Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bapak Internet dan Penemu Vaksin AstraZeneca, Dua Ilmuwan yang Enggan Patenkan Temuannya

Keduanya sama-sama memberikan hasil karya terbaik mereka untuk kepentingan jutaan umat manusia tanpa memikirkan harta, dengan melepas hak paten ciptaannya.

Berners Lee memilih tidak mematenkan teknologi world wide web (www) ciptaannya. Sarah Gilbert dan tim peneliti AstraZeneca, juga tidak mematenkan vaksin Covid-19 buatan mereka.

Siapa tidak tahu internet saat ini? Lebih dari separuh penduduk bumi kini mengakses internet. Menurut data dari We Are Social, 4,66 juta dari 7,83 juta penduduk dunia terkoneksi dengan internet pada tahun 2020.

Internet yang kita pakai saat ini sejatinya adalah sebuah software berbasis hypertext yang berjalan di atas internet. Software yang kini lebih akrab disebut sebagai Web itu pertama kali diciptakan pada 1989.

Sulit ditampik bahwa internet, yang dikembangkan oleh Tim Berners Lee, sudah menjadi kebutuhan penting bagi sebagian umat manusia saat ini.

Seperti internet, kesehatan manusia juga menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Di tengah "perang" melawan pandemi Covid-19, vaksin menjadi salah satu "senjata" penting untuk menjaga kesehatan dan terhindar dari paparan virus Covid-19.

Kini, beberapa ilmuwan dunia telah menciptakan beberapa vaksin yang sudah digunakan masyarakat. Salah satunya adalah Sarah Gilbert, ilmuwan yang mengetuai tim pengembang vaksin Oxford yang kini dijual masal dengan merek AstraZeneca.

Menariknya, Sarah Gilbert rela melepas hak paten penemuan AstraZeneca yang seharusnya bisa membuat Gilbert meraup banyak pundi-pundi.

"Saya menolak untuk mematenkan vaksin, tidak untuk mendapat royalti atas kerja keras saya (dan tim)," kata guru besar vaksinologi universitas Oxford itu, dirangkum dari The Star.

Langkah ini sedikit banyak mirip seperti apa yang dilakukan oleh Lee. Bapak internet itu enggan mematenkan hak ciptanya. Karena keputusannya tersebut, Lee tidak pernah mendapatkan keuntungan langsung dari web.

Tim juga memilih untuk merilis source code peramban World Wide Web (WWW) ke domain publik. Menurut Lee, WWW harus bersifat open source. Ia paham betul jika web, hanya bisa berkembang apabila tidak dibatasi dengan paten, biaya, royalti, atau kontrol lainnya.

Dengan demikian, setiap pengguna internet bisa menciptakan produk atau jasa mereka sendiri atas web. Pemikiran ini mirip dengan apa yang diutarakan oleh Gilbert, ketika ditanya alasannya melepas hak paten AstraZeneca.

"Saya tidak ingin mengambil hak paten penuh karena saya ingin membagi keuntungan intelektual agar semua orang bisa memproduksi vaksin mereka," kata wanita berusia 59 tahun tersebut.

Keputusan Gilbert ini membuat AstraZeneca selaku produsen vaksin, sepakat untuk tidak mengambil keuntungan apa pun dari penggunaan vaksin.

Walhasil, harga dosis vaksin AstraZeneca dilaporkan lebih murah dibanding vaksin lain yang tersedia saat ini, menurut laporan BBC yang dihimpun KompasTekno dari The Star.

Dedikasi Gilbert serupa dengan Lee yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menjaga dan mengawal pertumbuhan web. Lee turut mendirikan World Wide Web Consortium (W3C) tahun 1994 lalu dan dilanjutkan dengan World Wide Web Foundation pada tahun 2009.

W3C dibangun dengan tujuan mengembangkan teknologi (spesifikasi, pedoman, perangkat lunak, dan alat) untuk mengarahkan web ke potensi terbaiknya.

Sementara itu, WWWF didirikan untuk menjaga agar web tetap digunakan untuk kepentingan umat manusia. WWWF juga menetapkan web sebagai hak dasar dan barang publik global.

Penemuan penting dari ilmuwan rendah hati

World Wide Web menjadi salah satu penemuan penting di abad ke-20. Majalah Time tahun 1999, bahkan mendapuk Lee sebagai salah satu tokoh terpenting di abad-20, berkat penemuannya.

Sementara Gilbert, saat ini banyak mendapat dukungan agar diganjar penghargaan Nobel atas dedikasi dan kerendahan hatinya. Baru-baru ini, Gilbert juga mendapat tepuk tangan meriah di kejuaran tenis Wimbledon.

Pemandangan cukup langka, di mana seorang ilmuwan mendapat apresiasi yang sangat luar biasa dari penonton kompetisi tenis sebesar Wimbledon.

Berners Lee dan Sarah Gilbert, menjadi sosok pahlawan kemanusiaan yang mempersembahkan mahakarya mereka untuk umat manusia, tanpa mengagungkan harta.

Mereka membuktikan kemanusiaan di atas kemewahan bisa diwujudkan.

https://tekno.kompas.com/read/2021/08/10/10100057/bapak-internet-dan-penemu-vaksin-astrazeneca-dua-ilmuwan-yang-enggan-patenkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke