Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peluang Indosat Ooredoo Hutchison Pasca-merger

Nama perusahaan gabungan yang baru, PT Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) punya direktur utama Vikram Sinha, mantan Direktur PT Indosat Ooredoo dan komisaris utama Halim Alamsyah, Staf Ahli Menteri Keuangan.

Mantan Dirut Indosat, Ahmad Abdulaziz AA Al Neama dan mantan Dirut 3, Cliff Woo, Chiu Man jadi komisaris bersama antara lain Rudiantara, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Dari Tri ada dua yang menjabat direktur IOH, yakni Moh Dani Buldansyah dan Lee Chi Hung. Sedangkan dari Indosat ada seorang lagi ex-Indosat, Irsyad Sahroni.

Proses merger ini sangat alot dan beberapa kali sempat tertunda, namun berbuah manis membuat besaran saham CK Hutchison dan Ooredoo South Asia sama, masing-masing 32,82 persen, selain 9,63 persen milik Perusahaan Pengelola Aset (PPA), PT Tiga Telekomunikasi Indonesia (TTI) sebesar 10,77 persen dan masyarakat 13,96 persen.

Merger, menurut keyakinan kedua perusahaan yang bergabung, memiliki manfaat strategis dengan skala yang lebih besar dan struktur biaya yang lebih efisien, spektrum frekuensi teragregat dan kapasitas, kecepatan dan layanan yang handal.

Kondisi ini membuat mereka siap melakukan investasi untuk layanan generasi kelima (5G) yang padat modal. Terjadi efisiensi di biaya modal untuk memperluas jangkauan.

Penggabungan infrastruktur memungkinkan mereka melakukan perluasan jangkauan dengan biaya modal lebih murah, memanfaatkan infrastruktur yang direlokasi, serta pengurangan duplikasi dalam penggunaan teknologi.

Indosat Ooredoo Hutchison berpeluang menambah jumlah pelanggan terutama terhadap calon pelanggan kalangan anak muda dan mahasiswa, sebab apa yang ditawarkan Hutchison Tri (3) yang murah meriah, akan tetap berlaku.

Apalagi jika IOH tetap mempertahankan tarif layanan lebih murah untuk kawasan timur yang mayoritas dikuasai Telkomsel yang tarif layanannya sedikit mahal.

Sebagai operator terbesar Telkomsel tidak akan tinggal diam, semua aksi IOH akan mereka tanggapi, begitu pun Telkomsel tidak akan terpaku pada peningkatan jumlah pelanggan.

Apalagi pada masa zero sum game, kenaikan jumlah pelanggan di satu operator akan mengurangi pelanggan di operator lain.

Masih ada, dari 272 juta penduduk Indonesia, sekitar 26,5 juta penduduk kawasan 3T (tertinggal, terdepan dan terluar), misalnya di sebagian Kalimantan, Papua dan Papua Barat serta Nusa Tenggara Timur yang belum merasakan layanan 4G.

Jumlah nomor ponsel aktif saat ini sudah lebih dari 354 juta yang digunakan 200 juta-an penduduk, dan merger bisa saja membuat menurunnya jumlah nomor aktif, karena pelanggan IOH akan mematikan salah satu nomor Indosat atau Tri.

Atau jumlah nomor ponsel aktif malah akan bertambah, karena masih terbukanya kawasan yang belum pernah terjamah layanan seluler.

Transformasi digital

Dengan manfaat strategis berskala lebih besar, struktur biaya yang lebih efisien, IOH berpeluang melejit dan bahkan sudah meramalkan pendapatan mereka akan menjadi 4,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 60 triliun dengan laba sekitar Rp 3,8 triliun pada dua tahun ke depan.

Tanpa banyak investasi, mereka dapat menambah jumlah BTS (base transceiver station – perangkat radio) yang dioperasikan dengan merelokasi BTS yang ada, menjadi kelebihan IOH dibanding operator lain.

Saat ini BTS ex-Indosat ada sebanyak 235.885 BTS, sebanyak 70.109 buah merupakan BTS 4G, dan BTS ex-Tri ada di lebih 37.000 desa/kelurahan. Ada 18.000 BTS kedua operator yang berdekatan, sehingga bisa direlokasi untuk meluaskan jaringan yang berpotensi menambah jumlah pelanggan.

Bukan tidak mungkin pelanggan IOH akan mendekati jumlah pelanggan Telkomsel, apalagi sebagai pemegang lisensi modern, IOH berkewajiban melayani seluruh wilayah Tanah Air, tidak hanya di Jawa dan Sumatera saja.

Jika spektrum milimeterband mulai dibagikan pemerintah, terbuka peluang lebih luas untuk memberi layanan otomatisasi mesin industri, Internet of Things (IoT), pertanian dan transportasi digital dan sebagainya, walau investasinya sangatlah mahal.

Tetapi harus diwaspadai pula, pada masa transformasi digital ini pendapatan operator dari jaringan justru mulai berkurang dan sumber ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata dari tiap pelanggan) mulai beralih ke ekonomi digital.

XL Axiata meski terus membangun jaringan serat optik (FO) sudah mulai fokus pada bisnis non-jaringan, dan Telkomsel sangat giat membentuk berbagai anak usaha berkait dengan layanan digital.

Tellkomsel membangun PT Telkomsel Ekosistem Digital, XL Axiata sibuk melakukan konvergensi usaha antara lain dengan mengakuisisi Link Net, dan Smartfren mengembangan pusat data, bekerja sama dengan perusahaan serupa dari Dubai.

Telkomsel sangat giat membantu tumbuhnya startup potensial sembari mengembangkan sumber pendapatan lainnya, antara lain game dan e-sports.

Menurut data AppsFlyer, perusahaan atribusi dan analitik, belanja game AAA di semester I-2021 mencapai Rp 2.000 triliun lebih, untuk membeli berbagai item, avatar, diamond, koin dan sebagainya yang digunakan untuk bermain gim.

Anak perusahaan PT Telkom itu juga aktif mendidik berbagai UMKM, meluaskan layanan film MaxStream, Kuncie dan Fita, yang tidak lama lagi akan jadi sumber penghasilan melebihi jualan pulsa atau data.

Sejak lama IOH tahu soal kecenderungan ini, namun lisensi modern membuat mereka sibuk memrioritaskan perluasan jangkauan layanannya.

Asal jangan lengah, jangan sampai mereka merasa ada di jalan lurus, padahal ada jalan berbelok yang sudah mulai dirambah operator lain.

https://tekno.kompas.com/read/2022/01/04/10020057/peluang-indosat-ooredoo-hutchison-pasca-merger

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke