Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Banyak Menuai Masalah, Seberapa Siap Masyarakat dengan Sistem COD?

Tidak hanya umpatan kasar, ada pula video viral yang memperlihatkan pembeli menodongkan senjata tajam kepada kurir yang hanya bertugas mengantarkan barang dari marketplace. Jika ditelusuri, sistem COD ini sejatinya bukanlah sistem baru.

Sistem ini sejatinya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu. Namun, mengapa akhir-akhir ini sistem COD seakan banyak menuai masalah?

Menurut Ketua Umum Asosiasi Ecommerce Indonesia (idEA), Bima Laga peralihan perilaku belanja dari luring ke daring menjadi salah satu penyebab banyak kasus terkait COD. Selama pandemi, banyak penduduk Indonesia yang memilih belanja online.

Menurut laporan idEA dan We Are Social, selama pandemi tahun 2020 tingkat belanja online masyarakat Indonesia naik 25-30 persen.

"Kemungkinannya mereka melewatkan beberapa tahapan belanja online yang aman. Sehingga terjadi hal-hal yang seharusnya bisa dihindari," jelas Bima melalui pesan singkat kepada KompasTekno.

Biasanya, orang yang sudah pernah berbelaja online lebih paham mengenai aturan main, seperti memilih transaksi pembayaran secara digital atau transfer bank, melihat rating toko dan deskripsi produk secara detail, serta melihat ulasan.

Selain banyak masyarakat yang belum familiar dengan mekanisme belanja online, minimnya literasi belanja daring juga menjadi persoalan.

Menurut pengamat e-commerce, Ignatius Untung, sistem COD memang menyasar masyarakat yang tingkat literasi digitalnya masih kurang. Sehingga, mereka lebih memilih sistem COD dibanding dengan sistem escrow.

Secara sederhana, sistem escrow memungkinkan proses pembayaran barang tidak langsung menuju rekening penjual tapi dititipkan ke pihak ketiga (escrow account).

Pembayaran baru diserahkan apabila pembeli telah mengonfirmasi jika barang yang diterima sudah sesuai dengan yang dipesan. Tidak hanya pembeli, penjual juga dilindungi dengan sistem ini.

Sebab, agen escrow bertugas untuk mengonfirmasi apakah proses pembayaran sudah benar-benar dilakukan oleh pembeli atau belum.

"Mereka memilih COD saja sudah menjadi salah satu bukti betapa belum begitu mengertinya mereka, bahwa bertransaksi di situs marketplace dengan sistem escrow itu relatif aman," jelas Igantius ketika dihubungi KompasTekno melalui pesan singkat.

Igantius menilai sebenarnya, sistem COD lebih berisiko bagi platform, sebab potensi masalah lebih besar dibanding sistem transaksi lain. Ketika ada masalah barang tidak sesuai harapan, pembeli bisa saja membatalkan pesanan, padahal ongkos logistik sudah terlanjur keluar.

Namun menurut Bima, COD tidak ada bedanya dengan sistem lain jika tahapan belanja dilakukan sesuai dengan aturan.

Edukasi sistem COD

Bima tidak memungkiri masih dibutuhkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat terkait sistem COD. Sebab, sistem ini lebih digemari para konsumen baru yang belum memahami cara berbelanja online.

Menurut Ignatius, edukasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, meskipun tidak bisa menjamin sepenuhnya. Sebab tetap masih akan ada konsumen yang belum terjangkau literasi digital mengenai belanja online.

Pertama, menurut Ignatius, bisa melalui produknya sendiri dengan cara memberikan pop-up notifikasi yang jelas ketika pembeli memilih sistem COD.

"Pop-up tersebut berisi aturan main COD di mana transaksi tidak bisa dilanjutkan jika konsumen tidak menyetujui hal tersebut," jelas Ignatius.

Kemudian, kurir yang membawa barang juga harus diedukasi dan "dipersenjatai" dengan persetujuan yang telah disepakati oleh pembeli tadi. Edukasi juga bisa dilakukan dari kanal lain yang memang dimungkinkan.

Namun, bagi konsumen lain yang masih juga belum memahami aturan tersebut, pada akhirnya terpaksa "dididik" ketika ada masalah.

"Platform harus melihat ini sebagai 'ongkos edukasi'. Kalau mau tunggu-tungguan, nanti tidak jalan-jalan edukasinya," jelas Ignatius.

Mungkinkan sistem COD dihapus?

Menurut Ignatius, sistem COD dibutuhkan pelaku e-commerce untuk menyasar pasar yang lebih luas. Terutama konsumen baru yang belum begitu melek digital.

"Jadi (sistem COD) bisa jadi entry point untuk mereka yang belum begitu percaya e-commerce untuk bisa mencoba (belanja) di e-commerce," tandasnya.

Senda dengan Ignatius, Bima menilai sistem COD masih diperlukan marketplace. Namun, tidak menutup kemungkinan sistem COD dihapus jika memang pemerintah mengeluarkan aturan tentang penghapusan sistem COD.

"Mungkin saja (dihapus), tapi sebenarnya tidak perlu. Karena sistem COD membantu konsumen yang mungkin non-bankable (tidak memiliki rekening bank), atau sudah bankable tapi tidak mengerti aplikasi pembayaran," ujar Bima.

https://tekno.kompas.com/read/2021/06/07/15030077/banyak-menuai-masalah-seberapa-siap-masyarakat-dengan-sistem-cod-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke