Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kesalahpahaman Umum tentang 5G

Menurut sebuah studi baru-baru ini oleh Ernst & Young, 27 persen organisasi Asia-Pasifik mengindikasikan minat yang signifikan terhadap 5G, serta IoT sejak pandemi COVID-19 dimulai.

Survei yang sama juga mencatat bahwa investasi 5G di Asia Pasifik lebih ungggul dibandingkan Amerika dan Eropa, dengan 78 persen organisasi saat ini berinvestasi (atau berencana untuk berinvestasi) untuk 5G dalam dua hingga tiga tahun ke depan di Asia Pasifik, dibandingkan hanya 71 persen di Amerika dan Eropa.

Operator-operator seluler ASEAN diharapkan akan menginvestasikan sekitar 10 miliar dollar AS dalam jaringan 5G pada tahun 2025.

Di Indonesia khususnya, operator seperti Telkomsel dan Indosat Ooredoo sudah meluncurkan layanan 5G untuk pelanggannya. Layanan 5G juga diharapkan segera tersedia untuk sembilan kota di Indonesia, yakni Jabodetabek, Solo, Medan, Balikpapan, Surabaya, Makassar, Bandung, Batam, dan Denpasar.

Banyak industri akan diuntungkan dari hadirnya jaringan 5G, sementara implementasi teknologi-teknologi baru seperti AI, IoT, dan Machine Learning, seharusnya juga meningkat.

Karakteristik-karakteristik seperti bandwidth yang lebih besar dan latensi rendah dari 5G memiliki potensi untuk mendorong revolusi di berbagai perusahaan, serta sepenuhnya mendefinisikan kembali kehidupan kita.

Meskipun demikian, masih ada beberapa kesalahpahaman seputar 5G yang dapat memengaruhi pemahaman orang tentang potensi 5G yang sebenarnya; mari kita simak beberapa mitos dan fakta umum seputar 5G.

Mitos: 5G hanya untuk ponsel

Fakta: 5G akan memberdayakan berbagai perangkat dan teknologi

5G adalah teknologi yang tidak hanya berfungsi di ponsel (telepon seluler) kita, tetapi juga mendorong terciptanya model-model bisnis baru di berbagai perusahaan. 5G, atau Generasi ke-5, merupakan tonggak sejarah yang membuat standar jaringan seluler diciptakan dengan mempertimbangkan lebih dari sekadar ponsel.

5G adalah sebuah kekuatan dahsyat (superpower) yang menghubungkan perangkat ke jaringan cerdas.

5G diciptakan untuk mendukung era kecerdasan terdistribusi yang menjadi tempat bergabungnya konvergensi kekuatan dahsyat lainnya, seperti AI, pervasive connectivity, infrastruktur cloud-to-edge, dan ubiquitous computing (komputasi di mana-mana) untuk mendukung inovasi yang luar biasa.

Dengan 5G, kekuatan pemrosesan tidak semuanya berada di perangkat. Komputasi dan komunikasi menyatu dalam pendekatan baru jaringan seluler ini. 5G dengan Edge dan Cloud bahkan membuat perangkat terkecil menjadi cerdas – sehingga memungkinkan kekuatan pemrosesan yang tanpa batas.

Teknologi ini juga fleksibel karena pemrosesan dapat dilakukan, baik di perangkat maupun di jaringan. 5G berpotensi besar bagi berbagai perusahaan.

Peningkatan kapasitas jaringan seluler, fleksibilitas, dan latensi rendah dari 5G akan memungkinkan model-model penggunaan baru, dari pabrik cerdas (smart factory) dan kota cerdas (smart city) yang mendukung 5G hingga perangkat medis cerdas yang selalu terkoneksi.

Bahkan, 5G juga akan membantu mengkoneksikan laptop kita—tidak hanya ponsel. Pasar PC sudah menawarkan laptop yang dilengkapi dengan modul 5G. Dengan menggabungkan jaringan nirkabel berkecepatan tinggi dengan cloud, edge, dan AI, bahkan perangkat terkecil pun mampu melakukan tugas-tugas komputasi yang sangat besar, dapat memanfaatkan konektivitas yang andal untuk layanan-layanan krusial, dan memiliki akses ke informasi dan layanan secara real-time dan nyaris tanpa latensi (near zero latency).

Mitos: Penerapan 5G sama dengan generasi sebelumnya

Fakta: 5G sangat berbeda dari generasi sebelumnya – dan membutuhkan transformasi jaringan ekstensi

Dengan adanya ledakan data yang masif, jaringan kita saat ini membutuhkan transformasi untuk sepenuhnya dapat memanfaatkan 5G. Maraknya layanan streaming video dan ribuan perangkat terkoneksi yang online setiap hari berarti kita membutuhkan kapasitas yang lebih besar.

Ini seperti mencoba mendorong terlalu banyak air melalui pipa kecil. Tidak seperti standar nirkabel sebelumnya, 5G dirancang untuk menghubungkan orang dan bisnis dengan cara yang berbeda. 4G memiliki limitasi struktural yang membatasi jalur evolusinya, termasuk kanal maksimum 20 MHz, struktur Air-Interface frame yang kaku, dan numerologi yang terbatas.

Hal ini menghambat perkembangan 4G untuk bisa mencapai latensi serendah mungkin dan throughput setinggi mungkin. Untuk mengatasi berbagai kendala ini, dibutuhkan teknologi baru seperti 5G.

Jika transformasi 4G lebih merupakan permainan pengurangan belanja model (CapEx), transformasi 5G adalah tentang pengurangan belanja modal (CapEx) dan belanja operasional (OpEx).

Bermigrasi dari infrastruktur tervirtualisasi ke infrastruktur berbasis cloud adalah langkah pertama dalam transformasi jaringan menuju 5G, tetapi bukan langkah terakhir.

Sasaran bagi operator haruslah arsitektur cloud-native yang dapat mendukung pembuatan layanan baru secara cepat dan memanfaatkan efisiensi orkestrasi melalui container dan Kubernetes.

Misalnya, jika kita berpikir tentang lantai pabrik, 5G dapat menghubungkan sensor, AGV industri, robot, mesin, dan pekerja lantai di beberapa lokasi, dan banyak lagi. Kalikan jumlah kebutuhan koneksi dengan jumlah pabrik di sebuah kota, dan Anda dapat mulai melihat mengapa 5G sangat penting dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Mitos: Realisasi 5G tidak akan seperti yang digembar-gemborkan

Fakta: Ketika jaringan terus bertransformasi, adopti 5G akan terus meningkat dan mencapai potensi penuhnya selama beberapa tahun ke depan

Kita baru saja memulai implementasi 5G, tetapi sudah ada minat yang cukup besar yang ditunjukkan oleh para penyedia layanan telekomunikasi terkemuka di seluruh dunia. Investasi yang diperkirakan akan sebesar 880 miliar dollar AS dalam jaringan 5G diharapkan terjadi pada tahun 2025.

Jalan menuju 5G yang lengkap tidak akan terjadi dalam sekejap. Setiap generasi seluler diterapkan dalam beberapa fase, dengan peningkatan jaringan dan kehadiran fitur-fitur baru akan berlangsung secara bertahap dalam beberapa tahun. Bahkan, potensi penuh 4G saja membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun.

5G saat ini berada dalam fase awal penerapan, dengan pada penyedia layanan meluncurkan layanan 5G. Meskipun transisi akan memakan waktu, para pengguna akan mulai melihat lebih banyak fitur baru terus bergulir dengan kecepatan yang terus meningkat.

Mitos: Kehadiran 5G berarti terjadi peningkatan risiko keamanan

Fakta: Industri telah merespons potensi risiko dengan peningkatan yang konsisten dalam
kontrol dan mekanisme keamanan untuk mengamankan peningkatan data dan komunikasi yang tinggi secara lebih baik

Industri ini sejak awal menyadari potensi kerentanan baru dan telah mengembangkan serta mengintegrasikan solusi-solusi untuk memperhitungkan potensi ancaman tersebut. Seperti halnya pergeseran paradigma, ada hambatan dan masalah yang masih dinegosiasikan.

Saat ini, data dilindungi secara kriptografis di seluruh lapisan stack dari software, jaringan (network), dan penyimpanan (storage), yang menghasilkan potensi beberapa operasi kriptografi yang dilakukan pada setiap byte data.

Operasi kriptografi ini sangat intensif komputasi, tetapi sering kali mendukung operasional bisnis yang sangat penting, sehingga aspek keamanan menjadi yang terpenting.

Misalnya, dalam pembuatan standar 5G NR (5G New Radio), industri telah “memasukkan” fungsionalitas keamanan baru untuk 5G, mulai dari tingkatan standar.

Lebih dari hampir semua industri lainnya, tuntutan unik aplikasi 5G menentukan bagaimana arsitektur keamanan jaringan akan diterapkan. Faktanya, Intel telah memimpin industri dalam mengurangi biaya komputasi algoritma kriptografi melalui instruksi-instruksi baru yang inovatif, bergabai peningkatan mikroarsitektur, dan teknik-teknin optimasi software baru.

Lebih dari sekadar komunikasi, 5G akan menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa masyarakat Indonesia di 17.000 pulau di nusantara dapat berpartisipasi dalam kemajuan sosial dan ekonomi.

Seiring dengan implementasi 5G di seluruh wilayah Indonesia, teknologi akan menjadi landasan untuk mendukung negara ini menuju Indonesia 4.0, sehingga mengubah ekonomi nasional dari yang berbasis sumber daya, menjadi ekonomi berbasis pengetahuan.

Peningkatan volume data secara eksponensial untuk mendorong insight dalam IoT, automasi, software yang didukung cloud, dan data analytics juga akan meningkatkan ekonomi digital Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai 124 miliar dollar AS pada tahun 2025.

Pada akhirnya, agar 5G dapat memenuhi janjinya, dibutuhkan pemahaman dan penerimaan publik yang luas terhadap transformasi positif yang akan dibawanya ke dalam cara kita hidup, bekerja, dan bermain.

https://tekno.kompas.com/read/2021/12/03/14005667/kesalahpahaman-umum-tentang-5g

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke