Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Teknologi "Deepfake" di Balik Video Diduga Mirip Nagita Slavina

Kasat reskrim Polres Metro Jakarta Pusat memastikan video berdurasi 61 detik yang diduga mirip artis Nagita Slavina adalah palsu atau hasil rekayasa.

"Hasil koordinasi dengan Siber Polda Metro Jaya video itu fake alias palsu, hasil editing," tegas AKBP Wisnu Wardhana selaku Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Kepolisian tidak menyebutkan teknologi rekayasa apa yang digunakan untuk menyunting video tersebut. Namun, kemungkinan pelaku memanfaatkan teknologi deepfake.

Ini bukan pertama kalinya video dengan teknologi deepfake artis tersebar di internet. Sejak beberapa tahun terakhir ini, deepfake memang menjadi teknologi yang paling sering digunakan untuk membuat video porno "palsu".

Menurut laporan outlet media Vox, dari seluruh video deepfake yang ada di internet, mayoritas atau 96 persennya digunakan dalam konteks pornografi.

Parahnya, teknologi deepfake dalam konteks pornografi tersebut seluruhnya atau 100 persen menargetkan perempuan, sebagaimana dihimpun dari Independent.

Apa itu deepfake?

Istilah "deepfake" sendiri lahir pada tahun 2017, ketika seorang pengguna Reddit memposting potongan video porno yang dipalsukan di forum online tersebut.

Video-video yang diposting tersebut menukar wajah selebritas dunia seperti Gal Gadot, Taylor Swift, Scarlett Johansson, dan lainnya, dengan artis porno.

Alhasil, video yang disebarkan tersebut seolah merupakan video milik selebritas tadi. Padahal, yang terjadi adalah pengguna Reddit tersebut mencaplok wajah selebritas tadi, lalu menempelkannya pada video yang memperlihatkan badan orang lain tanpa busana.

Hal itu dilakukan sewenang-wenang, tanpa meminta izin ke si pemilik wajah. Alhasil, korban deepfake tampak seakan-akan memainkan aksi porno yang tak korban lakukan.

Hal tersebut bisa terjadi karena deepfake mengandalkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan pembelajaran mendalam (deep learning). Deep learning sendiri merupakan metode pembelajaran algoritmik yang digunakan untuk melatih komputer.

Bila diterapkan pada video, AI dan deep learning itu bisa menghasilkan video palsu yang menampilkan seseorang sedang melakukan atau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka lakukan atau katakan.

Awalnya, pembuat deepfake harus memutar video atau ribuan foto hasil potret dari dua orang melalui algoritma AI yang disebut encoder. Misalnya dalam konteks pornografi, dua orang itu adalah korban deepfake (A) dan pemeran betulan di video porno (B).

Encoder tadi akan menemukan dan mempelajari kesamaan antara wajah A dan B, lalu mengemasnya menjadi satu algoritma. Dalam proses encoder ini, gambar wajah si A dan B akan dikompresi menjadi sebuah sandi (encoded).

Selanjutnya, pembuat deepfake akan menggunakan algoritma AI kedua yaitu decoder, untuk mengajarkan komputer untuk memulihkan kembali gambar wajah si A dan B yang terkompresi tadi.

Karena ada dua wajah yang digunakan, pembuat deepfake harus melatih satu decoder untuk wajah si A (korban deepfake) dan satu decoder lagi untuk si B (pemeran betulan).

Nah, di sinilah proses pertukaran wajah itu akan dilakukan. Pembuat bisa memasukkan gambar yang sudah dikompresi tadi ke dalam decoder yang salah.

Misalnya, pembuat deepfake memasukkan wajah si A (korban deepfake) ke dalam decoder milik wajah B (pemeran asli).

Dengan begitu, decoder bakal merekonstruksi wajah orang B (apemeran asli) dengan ekspresi dan detail lain dari wajah A (korban deepfake).

Setelah proses selesai, wajah A-lah (korban deepfake) yang akan terlihat dalam video porno hasil rekayasa itu, bukan wajah pemeran asli yang benar-menar menjadi subjek video.

Untuk membuat video deepfake yang meyakinkan, encoder dan decoder ini harus dilakukan pada setiap frame.

Selain itu, pembuat juga harus menyempurnakan video deepfake untuk mengurangi efek flicker dan cacat visual lainnya.

Menurut The Guardian, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Selasa (18/1/2022), ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat apakah video itu hasil rekayasa deepfake atau tidak, berikut di antaranya:

1. Amati gerakan mata

Pada tahun 2018, peneliti AS menemukan bahwa wajah hasil deepfake tidak berkedip secara normal. Hal ini tidak mengherankan sebab sebagian besar gambar menunjukkan orang dengan mata terbuka, sehingga algoritma tidak pernah benar-benar belajar tentang berkedip.

Karena itu, deepfake biasanya mengalami masalah dalam menganimasikan wajah secara realistis sehingga hasilnya terkadang video tidak berkedip, berkedip tidak wajar atau berkedip terlalu sering.

2. Cari masalah atau cacat di kulit, rambut, atau wajah yang tampak buram, selain mengamati lingkungan tempat seseorang dalam video berada.

3. Amati apakah pencahayaan alami atau tidak. Seringkali algoritma deepfake mempertahankan pencahayaan klip yang dipakai sebagai model video palsu dan tidak cocok dengan pencahayaan video target.

4. Sinkronisasi antara bibir dan audio mungkin tidak tampak cocok dengan orang dalam video.

https://tekno.kompas.com/read/2022/01/18/15490077/menilik-teknologi-deepfake-di-balik-video-diduga-mirip-nagita-slavina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke