Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Konsolidasi Operator dan Spektrum 2600 GHz

Para ahli menilai, kompetisi di industri telko akan makin baik, efisien, jika jumlah operator berkurang lagi, jadi tiga, setidaknya empat operator.

UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Pesaingan Usaha Tidak Sehat menyebutkan, sebuah perusahaan tidak boleh menguasai pasar di atas 50 persen; Konsolidasi 2, 3 atau lebih perusahaan dilarang menguasai pasar 75 persen.

Konsolidasi antara Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia (Tri), terlihat merangsang pasar, kemungkinan mergernya XL Axiata dan Smartfren sudah ramai dipercakapkan orang.

Jika itu terjadi, operator seluler kita tinggal empat, Telkomsel tetap unggul dengan pelanggan saat ini 169,1 juta, lalu IOH 104 juta, XL-Smart 84 juta, dan Net1, kalau masih ada kelak, 100-an ribu.

Orang pesimis Net1 akan tetap hidup dengan semua kemampuannya sudah diungguli operator lain, teknologinya pun beralih menjadi 450 MHz LTE-R, long term evolution-railway, mulai digunakan kereta api di China menggantikan teknologi GSM-R.

KCIC, Kereta Api Cepat Indonesia China masih menggunakan teknologi GSM-R, dengan meminta spektrum selebar 4 MHz di rentang 900 MHz milik Telkomsel untuk kontrol operasional KA Cepat Jakarta – Bandung.

Namun banyak yang belum sadar, sudah beberapa lama ini ada “operator baru” yang bekerja di spektrum 2,6 GHz, spektrum yang digunakan untuk penyiaran lewat satelit, seperti Indovision dan lainnya.

Di pasar terbatas konon sudah ada ponsel berteknologi 5G yang bisa digunakan, namun itu semua masih belum berizin dan bekerja sebagai fix broadband seperti halnya First Media.

Padahal spektrum 2,6 GHz bersama 26 GHz dan 35 GHz dicadangkan pemerintah untuk layanan 5G, yang mulai dikembangkan operator menggunakan frekuensi 2300 MHz dan gabungan 1800 MHz dan 2100 MHz.

Stasiun televisi siaran memegang lisensi spektrum 2600 mHz sampai 2024, dan bisa jadi pada tahun itu pemerintah akan berganti, kebijakan berganti, operator bisa bertambah lagi, khususnya operator 5G.

Di spektrum 2600 MHz ini, ada pita selebar 190 MHz yang digunakan penyiaran televisi yang total penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berupa biaya hak penggunaan (BHP) frekuensinya kurang dari Rp 100 miliar setahun.

Jika kelak dilelang, mencontoh pita selebar 30 MHz di spektrum 2300 MHz yang dimenangkan Telkomsel beberapa tahun lalu dengan angka Rp 1,05 triliun, negara paling tidak akan menerima Rp 6 triliun plus upfront fee, selain BHP frekuensinya setiap tahun sebesar itu juga.

Kecepatan internet

Dengan konsolidasi yang terjadi saat ini, perluasan jaringan 4G/LTE diupayakan untuk menggiring pelanggan lepas dari layanan 2G dan 3G yang teknologinya sudah “lapuk”, pindah ke 4G LTE.

Pasar 2G menurut Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia – Institut Teknologi Bandung (Pikerti – ITB) Dr Ir Ian J Matheus Edward masih ada, vendor ponselnya juga tetap jalan walau volumenya kecil.

Namun, masyarakat saat ini juga mengalami perubahan kebutuhan, dibuktikan dari data yang dirilis World Bank (2021), urutan warga paling sibuk berinternet justru terjadi di negara berkembang. Secara berurut tertinggi di Filipina, Brazil, Thailand dan Kolombia. Indonesia urutan ke lima.

Kecenderungan ini memicu peningkatan permintaan akan akses internet berstandar 4G/LTE, diperkuat oleh pandemi yang mempercepat proses tranformasi digital mereka. Sebelumnya pun sudah terlihat, perubahan pola hidup digital masyarakat telah tampak.

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII – 2021), pemakaian tertinggi adalah belanja online, disusul kebutuhan hiburan, lalu transportasi, informasi berita, dan kegiatan main gim. Akses layanan publik dan layanan perbankan saling berbagi rata, tetapi tetap masuk di 10 besar pemakaian.

Sebenarnya semua operator siap, mereka umumnya sudah memberi layanan 4G/LTE, hanya tidak semua memiliki kemampuan ekspansi ke daerah, kecuali Telkomsel yang didukung kuatnya prasarana Telkom Group. Operator lain akan berpikir untung ruginya kalau harus investasi ke daerah terpencil kecuali dengan berkolaborasi.

Merger antara Indosat Ooredoo dan Tri pun menjadi peluang untuk percepatan pemerataan jaringan 4G/LTE. Apalagi secara kualitas pengelolaan jaringan keduanya sangat memungkinkan, sehingga penggabungan keduanya sekaligus akan meningkatkan kecepatan internet.

Perluasan operasional

Riset Tutela, perusahaan data crowdsourced independen dengan panel global lebih dari 300 juta pengguna smartphone, ada tiga data dari tiga parameter pada pengguna smartphone sejak Agustus 2020 hingga Januari 2021.

Terungkap, rata-rata kecepatan unduh tertinggi dicapai Telkomsel dengan 12 Mbps, disusul Indosat Ooredoo 11,2 Mbps, lalu XL (9,3 Mbps), kemudian Tri (8,6 Mbps), disusul Smartfren (5,2 Mbps).

Rata-rata kecepatan unggah, Indosat Ooredoo unggul dengan 7,8 Mbps, Telkomsel 6,8 Mbps,Tri 6,4 Mbps, XL 6,2 Mbps dan Smartfren 2,2 Mbps. Di tingkat latensi, Telkomsel unggul dengan rata-rata 19,1 ms, Indosat Ooredoo (19,5 ms), Tri (19,8 ms), XL (20,9 ms) dan Smartfren (23 ms).

Dari data yang didapat, memungkinkan Indosat Ooredoo dan Tri memiliki kemampuan menjaga performanya. Masing-masing punya sumber daya dan aset yang bisa saling mendukung untuk dikembangkan, dan melakukan optimalisasi teknologi.

Relokasi BTS 4G/LTE secara langsung akan membawa kemungkinan perluasan kawasan operasional, BTS yang berada di lokasi yang sama, salah satunya dapat digunakan untuk perluasan di kawasan yang belum terakomodasi keduanya.

Relokasi menciptakan iklim persaingan yang sehat di daerah yang selama ini hanya dikuasai satu operator.

Tetapi yang jauh lebih penting adalah, masyarakat kelak mempunyai pilihan terhadap layanan jaringan internet yang mereka harapkan. ***

https://tekno.kompas.com/read/2021/10/18/09370077/konsolidasi-operator-dan-spektrum-2600-ghz

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke