Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ayo Bantu Garuda!

Pendapatan menurun karena jumlah penumpang berkurang imbas dari pengetatan perjalanan masyarakat oleh pemerintah dalam rangka mencegah meluasnya pandemi Covid-19.

Dari data laporan Garuda Indonesia, pada tahun 2020 lalu jumlah penumpang domestiknya turun hingga 71,3 persen dibanding tahun 2019 yaitu dari 15,5 juta menjadi tinggal 4,6 juta penumpang. Sedangkan penerbangan internasionalnya turun hingga 83,2 persen yaitu dari 4,3 juta menjadi 772 ribu penumpang.

Memang Garuda tidak sendiri. Dari laporan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, total penumpang domestik maskapai Indonesia pada tahun 2020 turun 55,7 persen dibanding 2019 yaitu dari 79,5 juta menjadi 35,4 juta penumpang.

Sedangkan total penumpang internasional turun 80,7 persen yaitu dari 37,3 juta menjadi hanya 7,2 juta penumpang.

Bahkan di tingkat internasional, menurut data dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), jumlah penumpang pesawat juga turun 60 persen dan pendapatan maskapai global anjlok hingga US$ 370 miliar atau lebih dari 5.180 triliun rupiah.

Turunnya pendapatan ini mengakibatkan Garuda dan maskapai lain kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti misalnya pembayaran berbagai utang dan sewa pesawat.

Utang Garuda, menurut beberapa pemberitaan, per November 2021 sudah mencapai Rp100,6 triliun.

Maskapai penerbangan adalah sebuah perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi, tingkat bahaya juga besar dan tentu saja biayanya tidak murah. Jadi anda tidak usah heran dan takjub jika angka-angka di data keuangannya memang bukan angka yang kecil.

Menteri BUMN Erick Tohir selaku pemegang saham wakil pemerintah menyatakan saat ini Garuda sedang melakukan restrukturisasi utang terhadap lessor dan restrukturisasi perusahaan.

Sayangnya di tengah upaya tersebut, justru pejabat-pejabat dari pemerintah sendiri membuat blunder. Seperti misalnya pernyataan wakil menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang menyatakan Garuda secara teknis sudah bangkrut. Juga pernyataan bahwa Garuda akan digantikan oleh maskapai lain yaitu Pelita Air Service.

Pernyataan-pernyataan ini tidak seharusnya keluar dari pejabat pemerintah yang seharusnya mendukung upaya perbaikan Garuda. Pernyataan-pernyataan ini tentu saja memperberat upaya negosiasi Garuda dengan lessor.

Bagaimana mungkin lessor bernegosiasi dengan sebuah perusahaan yang sudah dinyatakan bangkut oleh pengelolanya sendiri?

Garuda harus diselamatkan karena mempunyai peran yang sangat strategis bagi bangsa dan negara Indonesia. Bahkan tidak hanya Garuda, semua maskapai di negeri ini seharusnya diselamatkan.

Restrukturisasi internal

Untuk Garuda, skema penyelamatannya harus menyeluruh, baik secara internal maupun eksternal. Di tingkat internal, restrukturisasi menyeluruh harus dilakukan.

Mulai dari restrukturisasi operasional dengan misalnya menghitung secara tepat dan proporsional jumlah kebutuhan armada, rute, jumlah penerbangan dan tentu saja jumlah sumber daya manusia sehingga operasional penerbangannya menjadi lebih efektif dan efisien dengan tingkat keterisian pesawat yang lebih tinggi dan tarif menguntungkan.

Hal ini terlihat mudah, namun ternyata sulit dilakukan di Garuda. Garuda adalah BUMN yang salah satu tugasnya adalah membantu program kerja pemerintah, terutama dalam soal menjaga konektivitas transportasi di Indonesia yang wilayahnya berbentuk kepulauan ini, serta tugas-tugas lain.

Misalnya saja, pemerintah membuat bandara baru atau ingin mengaktifkan sebuah bandara yang selama ini tidak ada penerbangan. Jika maskapai swasta tidak ada yang mau menerbangi, tentu tugas ini akan diemban oleh Garuda atau minimal anak perusahaanya, yaitu Citilink.

Jika pemerintah membuat kerja sama dengan negara lain yang salah satunya adalah kerja sama bidang penerbangan. Tentunya tugas ini juga akan diemban oleh Garuda. Padahal sebagai penerbangan pioner, tentu saja tidak akan langsung bisa menguntungkan.

Perlu beberapa bulan atau bahkan bisa jadi akan selalu rugi, namun hubungan antar negara berjalan baik.

Restrukturisasi ini sebenarnya pernah berkali-kali dilakukan Garuda. Yang terakhir di tahun 2018-2019 di mana Garuda juga berencana memangkas beberapa rute dan frekuensi penerbangan yang tidak menguntungkan.

Namun tentu saja pemerintah tidak serta-merta menyetujuinya karena akan mengurangi konektivitas transportasi di rute-rute tersebut.

Garuda juga bertugas untuk menstabilkan harga tiket penerbangan nasional. Anda tentu masih ingat peristiwa di tahun 2018-2019 di mana maskapai ramai-ramai menaikkan harga tiketnya. Untuk menurunkannya dan menahan gejolak masyarakat, pemerintah kembali mengutus Garuda untuk menurunkan harga.

Garuda sebagai maskapai full service dan mempunyai reputasi yang sangat baik adalah pemimpin harga penerbangan. Jika Garuda menurunkan harga tiket, maskapai lain pasti akan mengikuti. Namun dengan harga tiket yang turun, Garuda akan kesulitan menutupi biaya karena pendapatnnya menurun.

Jadi jika saat ini pemerintah menyetujui Garuda melakukan restrukturisasi internal, itu suatu langkah maju.

Selain itu restrukturisasi utang dengan lessor juga harus terus dilakukan. Untuk itu harus dikondisikan Garuda sebagai maskapai yang mempunyai posisi yang kuat di nasional Indonesia maupun global. Pernyataan-pernyataan yang kontraproduktif dari pemerintah sudah seharusnya dihindari. Sedangkan utang-utang ke pihak lain, biar saja diselesaikan melalui PKPU.

Dan yang tak kalah penting adalah penyisiran di sumber daya manusianya untuk good corporate governance (tata kelola perusahaan) yang lebih baik sehingga bisa melakukan kinerja efektif dan efisien sesuai visi dan misi perusahaan. Karyawan yang melakukan korupsi harus dibabat habis dan kasus-kasusnya harus dituntaskan.

Namun demikian dalam menyisir SDM yang dianggap bermasalah ini harus mengikutkan petugas yang benar-baner paham soal industri penerbangan. Jangan sampai orang-orang yang sudah menjalankan prosedur penerbangan dengan benar namun tetap disalahkan dan disingkirkan karena dianggap tidak sesuai dengan prosedur non penerbangan.

Restrukturisasi eksternal

Harus diketahui bahwa kondisi keuangan maskapai penerbangan nasional, tidak hanya Garuda, sebelum pandemi Covid-19 sudah sangat berat. Anda bisa memeriksanya melalui laporan keuangan maskapai yang sudah melantai di bursa saham atau melalui pemberitaan di periode tahun itu.

Hal ini ditengarai karena ferkuensi penerbangan pada rute-rute tertentu yang melebihi kebutuhan pasar sehingga terjadi perang harga.Terjadinya pandemi tambah memperparah kondisi keuangan maskapai.

Dengan akan dilakukannya pengurangan rute dan frekuensi penerbangan Garuda, diharapkan di lingkup nasional juga akan terjadi penyesuaian sehingga penerbangan nasional bisa berjalan lebih efektif dan efisien.

Untuk itu Kementerian Perhubungan (kemenhub) yang mempunyai tugas mengatur, mengawasi dan mengendalikan penerbangan nasional dapat memastikan terjadinya penerbangan yang efektif dan efisien dan menguntungkan masyarakat maupun maskapai penerbangan.

Misalnya saja, jika terjadi pengurangan frekuensi penerbangan Garuda di satu rute, Kemenhub jangan serta-merta memberikan slot penerbangannya kepada maskapai lain. Namun bisa dilakukan evaluasi dari sisi penawaran dan permintaan sehingga didapat jumlah penerbangan yang sama-sama menguntungkan bagi maskapai dan penumpang.

Namun jika mundurnya Garuda menyebabkan tidak adanya penerbangan di rute tersebut, pemerintah tentunya harus mengupayakan tetap terjadinya konektivitas di wilayah tersebut.
Pemerintah juga sebaiknya tidak intervensi kebijakan harga tiket yang dilakukan oleh maskapai. Jika kebijakan tersebut tidak melanggar aturan yang dibuat Kemenhub, biarkan saja. Namun jika melanggar, harus diberi sanksi yang keras.

Pemerintah lebih baik menambah fokus pada sosialisasi aturan-aturan operasional keselamatan dan bisnis penerbangan kepada stakeholder industri penerbangan dan pada masyarakat. Dengan demikian aturan tersebut bisa dilaksanakan dengan baik pada tataran industri dan tidak timbul gejolak di masyarakat akibat ketidaktahuan aturan.

Kondisi semua maskapai yang terpuruk, bahkan sebelum pandemi, mengindikasikan ada yang salah pada tugas pengaturan, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan pemerintah itu.

Ayo bantu Garuda

Garuda adalah entitas nasional yang mempunyai nilai historis dan nilai ekonomis yang sama-sama penting. Pangsa pasar penerbangan di Indonesia sangat besar sehingga potensi Garuda untuk berkembang juga terbuka lebar.

Kita harus mendukung langkah-langkah restrukturisasi Garuda baik intenal dan eksternal. Jika pemerintah tidak sanggup melaksanakannya, biarkan kami, bangsa Indonesia yang akan membantu menolong Garuda.

Dulu di awal kemerdekaan, rakyat Aceh pernah menyokong pemerintah dengan patungan membeli pesawat terbang “Seulawah” yang menjadi cikal-bakal penerbangan sipil Indonesia. Saat ini pun seharusnya bangsa Indonesia juga mampu untuk menolong Garuda.

Namun para pejabat yang pesimis atau berpotensi menghalangi, baik menteri, wakil menteri, direktur jenderal maupun direktur, sebaiknya mengundurkan diri atau setidaknya jangan membuat pernyataan dan kebijakan yang justru membuat blunder.

Biarkan kami, bangsa Indonesia yang menolong Garuda dan penerbangan Indonesia. ***

https://tekno.kompas.com/read/2021/11/22/13552217/ayo-bantu-garuda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke