun, dalam kasus Xiaomi dan Infinix ini, ia menyarankan, sebaiknya strategi promosi komparasi atau membandingkan ini dilakukan dengan transparan.

"Jadi menurut saya, kalau membandingkannya ya berikan fakta yang benar, sehingga merek yang dibandingkan legowo. Bisa kasih logo merek ponsel yang dibandingkan. Itu kan justru mengedukasi konsumen," kata Yuswohady.

"Karena kan yang menentukan baik atau buruk suatu produk itu kan tetap konsumen itu sendiri," imbuh dia.

Masalah bisa sampai ke kementerian

Bos Xiaomi sempat mengatakan bahwa pihaknya memiliki hak untuk melaporkan postingan yang dianggap menyesatkan tersebut ke Kementerian.

Tidak dijelaskan Kementerian apa yang dimaksud Alvin, namun, menanggapi komentar tersebut, Head of Public Relations Xiaomi Indonesia, Stephanie Sicilia mengatakan belum memastikan langkah apa yang akan dilakukan terkait iklan tersebut.

"Kami akan mengikuti rekomendasi dari tim ahli hukum kami terkait apakah kami akan menggunakan hak tersebut," kata Stephanie, kepada KompasTekno, Kamis (3/6/2021).

"Yang lebih penting di sini adalah memberikan edukasi kepada publik tentang pentingnya bersaing secara sehat, dengan menampilkan informasi yang jelas dan akurat dalam perbandingan dengan merek kompetitor," imbuh dia.

Terkait hal ini, Yuswohady menilai masalah ini bisa saja disampaikan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

"Ke Kominfo karena yang berkaitan dengan penyiaran dan yang ngatur media, dan periklanan," kata Yuswohady.

https://tekno.kompas.com/read/2021/06/04/16300047/pengamat-sebut-drama-xiaomi-dan-infinix-untungkan-kedua-pihak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke