Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aturan E-sports PBESI Dinilai Mengandung Pasal "Salah Kamar"

Regulasi tersebut tercantum dalam dokumen Peraturan Pengurus Besar Esports Indonesia Nomor: 034/PB-ESI/B/VI/2021, tentang Pelaksanaan Kegiatan Esports di Indonesia yang terdiri dari 46 pasal.

Ketua Komunitas Gamer Indonesia, Javier Ferdano, mengatakan bahwa aturan tersebut nantinya akan memberikan jenjang karier yang jelas bagi para atlet e-sports Tanah Air dan diakui di negaranya sendiri.

"Dan juga dengan adanya bursa pemain kedepannya, pemain jadi memiliki nilai lebih dan (jenjang karirnya) pasti," ujar Javier kepada KompasTekno dalam pesan singkat, Senin (23/8/2021).

Selain pemain, beragam kegiatan yang berkaitan dengan e-sports juga disebut Javier akan semakin jelas. Sebab, regulasi ini akan membantu meminimalisasi aneka event e-sports dan turnamen palsu yang beredar di Indonesia.

Ada pasal "salah kamar"

Kendati memiliki dampak positif, Javier menilai bahwa aturan e-sports yang dikeluarkan PBESI ini juga memiliki dampak negatif bagi industri game Tanah Air, terutama apabila mengacu pada pasal 39 dalam regulasi tersebut.

"Pasal ini (pasal 39 ayat 5) sedikit 'salah kamar' karena PBESI tidak hanya mengatur game e-sports, tetapi juga game secara umum," jelas Javier.

Menurut Javier, disebut "salah kamar" lantaran pihak yang berhak mengatur game di Indonesia sebenarnya adalah Indonesian Game Rating System (IGRS), bukan PBESI.

IGRS sendiri adalah perwujudan dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik, berdasarkan kategori konten game dan kelompok usia pengguna.

"(Game di Indonesia) ini wilayahnya IGRS. Dalam regulasi IGRS sendiri, penerbit game bisa mendaftarkan game buatan mereka. Tetapi, itupun bersifat sukarela, bukan wajib," imbuh Javier.

Karena aturan dalam pasal 39 ayat 5 ini, indikasi monopoli di ranah e-sports pun, menurut Javier, sangat mungkin terjadi.

Pasalnya, PBESI mewajibkan publisher untuk mendaftarkan game mereka jika ingin beroperasi dan mengadakan kegiatan e-sports yang diakui di Indonesia.

"Harapan saya PBESI kedepannya bisa bekerja sama/memberikan kewenangan (perizinan game) tersebut kepada IGRS, selaku badan yg mengatur rating game di indonesia untuk menjalankan pasal tersebut," tambah Javier.

Permohonan pengakuan sebagai Game Esports pada PBESI harus memiliki persyaratan:
a. Game tersebut sudah diterima oleh masyarakat Indonesia secara luas; dan
b. memiliki sistem pertandingan kompetitif antarpemain (player vs player) atau antartim (team vs team)

Javier mempermasalahkan poin a dalam ayat tersebut, di mana tidak dijelaskan kriteria game seperti apa yang "sudah diterima oleh masyarakat Indonesia secara luas".

"Namun, dari pernyataan pihak PBESI ketika acara Eksibisi Esports PON XX Papua 2021 kemarin, saya menangkapnya bahwa game yang diterima itu merupakan game yang dimainkan oleh masyarakat secara umum," tutur Javier.

Meski demikian, hal itu, menurut Javier, tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Pasalnya, salah satu game e-sports yang dipertandingkan di PON XX Papua 2021 adalah eFootball PES 2021 versi konsol.

Pihak PBESI sendiri mengatakan bahwa eFootball PES 2021, beserta dua game lainnya untuk platform smartphone yaitu Free Fire dan Mobile Legends, dipilih karena tidak semua orang, terutama di pelosok daerah, memiliki PC.

Padahal, Javier mengklaim bahwa masyarakat lebih mudah mengakses PC dibanding konsol, sehingga poin a dalam pasal 39 ayat 7 tadi sangat mungkin untuk menimbulkan pertanyaan besar.

Salah satu yang dikeluhkan adalah pasal 39, yang menyebut PBESI akan mengatur serta mengawasi game yang berlaku di Indonesia, termasuk e-sports, dengan bantuan aparat penegak hukum dan pihak terkait.

Selain pasal 39, pasal 7 dalam regulasi tersebut juga menimbulkan kontroversi lantaran  mewajibkan seluruh tim e-sports profesional di Indonesia membayar iuran pembinaan tahunan kepada PBESI.

Karena aneka kritikan ini, gamer Indonesia lantas berbondong-bondong melakukan protes di jejaring sosial Twitter dan kolom komentar di berbagai postingan Instagram handle @PBESI_official.

Sebagian besar pengguna di sana mengaku kecewa atas regulasi PBESI yang dinilai bakal berlaku tidak adil bagi developer game secara keseluruhan dan terkesan ingin memonopoli aturan di industri e-sports lokal.

Bahkan, seorang konten kreator video game bernama Restu Purbaya membuat laman petisi di situs web Change.org, untuk merevisi regulasi e-sports PBESI yang dianggap bakal merugikan industri game Tanah Air.

Pantauan KompasTekno, petisi tersebut telah ditandatangani oleh kurang lebih 2.300 orang dari target sebanyak 2.500.

https://tekno.kompas.com/read/2021/08/25/07020047/aturan-e-sports-pbesi-dinilai-mengandung-pasal-salah-kamar-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke